Layanan Konsultasi.

Kami dapat memberikan JASA Nasehat Kebijakan terhadap Kepatuhan terhadap Peraturan Perundang-undangan; Pengadaan Barang/Jasa Konstruksi (Perencanaan - Persiapan - Pelaksanaan - Kontrak); dan Pemenangan Tender. Kami juga membantu membuat Kebijakan Perusahaan (Dokumen Tender & Peraturan Direksi terkait Pengadaan). Hubungi bonatua.766hi@gmail.com

Translate

CARI DI BLOG INI

14 Juni 2022

LIVE STREAMING - KOMISI V DPR RI RAKER DENGAN MENTERI PUPR

02 Juni 2022

Masukan Perubahan kedua PS 16/18

    Presiden kembali akan merubah peraturannya untuk yang kedua kalinya yaitu Peraturan Presiden Nomor 16 Tahun 2018 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (PS 16/18). Meskipun perubahan pertamanya yaitu Peraturan Presiden Nomor 12 Tahun 2021 ((PS 16/18') baru diundangkan tanggal  2 Februari 202, namun sepertinya Regulator masih kurang puas dan memandang perlu tuk segera melakukan perubahan. 
    Yang patut kita apresiasi bahwa ternyata Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP) telah membudayakan kegiatan Serap Aspirasi Publik terhadap segala pembentukan Peraturan Perundang-Undangan (PPU) terkait Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (PBJ). Sepanjang ingatan saya, kegiatan ini telah dibudayakan oleh Pemerintah sejak pembentukan PUU turunan dari Undang-Undang nomor 11 tahun 2020 tentang Cipta Kerja, LKPP sendiri telah melakukan kegiatan ini untuk perubahan pertama PS 16/18 dan pergantian Peraturan Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah nomor 09 tahun 2018 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa Melalui Penyedia dan saat ini melakukannya lagi.   
    Sebagai warga negara yang baik saya rasa kita perlu ikut berperan serta berkontribusi memberi masukan, meskipun sebagai orang kebijakan publik saya meyakini bahwa Kebijakan adalah kepentingan dan kepentingan tertinggi pengaturan PBJ adalah APBN/APBD yang volumenya mencapai 1.000 T pertahun. Namun kita harus yakin bahwa masih banyak regulator yang kepentingannya adalah untuk kemakmuran rakyat dan mencegah bocornya Anggaran PBJ yang ditaksir 10% pertahun. Saya merasa perlu menyampaikan saran saya ini demi memperbaiki Sistim PBJ Indonesia yang banyak celahnya, semoga saja didengar.
Berikut adalah salah satu sumbangsih saya demi masa depan indonesia, demi generasi berikutnya. Salam.

Update 03/06/2022: 
Saran sudah kami sampaikan langsung secara Live via zoom dalam acara Serap Aspirasi dalam rangka Perubahan Kedua Atas Peraturan Presiden tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah. Rekamannya bisa ditonton pada link berikut: https://www.youtube.com/watch?v=ygKhGwj5cgE  


























21 Mei 2022

KonPers Dugaan Kolusi Penitipan Merek Pengadaan Pupuk Hayati

14 Mei 2022

SBU terancam Sanksi dan Solusi dari LPJK


    Masih hangat dalam pembicaraan dikalangan masyarakat konstruksi terkait keluarnya Surat Peringatan terhadap 26.629 Badan Usaha Konstruksi (BU) yang terancam diberi sanksi karena Sertifikat BU (SBU) yang dimiliki-nya saat ini sudah tidak memiliki Tenaga Kerja (TK) lagi yang bekerja sebagai Penanggung Jawab Badan Usaha (PJBU); Penanggung Jawab Teknis Badan Usaha (PJTBU); dan/atau Penanggung Jawab Subklasifikasi Badan Usaha (PJSKBU) sebagaimana yang ditur pada Peraturan Pemerintah nomor 05 tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Perizinan Berusaha Berbasis Resiko (PP 05/21). Adapun ketentuan TK tersebut dapat dibaca pada artikel Ketentuan perizinan SBU (klik kursor aktif untuk langsung ke artikel).

