Media ini mengulas Kebijakan Pengadaan Indonesia & Dunia (UNCITRAL, WTO & European Union) serta Lembaga Pembiayaan Dunia (WB, ADB, IsDB). Pendekatannya melalui teori Kebijakan Publik terkait Peraturan Presiden nomor 16 tahun 2018 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (Perpres/16/2018 seperti pada gambar atas) sehingga menarik untuk dibaca para Investor Asing, Pengamat, Akademisi, Rantai Pasok, dan pastinya bagi Pelaku Pengadaan Indonesia.
Layanan Konsultasi.
Translate
SEKILAS PANDANG
CARI DI BLOG INI
02 Januari 2021
SE KemenPUPR no. 30/SE/M/2020 tentangTransisi Layanan SBU dan SKK Jasa Konstruksi
Siklus Moral Hazard PBJ
Siklus ini berdasarkan penelitian tahun 2014, masih sangat kredibel dipakai mengingat perubahan regulasi dari Peraturan Presiden nomor 54 tahun 2010 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah ke Peraturan Presiden nomor 12 tahun 2021 tentang Perubahan Peraturan Presiden nomor 16 tahun 2018 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah menurut saya tidak mengalami perubahan substansial dan fundamental.
01 Januari 2021
PP 43/2018 TENTANG TATA CARA PELAKSANAAN PERAN SERTA MASYARAKAT DAN PEMBERIAN PENGHARGAAN DALAM PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA
No.157, 2018 HUKUM. Penghargaan. Pencegahan dan Pemberantasan. Tindak Pidana Korupsi. Peran Serta Masyarakat. Pencabutan. (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6250)
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 43 TAHUN 2018
TENTANG
TATA CARA PELAKSANAAN PERAN SERTA MASYARAKAT DAN PEMBERIAN PENGHARGAAN DALAM PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang :
a. bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 41 ayat (5) dan Pasal 42 ayat (2) Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang- Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi telah ditetapkan Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2000 tentang Tata Cara Pelaksanaan Peran Serta Masyarakat dan Pemberian Penghargaan dalam Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi;
b. bahwa untuk mengoptimalkan pemberian kemudahan kepada masyarakat dalam membantu upaya pencegahan dan pemberantasan tindak pidana korupsi, serta mempermudah pelaksanaan pemberian penghargaan kepada masyarakat, perlu mengganti Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2000 tentang Tata Cara Pelaksanaan Peran Serta Masyarakat dan Pemberian Penghargaan dalam Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi;
c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Pemerintah tentang Tata Cara Pelaksanaan Peran Serta Masyarakat dan Pemberian Penghargaan dalam Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi;
Mengingat :
1. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
2. Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 140, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3874) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2001 Nomor 134, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4150);
MEMUTUSKAN:
Menetapkan: PERATURAN PEMERINTAH TENTANG TATA CARA PELAKSANAAN PERAN SERTA MASYARAKAT DAN PEMBERIAN PENGHARGAAN DALAM PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI.
BAB I KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan:
- Penegak Hukum adalah aparat Komisi Pemberantasan Korupsi, Kepolisian Negara Republik Indonesia, dan Kejaksaan Republik Indonesia sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
- Masyarakat adalah orang perseorangan atau kelompok orang.
- Pelapor adalah Masyarakat yang memberikan informasi kepada Penegak Hukum mengenai adanya dugaan telah terjadi tindak pidana korupsi.
BAB II TATA CARA PELAKSANAAN PERAN SERTA MASYARAKAT
Bagian Kesatu Umum
Pasal 2
(1) Masyarakat dapat berperan serta membantu upaya pencegahan dan pemberantasan tindak pidana korupsi.
(2) Peran serta Masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diwujudkan dalam bentuk:
a. hak mencari, memperoleh, dan memberikan informasi adanya dugaan telah terjadi tindak pidana korupsi;
b. hak untuk memperoleh pelayanan dalam mencari, memperoleh, dan memberikan informasi adanya dugaan telah terjadi tindak pidana korupsi kepada Penegak Hukum yang menangani perkara tindak pidana korupsi;
c. hak menyampaikan saran dan pendapat secara bertanggung jawab kepada Penegak Hukum yang menangani perkara tindak pidana korupsi;
d. hak untuk memperoleh jawaban atas pertanyaan tentang laporan yang diberikan kepada Penegak Hukum; dan
e. hak untuk memperoleh pelindungan hukum.
(3) Hak sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, norma agama, dan norma sosial.
Bagian Kedua Tata Cara Mencari, Memperoleh, dan Memberikan Informasi
Paragraf 1 Tata Cara Mencari dan Memperoleh Informasi
Pasal 3
(1) Masyarakat dapat mencari dan memperoleh informasi mengenai dugaan telah terjadi tindak pidana korupsi dari badan publik atau swasta.
