Layanan Konsultasi.

Kami dapat memberikan JASA Nasehat Kebijakan terhadap Kepatuhan terhadap Peraturan Perundang-undangan; Pengadaan Barang/Jasa Konstruksi (Perencanaan - Persiapan - Pelaksanaan - Kontrak); dan Pemenangan Tender. Kami juga membantu membuat Kebijakan Perusahaan (Dokumen Tender & Peraturan Direksi terkait Pengadaan). Hubungi bonatua.766hi@gmail.com

Translate

CARI DI BLOG INI

09 September 2020

LIVE STREAMING - Komisi XI DPR RI Rapat Dengar Pendapat dengan Kepala BP...

27 Agustus 2020

VALUASI PASAR SERTIFIKAT MANAGEMENT

Gaes...melanjutkan topik BISNIS DISEPUTAR TENDER KONSTRUKSI  maka pada kesempatan kali ini coba saya jabarkan seberapa besar valuasi Pasar Sertifikasi Management.

Pasar ini banyak didominasi oleh Lembaga Sertifikasi Swasta namun ada juga BUMN serta Kementrian. Melihat permintaan yang sangat tinggi, kesempatan ini turut pula melahirkan Pasar Informal. Adapun jenis-jenis sertifikat yang ditawarkan saat ini sebagai berikut:

  1. Sertifikat Management Mutu (ISO 9001)
  2. Sertifikat Manajemen Lingkungan (ISO 14001)
  3. Sertifikat Keselamatan dan Kesehatan Kerja (ISO 45001)
  4. Sertifikat Keselamatan dan Kesehatan Kerja versi Kementrian Tenaga Kerja
  5. Sertifikat Anti Suap (ISO)
  6. Sertifikat Building Information Modeling (ISO)
  7. Sertifikat Green Building
Poin 1 s/d 3 biasanya sesuai Standar Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat,  dan biasanya juga dipakai untuk Tender kelas Menengah keatas. Harga di pasar Formal bervariatif tergantung posisi tawar dan besarnya Organisasi yang distandarisasi, untuk versi ISO dikenakan tarif Rp. 40 jt s/d 50 jt diawal tahun dengan masa berlaku selama 3 tahun dan masih dikenakan biaya audit surveillance tahun kedua dan ketiga sebesar 20 s/d 25 jt pertahun. Dipasar Informal biayanya bisa lebih mahal namun ekpress seharga  sekitar 50 jt s/d 60 jt dengan biaya tahunan 20 s/d 25 jt.  
Namun untuk sertifikat versi Kementrian Tenaga Kerja di Pasar Formal harganya bisa diantara  80 jt s/d 100 jt untuk masa berlaku 3 tahun tanpa ada biaya audit surveillance tahun kedua dan ketiga, di Pasar Informal sendiri harganya bisa jatuh lebih murah berkisar sampai 70 jt-an.

Jadi jika ditotal, untuk dapat mengikuti Tender Standar KemenPUPR (minimal sertifikat dari no. 1 s/d 3 diatas) saja maka Penyedia harus Investasi Kertas sebesar 120 jt s/d 150 jt ditambah 40 jt s/d 50 jt untuk masa berlaku selama 3 tahun yang jika ditotal lagi menjadi sebesar 160 jt s/d 200 jt per 3 tahun, atau jika dirata-ratakan berkisar 54 jt s/d 67 jt pertahun.

Dari tambang data yang diambil http://binakonstruksi.pu.go.id/data-bidang-konstruksi/badan-usaha-jasa-konstruksi, diperoleh angka Jumlah Badan Usaha Kualifikasi Menengah keatas sebanyak 123.403 perusahaan, jika diasumsikan semuanya mengurus keempat Sertifikat diatas maka Valuasi Pasar Bisnis ini bisa mencapai 6,6 T s/d 8,3 T pertahun. Jika dibandingkan nilai PBJ yang rata-rata 500 T pertahun maka khusus untuk Sertifikat ini saja sudah menggerus APBN rata-rata 1,5%, biaya ini pastinya sudah dimasukkan penyedia ke perhitungan pada saat memasukkan penawaran harga, btw....bukankan Sertifikat ISO juga barang Import alias licence Luar Negeri yak...brarti dana APBN pasti mengalir ke Luar Negeri? hmmmm jangan-jangan Proses tender juga harus dihitung TKDN nya nih.