    Para TK tersebut dapat menjadi PJSKBU sepanjang telah memiliki Sertifikat Kompetensi Kerja (SKK) minimal jenjang 5 (teknisi/analis) untuk Kualifikasi Kecil, jenjang 6 (teknisi/analis) untuk Kualifikasi Menengah dan jenjang 7 (Ahli Muda) untuk Kualifikasi Besar. Sedangkan untuk menjadi PJTBU, TK harus memiliki SKK minimal jenjang jenjang 6 (teknisi/analis) untuk Kualifikasi Kecil dan jenjang 7 (Ahli Muda) untuk Kualifikasi menengah dan  jenjang 8 (Ahli Madya) untuk Kualifikasi Besar. Untuk lebih jelasnya tentang jenjang dan konversi kualifikasi dapat dibaca diartikel Ketentuan perizinan SKK (klik kursor aktif untuk langsung ke artikel).

Berdasarkan kajian kami, TK tersebut sudah tidak menjadi penanggungjawab BU lagi disebabkan oleh beberapa hal utamanya dikarenakan:

  1. SKK nya sudah habis masa berlakunya.
  2. TK (orang) tersebut bekerja sebagai penanggungjawab di beberapa BU secara bersamaan.
  3. TK tersebut telah pindah ke BU lain.
Untuk mengetahui secara pasti penyebab diatas dapat ditempuh dengan langkah berikut:
  1. Download (file) Excell Daftar nama-nama perusahaan.
  2. Cari apakah nama BU yang dicari ada dalam daftar.
  3. Jika ternyata terdapat, maka masuk ke https://siki.pu.go.id/search/search_badan_usaha, ketik nama BU tersebut.
  4. Jika menemukan hasil maka klik menu Detail (lambang printer warna biru).
  5. Setelah muncul tampilan Detail Badan Usaha, klik menu (tulisan) Tenaga Kerja maka akan tampil nama-nama TK perusahaan tersebut.
  6. Klik satu persatu TK tersebut untuk mengetahui apakah masa berlakunya telah habis atau tidak.
  7. Buka link https://lpjk.pu.go.id/bank-data/Data/pengecekan_tenaga_kerja_dibadan_usaha.
  8. Pada Kolom Search, checklist bagian Nama lalu isikan satu nama TK yang terdaftar pada angka 5 lalu tekan tombol Search.
  9. Akan muncul Nama Badan Usaha tempat TK tersebut dipakai termasuk jabatannya PJT;PJK; PJSK untuk KBLI 2017 atau PJBU; PJTBU; PJSKBU untuk KBLI 2020.

Lantas bagaimana solusinya jika TK bermasalah ? Kementrian Pekerjaan Umum & Perumahan Rakyat selaku Pembina Konstruksi melalui Lembaga Kebijakan Jasa Konstruksi (LPJK) memberikan relaksasi (tempo) bagi BU untuk mengganti TK nya sampai tanggal 9 Juni 2022. Apabila tidak dilakukan perbaikan maka BU bisa dikenakan sanksi sesuai pasal 415 PP 05/21 yaitu berupa:

    1. peringatan tertulis;

    2. pengenaan denda administratif;

    3. penghentian sementara kegiatan berusaha;

    4. daftar hitam; dan/atau

    5. pencabutan Perizinan Berusaha. 

Langkah ini harus kita  apresiasi dan harus dukung demi memperbaiki wajah konstruksi kita yang kembali tercoreng oleh robohnya Gedung Manusia Purbakala di Kabupaten Brebes (12 Mei 2022) padahal baru selesai dibangung, sebelumnya ada juga kejadian serupa dimana Ruko tiga lantai yang digunakan toko ritel modern Alfamart di Kabupaten Banjar ambruk dan memakan banyak korban (19 April 2022).

    Untuk terhindar dari sanksi dan dalam rangka pembinaan Pekerjaan Konstruksi, LPJK telah mengeluarkan surat nomor BK0401-Lk/614 pertanggal 09 Mei 2022  tentang Permohonan Penghapusan/Pencabutan/Penggantian*) Tenaga Kerja yang isinya sebagai berikut:

  1. Permohonan Penghapusan/Pencabutan/Penggantian*) Tenaga Kerja Konstruksi bagi badan usaha dengan SBU KBLI 2017 disampaikan kepada LPJK menggunakan format sebagaimana terlampir.