(2) Untuk mencari dan memperoleh informasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Masyarakat mengajukan permohonan kepada pejabat yang berwenang pada badan publik atau swasta.
Pasal 4
(1) Permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (2) dapat disampaikan secara lisan atau tertulis baik melalui media elektronik maupun nonelektronik.
(2) Dalam hal permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan secara lisan, pejabat yang berwenang pada badan publik atau swasta wajib mencatat permohonan secara tertulis.
(3) Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit memuat:
a. identitas diri disertai dengan dokumen pendukung; dan
b. informasi yang sedang dicari dan akan diperoleh dari badan publik atau swasta.
Paragraf 2 Tata Cara Memberikan Informasi
Pasal 5
Masyarakat dapat memberikan informasi mengenai adanya dugaan telah terjadi tindak pidana korupsi kepada:
a. pejabat yang berwenang pada badan publik; dan/atau
b. Penegak Hukum.
Pasal 6
Pemberian informasi kepada pejabat yang berwenang pada badan publik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf a dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 7
(1) Pemberian informasi kepada Penegak Hukum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf b dilakukan dengan membuat laporan.
(2) Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat disampaikan secara lisan atau tertulis baik melalui media elektronik maupun nonelektronik.
(3) Dalam hal laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disampaikan secara lisan, Penegak Hukum atau petugas yang berwenang wajib mencatat laporan secara tertulis.
(4) Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) wajib ditandatangani Pelapor dan Penegak Hukum atau petugas yang berwenang.
Pasal 8
(1) Laporan mengenai dugaan telah terjadi tindak pidana korupsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 paling sedikit memuat:
a. identitas Pelapor; dan
b. uraian mengenai fakta tentang dugaan telah terjadi tindak pidana korupsi
(2) Dalam menyampaikan laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus disertai dengan dokumen pendukung paling sedikit:
a. fotokopi kartu tanda penduduk atau identitas diri yang lain; dan
b. dokumen atau keterangan yang terkait dengan dugaan tindak pidana korupsi yang dilaporkan.
Pasal 9
(1) Penegak Hukum wajib melakukan pemeriksaan terhadap laporan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 secara administratif dan substantif.
(2) Pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dalam waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari kerja terhitung sejak tanggal laporan diterima.
(3) Dalam proses pemeriksaan substantif sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Penegak Hukum dapat meminta keterangan dari Pelapor.
(4) Pemberian keterangan oleh Pelapor sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dapat disampaikan secara lisan dan/atau tertulis.
(5) Dalam hal Pelapor tidak memberikan keterangan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), tindak lanjut laporan ditentukan oleh Penegak Hukum.
(6) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara permintaan dan pemberian keterangan Pelapor sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan ayat (4) diatur dengan peraturan masing-masing pimpinan instansi Penegak Hukum.
Pasal 10
- (1) Pelapor berhak mengajukan pertanyaan tentang laporannya yang diberikan kepada Penegak Hukum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1).
- (2) Penegak Hukum wajib memberikan jawaban atas pertanyaan tentang laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dalam jangka waktu paling lambat 30 (tiga puluh) hari kerja terhitung sejak tanggal pertanyaan diajukan.
- (3) Penyampaian jawaban sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Bagian Ketiga Tata Cara Penyampaian Saran dan Pendapat
Pasal 11
(1) Masyarakat dapat menyampaikan saran dan pendapat kepada Penegak Hukum mengenai penanganan perkara tindak pidana korupsi.
(2) Saran dan pendapat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat disampaikan secara lisan atau tertulis baik melalui media elektronik maupun nonelektronik.
(3) Dalam hal saran dan pendapat sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disampaikan secara lisan, Penegak Hukum wajib mencatat saran dan pendapat secara tertulis.
(4) Saran dan pendapat sebagaimana dimaksud pada ayat (3) wajib ditandatangani oleh pihak yang menyampaikan saran dan pendapat serta Penegak Hukum.
(5) Saran dan pendapat sebagaimana dimaksud pada ayat (2) paling sedikit memuat:
a. identitas diri yang disertai dengan dokumen pendukung; dan
b. saran dan pendapat mengenai penanganan perkara tindak pidana korupsi.
Bagian Keempat Pelindungan Hukum
Pasal 12
(1) Hak untuk memperoleh pelindungan hukum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) huruf e diberikan oleh Penegak Hukum kepada Masyarakat dalam hal:
a. melaksanakan haknya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) huruf a, huruf b, dan huruf c; dan
b. diminta hadir dalam proses penyelidikan, penyidikan, dan pemeriksaan di sidang pengadilan sebagai Pelapor, saksi, atau ahli.
(2) Pelindungan hukum diberikan kepada Pelapor yang laporannya mengandung kebenaran.
(3) Pelindungan hukum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(4) Dalam memberikan pelindungan hukum sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Penegak Hukum dapat bekerja sama dengan Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban.