Adalah saya, diisi kepala saya, tersimpan pertanyaan BESAR sejauh mana sih konstribusi Sertifikasi tersebut dibutuhkan pada saat pelaksanaan konstruksi terkait masing-masing sertifikasi berikut :

1. Sertifikat Management Mutu
  • Bukankah sudah ada Konsultan Pengawas/Manajemen Konstruksi yang dibayar juga.
  • Bukankah PPK beserta jajaran SKPD terkait, Inspektorat, APH, Wartawan, LSM turut juga mengawasi ?
  • Bukankah selalu ada Daily, Weekly dan Monthly Progress yang artinya Well Management? 
  • Bukankah selalu ada juga Uji mutu barang dan produk jadi? dan 
  • Bukankah selalu ada Pejabat Pemeriksa Hasil Pekerjaan pada saat serah terima?
2. Sertifikat Manajemen Lingkungan
  • Apa sih Limbah yang dihasilkan pada Pekerjaan konstruksi secara umumnya? apakah ada Limbah B3
  • Apa tidak cukup diatur di SOP saja yang berkordinasi dengan Dinas Lingkungan terkait?
  • Sejauh mana dampak Lingkungan dalam proyek, bukankah ini sudah diantisipasi dan menjadi tugas pengguna anggaran pada saat Perencanaan PBJ. 
3. Keselamatan dan Kesehatan Kerja 
  • Bukankah masih sering terjadi kecelakaan kerja meskipun syarat ini sejak dulu  telah ada?
  • Bukankah Para pekerja masih sangat banyak yang tidak menggunakan APD dilapangan? 
  • Bukankah sudah ada Tenaga Ahli dan Petugas K3 yang mengendalikan penerapan K3 dilapangan? 
masih tersisa pertanyan besar lainnya yang tak kalah penting untuk kita jawab yaitu:
  1. Kalolah semua sertifkat management tersebut dihilangkan dari persyaratan tender, bukankah pada saat pelaksanaan Penyedia bisa membayar konsultan yang pakar dibidang Mutu, Lingkungan dan K3?
  2. Seluruh Sertifikat tersebut berlaku untuk orang-orang dikantor Penyedia, faktanya pekerja dilapangan adalah orang yang berbeda...lantas apa syarat Sertifikat tersebut Efektif? bukankah sebaiknya mereka juga harus disertifikasi jika memang tujuan pembuatan syarat-syarat tersebut sesuai dengan sertifikasi pelaksana proyek yang diharapkan.
  3. Jika dipakai ilmu Cocokologi, malah menurut saya semua Produk ISO cocok dipakai dikonstruksi, kenapa tidak diwajibkan saja semua produk luar tersebut? 
Demikianlah artikel singkat ini, semoga pertanyaan diatas bisa dijawab para Regulator dan sebagai Penyedia, sangat besar harapan kami agar Pemerintah menerapkan Tender yang Ekonomi, Efisien dan Efektif. Mari kita wujudkan Pemilihan Penyedia yang bermartabat. Salam.

Melalui Blog ini ijinkan saya berterimakasih yang sebesar-besar kepada Bapak Ir. Mochamad Basoeki Hadimoeljono, M.Sc., Ph.D beserta jajarannya khususnya Direktorat Bina Konstruksi. Tanpa adanya data-data yang dibuka kepublik mustahil kami bisa memonitoring Para Penyedia di PBJ Konstruksi. 



Catt: Perhitungan ini adalah pendekatan praktis yang menggunakan sumber data tidak resmi. 

22 Agustus 2020

PBJ yg tidak tunduk pada PS 16/18 diubah PS 12/21


Masih banyak teman-teman Penyedia bertanya kok PBJ ini diluar ketentuan, dokumen tendernya kok beda, instansi ini kok suka-suka, nah melalui artikel ini coba saya terangkan bahwa ternyata Tidak semua PBJ tunduk pada Peraturan Presiden Nomor 16 Tahun 2018 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (disingkat: PS 16/18) termasuk turunannya. Hal ini menurut saya sudah sangat jelas dikatakan didalam Peraturan Presiden itu sendiri lhoooo. 