  2. Permohonan Penghapusan/Pencabutan/Penggantian*) Tenaga Kerja Konstruksi bagi badan usaha dengan SBU KBLI 2020 disampaikan kepada OSS (Kementerian BKPM), dan Portal Perizinan (Pusdatin PUPR) serta ditembuskan kepada LPJK dan LSBU, dapat menggunakan format sebagaimana terlampir dan disertakan pembaharuan Surat Tanggung Jawab Mutlak.

  3. Dalam hal telah tersedia menu penyampaian perubahan data SBU KBLI 2020 pada aplikasi OSS, maka Permohonan Penghapusan/Pencabutan/Penggantian*) Tenaga Kerja Konstruksi sebagaimana dimaksud pada angka 2 mengikuti mekanisme di OSS dan Portal Perizinan PUPR.

  4. Untuk layanan pencabutan/penghapusan/penggantian PJBU/PJT/PJK/PJSK/Tenaga Ahli Tetap tidak dipungut biaya. 

dengan lampiran-lampiran sebagai berikut:


Selamat mencoba dan semoga BU anda tidak termasuk didalamnya. Tentunya kita juga berharap dengan langkah ini maka kedepannya Potret Konstruksi kita semakin baik.


 

08 Mei 2022

PRAKTEK KOLUSI PADA TENDER


 
   Salah satu bentuk tindakan yang dapat mengakibatkan persaingan tidak sehat adalah persekongkolan dalam tender, yang merupakan salah satu bentuk kegiatan yang dilarang oleh Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 (UU 05/99) tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha sebagaimana telah diubah pertama kali oleh Pasal 118 Undang-Undang nomor 11 tahun 2020 tentang Cipta Kerja. Menurut Peraturan Komisi Pengawas Persaingan Usaha nomor 2 tahun 2010 tentang Pedoman Pasal 22 UU 05/99 Larangan Persekongkolan Tender bahwa prinsip umum yang perlu diperhatikan dalam tender adalah transparansi, penghargaan atas uang, kompetisi yang efektif dan terbuka, negosiasi yang adil, akuntabilitas dan proses penilaian, dan non-diskriminatif. Sejalan dengan hal tersebut, UU 05/99 juga mengatur tentang larangan persekongkolan dalam tender sebagaimana digariskan pada Pasal 22.


Pasal 22

Pelaku usaha dilarang bersekongkol dengan pihak lain untuk mengatur dan atau menentukan pemenang tender sehingga dapat mengakibatkan terjadinya persaingan usaha tidak sehat. 


    Persekongkolan dalam tender tersebut dapat terjadi melalui kesepakatan- kesepakatan, baik tertulis maupun tidak tertulis. Persekongkolan ini mencakup manipulasi lelang atau kolusi dalam tender (collusive tender) yang dapat terjadi melalui kesepakatan antar pelaku usaha, antar pemilik pekerjaan maupun antar kedua pihak tersebut. Kolusi atau persekongkolan dalam tender ini bertujuan untuk membatasi pesaing lain yang potensial untuk berusaha dalam pasar bersangkutan dengan cara menentukan pemenang tender. Persekongkolan tersebut dapat terjadi di setiap tahapan proses tender, mulai dari perencanaan dan pembuatan persyaratan oleh pelaksana atau panitia tender, penyesuaian dokumen tender antara peserta tender, hingga pengumuman tender.

    Praktek persekongkolan dalam tender ini dilarang karena dapat menimbulkan persaingan tidak sehat dan bertentangan dengan tujuan dilaksanakannya tender tersebut, yaitu untuk memberikan kesempatan yang sama kepada pelaku usaha agar dapat ikut menawarkan harga dan kualitas yang bersaing. Sehingga pada akhirnya dalam pelaksanaan proses tender tersebut akan didapatkan harga yang termurah dengan kualitas yang terbaik.