BAB III TATA CARA PEMBERIAN PENGHARGAAN
Bagian Kesatu Umum
Pasal 13
(1) Masyarakat yang berjasa membantu upaya pencegahan, pemberantasan, atau pengungkapan tindak pidana korupsi diberikan penghargaan.
(2) Penghargaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan kepada:
a. Masyarakat yang secara aktif, konsisten, dan berkelanjutan bergerak di bidang pencegahan tindak pidana korupsi; atau
b. Pelapor.
(3) Penghargaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diberikan dalam bentuk: a. piagam; dan/atau b. premi.
Bagian Kedua Penghargaan dalam rangka Pencegahan
Pasal 14
(1) Penghargaan dalam upaya pencegahan tindak pidana korupsi diberikan kepada Masyarakat yang secara aktif, konsisten, dan berkelanjutan bergerak di bidang pencegahan tindak pidana korupsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (2) huruf a.
(2) Penghargaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan dalam bentuk piagam.
(3) Untuk memberikan penghargaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Penegak Hukum melakukan penilaian berdasarkan laporan kegiatan pencegahan tindak pidana korupsi yang telah dilakukan.
(4) Penilaian sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilakukan secara berkala.
Bagian Ketiga Penghargaan dalam rangka Pemberantasan dan Pengungkapan
Pasal 15
(1) Penghargaan dalam upaya pemberantasan atau pengungkapan tindak pidana korupsi diberikan kepada Pelapor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (2) huruf b.
(2) Penghargaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diberikan dalam bentuk:
a. piagam; dan/atau
b. premi.
(3) Untuk memberikan penghargaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Penegak Hukum melakukan penilaian terhadap tingkat kebenaran laporan yang disampaikan oleh Pelapor dalam upaya pemberantasan atau pengungkapan tindak pidana korupsi.
(4) Penilaian sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilakukan dalam waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari kerja terhitung sejak salinan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap diterima oleh Jaksa.
(5) Penilaian sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dikoordinasikan oleh Jaksa.
Pasal 16
Dalam memberikan penilaian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15, Penegak Hukum mempertimbangkan paling sedikit:
- peran aktif Pelapor dalam mengungkap tindak pidana korupsi;
- kualitas data laporan atau alat bukti; dan
- risiko faktual bagi Pelapor.
Pasal 17
(1) Dalam hal hasil penilaian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 disepakati untuk memberikan penghargaan berupa premi, besaran premi diberikan sebesar 2‰ (dua permil) dari jumlah kerugian keuangan negara yang dapat dikembalikan kepada negara.
(2) Besaran premi yang diberikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling banyak Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah).
(3) Dalam hal tindak pidana korupsi berupa suap, besaran premi diberikan sebesar 2‰ (dua permil) dari nilai uang suap dan/atau uang dari hasil lelang barang rampasan.
(4) Besaran premi yang diberikan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) paling banyak Rp10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah).
Bagian Keempat Prosedur Teknis Pemberian Penghargaan
Pasal 18
(1) Pemberian penghargaan berupa piagam dan/atau premi dilaksanakan berdasarkan hasil penilaian yang ditetapkan dalam keputusan pimpinan instansi Penegak Hukum.
(2) Keputusan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dalam jangka waktu paling lambat 7 (tujuh) hari kerja terhitung sejak tanggal berakhirnya penilaian.
Pasal 19
(1) Pelaksanaan pemberian penghargaan berupa piagam dilakukan dalam jangka waktu paling lambat 7 (tujuh) hari kerja terhitung sejak tanggal keputusan instansi pimpinan Penegak Hukum ditetapkan.
(2) Format piagam sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Pemerintah ini.
Pasal 20
(1) Pelaksanaan pemberian penghargaan berupa premi dilakukan setelah kerugian keuangan negara, uang suap, dan/atau uang dari hasil lelang barang rampasan disetor ke kas negara.
(2) Pengalokasian dan pencairan dana untuk pemberian penghargaan berupa premi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 21
Upaya hukum luar biasa tidak membatalkan pemberian penghargaan kepada Pelapor.
Pasal 22
Dalam hal penerima penghargaan meninggal dunia dan/atau tidak diketahui keberadaannya, penghargaan diberikan kepada ahli warisnya.
Pasal 23
Pemberian penghargaan berupa piagam dan premi dialokasikan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara pada bagian anggaran masing-masing instansi Penegak Hukum.
BAB IV KETENTUAN PENUTUP
Pasal 24
Pada saat Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku, Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2000 tentang Tata Cara Pelaksanaan Peran Serta Masyarakat dan Pemberian Penghargaan dalam Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 144, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3995) dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
Pasal 25
Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Pemerintah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 17 September 2018
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
ttd
JOKO WIDODO