Secara umum diterangkan bahwa Ruang lingkup pemberlakuan Peraturan Presiden ini meliputi:

  1. Pengadaan Barang/Jasa di lingkungan Kementerian/Lembaga/Perangkat Daerah yang menggunakan anggaran belanja dari APBN/APBD
  2. Pengadaan Barang/Jasa yang menggunakan anggaran belanja dari APBN/APBD sebagaimana dimaksud pada huruf a, termasuk Pengadaan Barang/Jasa yang sebagian atau seluruh dananya bersumber dari pinjaman dalam negeri dan/atau hibah dalam negeri yang diterima oleh Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah; dan/atau
  3. Pengadaan Barang/Jasa yang menggunakan anggaran belanja dari APBN/APBD sebagaimana dimaksud pada huruf a termasuk Pengadaan Barang/Jasa yang sebagian atau seluruhnya dibiayai dari pinjaman luar negeri atau hibah luar negeri.

Namun ada kecualinya juga nih gaeess, semuanya ditulis pada Bagian Ketiga tentang Pengecualian, khususnya Pasal 61 yang berbunyi:

1.Dikecualikan dari ketentuan dalam Peraturan Presiden ini adalah:
    • Pengadaan Barang/Jasa pada Badan Layanan Umum;
    • Pengadaan Barang/Jasa yang dilaksanakan  berdasarkan tarif yang dipublikasikan secara luas kepada masyarakat;
    • Pengadaan Barang/Jasa yang dilaksanakan sesuai dengan praktik bisnis yang sudah mapan
    • Pengadaan Barang/Jasa yang diatur dengan ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya.
2. Pengadaan Barang/Jasa pada Badan Layanan Umum diatur tersendiri dengan peraturan pimpinan Badan Layanan Umum. 
3. Ketentuan lebih lanjut mengenai pengecualian dalam Pengadaan Barang/Jasa sebagaimana dimaksud pada angka 2, 3, dan 4 diatur dengan Peraturan Kepala Lembaga

Khusus pelaksanaan Pasal 3, LKPP telah mengeluarkan Peraturan nomor 12 tahun 2018 tentang Pedoman Pengadaan Barang/Jasa yang Dikecualikan pada Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (PerLKPP 12/18).

Selanjutnya pada perlem tersebut dijalaskan bahwa :

  1. Dalam hal BLU belum menetapkan peraturan pimpinan BLU, pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa pada BLU berpedoman pada peraturan perundang-undangan dibidang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah 
  2. Pengadaan Barang/Jasa yang dilaksanakan berdasarkan Tarif Barang/Jasa yang dipublikasikan secara luas kepada masyarakat, antara lain: 
    1. Listrik.
    2. Telepon/komunikasi.
    3. Air bersih.
    4. Bahan Bakar Gas.
    5. Bahan Bakar Minyak.
  1. Pengadaan Barang/Jasa yang dilaksanakan sesuai dengan praktik bisnis yang sudah mapanDaftar Barang/Jasa yang pengadaannya dilaksanakan sesuai dengan praktik bisnis yang sudah mapan :

1). Barang/jasa yang pelaksanaan transaksi dan usahanya telah berlaku secara umum dalam persaingan usaha yang sehat, terbuka dan Pemerintah telah menetapkan standar biaya untuk harga barang/jasa tersebut, antara lain:

a) jasa akomodasi hotel.

b) jasa tiket transportasi.

c) langganan koran/majalah.

2). Barang/jasa yang jumlah permintaan atas barang/jasa lebih besar daripada jumlah penawaran (excess demand) dan/atau mekanisme pasar tersendiri sehingga pihak pembeli yang menyampaikan penawaran kepada pihak penjual, antara lain: 

a) keikutsertaan seminar/pelatihan/pendidikan.

b) jurnal/publikasi ilmiah/ penelitian/laporan riset. c) kapal bekas.

c) pesawat bekas.

d) Jasa sewa gedung/gudang.

3). Jasa profesi tertentu yang standar remunerasi/imbalan jasa/honorarium, layanan keahlian, praktik pemasaran, dan kode etik telah ditetapkan oleh perkumpulan profesinya, antara lain:

a) jasa Arbiter.

b) jasa Pengacara/Penasihat Hukum. c) jasa Tenaga Kesehatan.

c) jasa PPAT/Notaris.

d) jasa Auditor.

e) jasa penerjemah/interpreter.

f)  jasa Penilai.

4). Barang/Jasa yang merupakan karya seni dan budaya dan/atau industri kreatif, antara lain:

a)  pembuatan/sewa/pembelian film.

b)  pembuatan/sewa/pembelian iklan layanan masyarakat.

c)  jasa pekerja seni dan budaya.

d)  pembuatan/sewa/pembelian barang/karya seni dan budaya.