Pengaturan pemenang tender tersebut banyak ditemukan pada pelaksanaan pengadaan barang dan atau jasa yang dilaksanakan oleh pemerintah pusat atau pemerintah daerah (government procurement), BUMN, dan perusahaan swasta. Untuk itu Pasal 22 UU No. 5/1999 tidak hanya mencakup kegiatan pengadaan yang dilakukan oleh Pemerintah, tetapi juga kegiatan pengadaan yang dilakukan oleh perusahaan negara (BUMN/BUMD) dan perusahaan swasta.

    Tender adalah tawaran mengajukan harga untuk memborong suatu pekerjaan, untuk mengadakan barang-barang atau untuk menyediakan jasa. Dalam hal ini tidak disebut jumlah yang mengajukan penawaran (oleh beberapa atau oleh satu pelaku usaha dalam hal penunjukan/pemilihan langsung). Pengertian tender tersebut mencakup tawaran mengajukan harga untuk:
  1. Memborong atau melaksanakan suatu pekerjaan.
  2. Mengadakan barang dan atau jasa.
  3. Membeli suatu barang dan atau jasa.
  4. Menjual suatu barang dan atau jasa.
Berdasarkan definisi tersebut, maka cakupan dasar penerapan pasal 22 UU No. 5/1999 adalah tender atau tawaran mengajukan harga yang dapat dilakukan melalui;
  1. Tender terbuka,
  2. Tender terbatas,
  3. Pelelangan umum, dan
  4. Pelelangan terbatas.
Berdasarkan cakupan dasar penerapan ini, maka pemilihan langsung dan penunjukan langsung yang merupakan bagian dari proses tender/lelang juga tercakup dalam penerapan pasal 22 UU No. 5/1999. 

Indikasi Persekongkolan dalam Tender

Tender yang berpotensi menciptakan persaingan usaha tidak sehat atau menghambat persaingan usaha adalah:
  • Tender yang bersifat tertutup atau tidak transparan dan tidak diumumkan secara luas, sehingga mengakibatkan para pelaku usaha yang berminat dan memenuhi kualifikasi tidak dapat mengikutinya;
  • Tender bersifat diskriminatif dan tidak dapat diikuti oleh semua pelaku usaha dengan kompetensi yang sama;
  • Tender dengan persyaratan dan spesifikasi teknis atau merek yang mengarah kepada pelaku usaha tertentu sehingga menghambat pelaku usaha lain untuk ikut.
Untuk mengetahui telah terjadi tidaknya suatu persekongkolan dalam tender, berikut dijelaskan berbagai indikasi persekongkolan yang sering dijumpai pada pelaksanaan tender. Perlu diperhatikan bahwa, hal- hal berikut ini merupakan indikasi persekongkolan, sedangkan bentuk atau perilaku persekongkolan maupun ada tidaknya persekongkolan tersebut harus dibuktikan melalui pemeriksaan oleh Tim Pemeriksa atau Majelis Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU).

1. Indikasi persekongkolan pada saat perencanaan, antara lain meliputi:
  • Pemilihan metode pengadaan yang menghindari pelaksanaan tender/lelang secara terbuka.
  • Pencantuman spesifikasi teknik, jumlah, mutu, dan/atau waktu penyerahan barang yang akan ditawarkan atau dijual atau dilelang yang hanya dapat disuplai oleh satu pelaku usaha tertentu.
  • Tender/lelang dibuat dalam paket yang hanya satu atau dua peserta tertentu yang dapat mengikuti/melaksanakannya.
  • Ada keterkaitan antara sumber pendanaan dan asal barang/ jasa.
  • Nilai uang jaminan lelang ditetapkan jauh lebih tinggi dari pada nilai dasar lelang.
  • Penetapan tempat dan waktu lelang yang sulit dicapai dan diikuti.
2. Indikasi persekongkolan pada saat pembentukan Panitia, antara lain meliputi:
  • Panitia yang dipilih tidak memiliki kualifikasi yang dibutuhkan sehingga mudah dipengaruhi.
  • Panitia terafiliasi dengan pelaku usaha tertentu.
  • Susunan dan kinerja Panitia tidak diumumkan atau cenderung ditutup-tutupi.
3. Indikasi persekongkolan pada saat prakualifikasi perusahaan atau pra lelang, antara lain meliputi:
  • Persyaratan untuk mengikuti prakualififasi membatasi dan/ atau mengarah kepada pelaku usaha tertentu.
  • Adanya kesepakatan dengan pelaku usaha tertentu mengenai spesifikasi, merek, jumlah, tempat, dan/atau waktu penyerahan barang dan jasa yang akan ditender atau dilelangkan.
  • Adanya kesepakatan mengenai cara, tempat, dan/atau waktu pengumuman tender/lelang.
  • Adanya pelaku usaha yang diluluskan dalam prakualifikasi walaupun tidak atau kurang memenuhi persyaratan yang telah ditetapkan.
  • Panitia memberikan perlakukan khusus/istimewa kepada pelaku usaha tertentu.
  • Adanya persyaratan tambahan yang dibuat setelah pra- kualifikasi dan tidak diberitahukan kepada semua peserta.
  • Adanya pemegang saham yang sama diantara peserta atau Panitia atau pemberi pekerjaan maupun pihak lain yang terkait langsung dengan tender/lelang (benturan kepentingan).
4. Indikasi persekongkolan pada saat pembuatan persyaratan untuk mengikuti tender/lelang maupun pada saat penyusunan dokumen tender/lelang, antara lain meliputi adanya persyaratan tender/ lelang yang mengarah kepada pelaku usaha tertentu terkait dengan sertifikasi barang, mutu, kapasitas dan waktu penyerahan yang harus dipenuhi.

5. Indikasi persekongkolan pada saat pengumuman tender atau lelang, antara lain meliputi:
  • Jangka waktu pengumuman tender/lelang yang sangat terbatas.
  • Informasi dalam pengumuman tender/lelang dengan sengaja dibuat tidak lengkap dan tidak memadai. Sementara, informasi yang lebih lengkap diberikan hanya kepada pelaku usaha tertentu.
  • Pengumuman tender/lelang dilakukan melalui media dengan jangkauan yang sangat terbatas, misalnya pada surat kabar yang tidak dikenal ataupun pada papan pengumuman yang jarang dilihat publik atau pada surat kabar dengan jumlah eksemplar yang tidak menjangkau sebagian besar target yang diinginkan.
  • Pengumuman tender/lelang dimuat pada surat kabar dengan ukuran iklan yang sangat kecil atau pada bagian/lay-out surat kabar yang seringkali dilewatkan oleh pembaca yang menjadi target tender/lelang.

6. Indikasi persekongkolan pada saat pengambilan dokumen tender/ lelang, antara lain meliputi:
  • Dokumen tender/lelang yang diberikan tidak sama bagi seluruh calon peserta tender/lelang.
  • Waktu pengambilan dokumen tender/lelang yang diberikan sangat terbatas.
  • Alamat atau tempat pengambilan dokumen tender/lelang sulit ditemukan oleh calon peserta tender/lelang.
  • Panitia memindahkan tempat pengambilan dokumen tender/lelang secara tiba-tiba menjelang penutupan waktu pengambilan dan perubahan tersebut tidak diumumkan secara terbuka.
7.Indikasi persekongkolan pada saat penentuan Harga Perkiraan Sendiri atau harga dasar lelang, antara lain meliputi:
  • Adanya dua atau lebih harga perkiraan sendiri atau harga dasar atas satu produk atau jasa yang ditender/dilelangkan.
  • Harga perkiraan sendiri atau harga dasar hanya diberikan kepada pelaku usaha tertentu.
  • Harga perkiraan sendiri atau harga dasar ditentukan berdasarkan pertimbangan yang tidak jelas dan tidak wajar.
8. Indikasi persekongkolan pada saat penjelasan tender atau open house lelang, antara lain meliputi:
  • Informasi atas barang/jasa yang ditender atau dilelang tidak jelas dan cenderung ditutupi.
  • Penjelasan tender/lelang dapat diterima oleh pelaku usaha yang terbatas sementara sebagian besar calon peserta lainnya tidak dapat menyetujuinya.
  • Panitia bekerja secara tertutup dan tidak memberi layanan atau informasi yang seharusnya diberikan secara terbuka.
  • Salah satu calon peserta tender/lelang melakukan pertemuan tertutup dengan Panitia.