4.  Pengadaan Barang/Jasa yang diatur dengan ketentuan Peraturan Perundang-Undangan Lainnya: 

    • Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2007 tentang Cukai;
    • Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2011 tentang Mata Uang
    • Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2012 tentang Industri Pertahanan
    • Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 2013 tentang Tata Cara Pelaksanaan Anggaran Pendapatan Dan Belanja Negara
    • Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2015 tentang Bentuk dan Mekanisme Pendanaan Perguruan Tinggi Negeri Badan Hukum
    • Peraturan Presiden Nomor 11 Tahun 2008 tentang Tata Cara Pengadaan, Penetapan Status, dan Pengalihan Hak atas Rumah Negara
    • Peraturan Presiden Nomor 71 Tahun 2012 sebagaimana diubah terakhir dengan Peraturan Presiden Nomor 148 Tahun 2015 tentang Penyelenggaraan Pengadaan Tanah bagi Pembangunan untuk kepentingan Umum
    • Peraturan Presiden Nomor 75 Tahun 2014 dan Perubahannya tentang Percepatan Penyediaan Infrastruktur Prioritas
    • Peraturan Presiden Nomor 52 tahun 2014 tentang Pengadaan dan Standar Rumah Bagi Mantan Presiden dan/atau Mantan Wakil Presiden
    • Peraturan Presiden Nomor 38 tahun 2015 tentang Kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha
    • Peraturan Presiden Nomor 3 Tahun 2016 tentang Percepatan Pelaksanaan Proyek Strategis Nasional
    • Peraturan Presiden Nomor 48 Tahun 2017 tentang Penyelenggaraan Asian Games XVIII Tahun 2018
    • Peraturan Presiden Nomor 40 Tahun 2018 tentang Pembaruan Sistem Administrasi Perpajakan.
     Terkhusus poin 4 ini, penulis memiliki catatan khusus, sebagaimana kita ketahui bersama bahwa pada tanggal 21 April 2020  telah dikeluarkan Peraturan Pemerintah nomor 22 tahun 2020 tentang Pelaksanaan Undang-Undang  nomor 02 tahun 2017 tentang Jasa konstruksi. Pada Bagian Ketiga tentang Pemilihan dan Penetapan Penyedia Jasa, khususnya pasal 60 s/d 74 sangat jelas memuat ketentuan PBJ Konstruksi disamping itu pada pasal 70 sangat jelas juga disebutkan bahwa Ketentuan lebih lanjut mengenai pemilihan Penyedia Jasa untuk pengadaan Pekerjaan Konstruksi dan jasa Konsultansi Konstruksi; dan pengadaan Pekerjaan Konstruksi Terintegrasi, diatur dalam peraturan Menteri.  Menjadi pertanyaan besar apakah PBJ Konstruksi akankah menjadi pengecualian yang diatur PS 16/18 juga? Perlukah ada penyesuaian PerLKPP 12/18 mengingat PP hierarkinya lebih tinggi dari PS atau apakah KemenPUPR berani melawan perintah PP...ini akan coba saya ulas diartikel berikutnya.  

Selain mengatur Pengecualian yang sama sekali diluar ketentuan PS 16/18, ternyata ada juga sebagian dari kebijakan PBJ nya yang diatur tersendiri diluar peraturan presiden yaitu untuk :

  1. Ketentuan lebih lanjut mengenai bentuk Kontrak dan dokumen pendukung Kontrak  untuk pendanaan yang bersumber dari APBN, dan pemberian kesempatan kepada Penyedia untuk menyelesaikan pekerjaan ditetapkan dengan peraturan menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan negara .
  2. Ketentuan lebih lanjut mengenai dokumen pendukung Kontrak untuk pendanaan yang bersumber dari APBD, dan pemberian kesempatan kepada Penyedia untuk menyelesaikan pekerjaan ditetapkan dengan peraturan menteri yang menyelenggarakan urusan di bidang pemerintahan dalam negeri.

  3. Pedoman dan tata cara Pengadaan Barang/Jasa di Luar Negeri  ditetapkan dengan peraturan menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang luar negeri  
  4. Ketentuan lebih lanjut mengenai Penelitian ditetapkan dengan peraturan menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang riset dan pendidikan


        Demikianlah artikel ini saya sampaikan, semoga kiranya pertanyaan-pertanyaan kok Industry Pertahanan gak ada LPSE-nya?, mau masok PBJ waktu Asian Games XVIII kok gak ngikutin PS 16/18 ? atau kok ada tender di LPSE KemenPUPR yang sumber dananya dari World Bank/Asian Development Bank ga ngikutin Pedoman Standar Dokumen yang berlaku ? semuanya terjawab sekarang...sekian terimakasih.

Catt:

Update 01 Juni 2021

    21 Agustus 2020

    KUE PBJ DI 34 PROVINSI


    Hai teman-teman, salam sehat !!

    Melanjutkan artikel sebelumnya tentang PORSI PENGADAAN BARANG/JASA (PBJ) PADA BELANJA NEGARA yang bisa dilihat juga pada tautan berikut ini : https://www.kebijakanpublikpengadaanbarangjasapemerintah.com/2020/08/porsi-pengadaan-barangjasa-pada-belanja.html , kali ini saya coba masuk lebih ke dalam lagi yaitu berapa besar Porsi PBJ per APBD di setiap Provinsi di Indonesia. 

    Namun sebelum masuk ke pembahasan izinkan saya melalui tulisan ini mengucapkan terimakasih dan apresiasi yang sebesar-besarnya kepada Bapak Dr. Ir. Roni Dwi Susanto., M.Si selaku Kepala LKPP beserta para Jajarannya, tanpa komitmen Keterbukaan Informasi mustahil data-data emas tersebut bisa dinikmati publik termasuk saya. Semoga Kementrian/Lembaga/Pemda se-Indonesia meniru semangat LKPP yang betul-betul Open Data sehingga monitoring dan evaluasi PBJ di NKRI telah telanjang habis....kalo boleh pak... Dokumen Pemenang tender yang sudah habis masa kerahasiaannya secara otomatis dibuka juga di SPSE toh itu juga perintah PS 16/18, Perlem 09/18 dan PM 14/20, selain azas transparansi sangat jelas pula disebutkan bahwa masa kerahasiaan dokumen penawaran adalah sampai Hasil Kualifikasi/Pemenang diumumkan, biar kita-kita masyarakat pemerhati, akademisi dan  penyedia PBJ terutama Para Pembayar Pajak bisa mengawal APBN/APBD dari rumah.

    Back to the topic, berdasarkan kompilasi data Monev LKPP (https://monev.lkpp.go.id/), diperoleh data sebagai berikut:

    dan jika dibuat kedalam bentuk grafik, dihasilkan beberapa ujung jarum yang mencolok sebagai berikut:


    Ternyata Provinsi DKI belanja PBJ nya sangat fantastis ketimbang provinsi lain, rata-rata 20,48 T dalam 3 tahun terakhir pantesan aja adem ayem Penyedia Jasanya dan pastinya rebutan abis agar terpilih jadi Pejabat Pembina-nya. Kalo diandaikan untung para penyedia rata-rata 5% saja..... sudah 1 T duit beredar di Pengusaha.....bolehlah dibagi-bagi 1% aja he3x.

    Dari data diatas, Pusat Pertumbuhan baru muncul diujung Barat Indonesia meskipun Pulau Jawa masih tetap jadi Pusat Pertumbuhan Nasional ....waduh pantesan orang kampung gue pada meranto dimari ya. 

    Terkait sebaran PBJ diatas biar agak nyambung dikit dengan Teori Ilmu Ekonomi Pembangunan Wilayah yang gue pelajari, coba kukutip statement dosen berikut ini:
    "Teori pembangunan yang sampai saat ini masih dipakai meskipun sudah dikembangkan secara lebih canggih adalah teori dari Evsey Domar dan Roy Harrod. Kedua ahli ekonomi yang bekerja secara terpisah ini, mencapai kesimpulan yang sama yakni bahwa pertumbuhan ekonomi ditentukan oleh tingginya tabungan dan investasi. Jika tabungan dan investasi rendah, pertumbuhan ekonomi masyarakat negara tersebut juga akan rendah. Hubungan antara pertumbuhan ekonomi, tabungan dan investasi ini kemudian dirumuskan dalam rumus Harrod-Domar yang sangat terkenal di kalangan para ahli ekonomi pembangunan. "Melihat perbedaan yang tampak antara wilayah-wilayah industri dan wilayah yang sedang berkembang, dibuatlah usaha-usaha untuk menggambarkan tingkat dan macam- macam aspek dari keterbelakangan suatu daerah. Persoalan keterbelakangan kemudian dirumuskan sebagai masalah kekurangan, yakni kekurangan modal." Hubungan yang terjadi antara peningkatan modal serta pergeseran kurva permintaan bisa dijelaskan bahwa kenaikan modal akan membuat masyarakat mampu menghasilkan output potensial yang lebih besar. Hubungan output potensial dengan besarnya stok modal dinamakan ICOR (Incremental Capital Output Ratio). Pengkajian mengenai ICOR menjadi sangat menarik karena ICOR dapat merefleksikan besarnya produktivitas kapital yang pada akhirnya menyangkut besarnya pertumbuhan ekonomi yang bisa dicapai". 

    Menurutku besarnya anggaran PBJ dalam APBD adalah diistilahkan sebagai Investasi yang disebut oleh teori diatas, semakin banyak Investasi di daerah maka akan semakin meninggikan kesejahteraan masyarakat daerahnya dan tentunya kalo sudah sejahtera (wellfare) pastinya akan bisa menabung  pula ". Kalo sudah ada tabungan....cadangan makanan pasti meningkatlah ya apalagi kalo kondisi Covid begini pasti bisa digunakan beli makan. Sekian terimakasih.

    Semoga teman-teman penyedia kebagian Kue Pembangunan di APBD masing-masing.

    Mari kita kawal APBN/D dimulai dari Data, data dan data.


    catt: Gambar diambil dari https://www.bisnis.com/ 

    14 Agustus 2020

    VALUASI PASAR SBU/SKA/SKT

    Melanjutkan artikel singkat saya tentang BISNIS DISEPUTAR TENDER KONSTRUKSI , kita semua jadi kepo seberapa besar Market Value bisnis  yang dikelola LPJK di Indonesia. 

    Berikut ini adalah hasil dan olahan datanya



    Ternyata penjualan Kotornya dari kedua hal diatas saja sudah sebesar Rp. 338.639.566.667/tahun....wah besar banget pantesan saja banyak pihak ribut bahkan sampai ke meja hijau segala, ternyata gitu yang direbutkan, ini belum lagi penghasilan lain-lain loh... seperti biaya-biaya yang dikenakan ke penyedia untuk hal-hal berikut :
    1. Konversi bentuk Portrait ke Landscape
    2. Konversi bentuk Landscape ke Barcode
    3. Konversi bentuk Barcode ke Elektronik
    4. Daftar ulang dari LPJK Non pemerintah ke LPJK binaan KemenPUPR
    pastinya setelah ini pada kepo juga kira-kira pengeluaran LPJK berapa dan kemana saja, untung bersihnya berapa....bukan bermaksud aneh-aneh cuman pikiran nakalku pingin buat usaha sejenis hi3x.

    Btw sebenarnya menurut saya biaya-biaya ini sudah layak digratiskan mengingat:
    • Proses Penerbitan Izin-izin di OSS dan PTSP saja gratis, sudah Layanan ditempatnya OK (ber AC, sofa empuk, teratur, jelas SOP-nya), dilindungi Peraturan Perundang-undangan, Bahan Sertifikat yang dihasilkan berkualitas tinggi & punya pengaman hologram, Hebatnya lagi layanannya Online yang bisa dimonitoring penyedia bahkan menguruspun bisa tanpa tatap muka. Kalopun ada biaya...ya masuknya ke PNBP.
    • Secara Teori dan Praktek, Proses perolehan Sertifikat di PTSP -vs- LPJK bedanya dimana sih ? malah menurutku lebih hebat PTSP yang assesornya memeriksa AKTA, KTP, SKA, SKK, NPWP, SPT, IJAZAH, DOMISILI, KANTOR. 
    • Keahlian mana yang tidak diurus PTSP,  IPTB dan Izin praktek dokterpun dikeluarkan.
    Cukup sekian dulu man teman, semoga artikel ini sampai ke KemenPUPR khususnya Dirjen Binakon, saya tidak butuh popularitas, terkenal, dianggap ahli atau apalah itu. Mari kita sama-sama membangun PBJ khususnya Konstruksi lebih bermartabat dan biarkan saya sebagai penyedia mampu bersaing dan menjalankan usaha dengan berprinsip Value for Money juga seiring dengan prinsip PS 16/18.

    Mohon maaf ada iklan dikit dibawah ini....siapa tahu ada yg butuh Jasa Pasar Informal...Express, saya bantu neruskan doang ya....



    Salam Kebijakan Publik PBJ