9. Indikasi persekongkolan pada saat penyerahan dan pembukaan dokumen atau kotak penawaran tender/lelang, antara lain meliputi:
  • Adanya dokumen penawaran yang diterima setelah batas waktu.
  • Adanya dokumen yang dimasukkan dalam satu amplop bersama-sama dengan penawaran peserta tender/lelang yang lain.
  • Adanya penawaran yang diterima oleh Panitia dari pelaku usaha yang tidak mengikuti atau tidak lulus dalam proses kualifikasi atau proses administrasi.
  • Terdapat penyesuaian harga penawaran pada saat-saat akhir sebelum memasukkan penawaran.
  • Adanya pemindahan lokasi/tempat penyerahan dokumen penawaran secara tiba-tiba tanpa pengumuman secara terbuka.
10. Indikasi persekongkolan pada saat evaluasi dan penetapan pemenang tender/lelang, antara lain meliputi:
  • Jumlah peserta tender/lelang yang lebih sedikit dari jumlah peserta tender/lelang dalam tender atau lelang sebelumnya.
  • Harga yang dimenangkan jauh lebih tinggi atau lebih rendah dari harga tender/lelang sebelumnya oleh perusahaan atau pelaku usaha yang sama.
  • Para peserta tender/lelang memasukkan harga penawaran yang hampir sama.
  • Peserta tender/lelang yang sama, dalam tender atau lelang yang berbeda mengajukan harga yang berbeda untuk barang yang sama, tanpa alasan yang logis untuk menjelaskan perbedaan tersebut.
  • Panitia cenderung untuk memberi keistimewaan pada peserta tender/lelang tertentu.
  • Adanya beberapa dokumen penawaran tender/lelang yang mirip.
  • Adanya dokumen penawaran yang ditukar atau dimodifikasi oleh Panitia.
  • Proses evaluasi dilakukan ditempat yang terpencil dan tersembunyi.
  • Perilaku dan penawaran para peserta tender/lelang dalam memasukkan penawaran mengikuti pola yang sama dengan beberapa tender atau lelang sebelumnya.
11. Indikasi persekongkolan pada saat pengumuman calon pemenang, antara lain meliputi:
  • Pengumuman diumumkan secara terbatas sehingga pengumuman tersebut tidak diketahui secara optimal oleh pelaku usaha yang memenuhi persyaratan, misalnya diumumkan pada media massa yang tidak jelas atau diumumkan melalui faksimili dengan nama pengirim yang kurang jelas.
  • Tanggal pengumuan tender/lelang ditunda dengan alasan yang tidak jelas.
  • Peserta tender/lelang memenangkan tender atau lelang cenderung berdasarkan giliran yang tetap.
  • Ada peserta tender/lelang yang memenangkan tender atau lelang secara terus menerus di wilayah tertentu.
  • Ada selisih harga yang besar antara harga yang diajukan pemenang tender/lelang dengan harga penawaran peserta lainnya, dengan alasan yang tidak wajar atau tidak dapat dijelaskan.
12. Indikasi persekongkolan pada saat pengajuan sanggahan, antara lain meliputi:
  • Panitia tidak menanggapi sanggahan peserta tender/lelang.
  • Panitia cenderung menutup-nutupi proses dan hasil evaluasi.
13. Indikasi persekongkolan pada saat penunjukan pemenang tender/ lelang dan penandatanganan kontrak, antara lain meliputi:
  • Surat penunjukan pemenang tender/lelang telah dikeluarkan sebelum proses sanggahan diselesaikan.
  • Penerbitan surat penunjukan pemenang tender/ lelang mengalami penundaan tanpa alasan yang dapat dipertanggungjawabkan.
  • Surat penunjukan pemenang tender/lelang tidak lengkap.
  • Konsep kontrak dibuat dengan menghilangkan hal- hal penting yang seharusnya menjadi bagian yang tidak terpisahkan dalam kontrak.
  • Penandatanganan kontrak dilakukan secara tertutup.
  • Penandatanganan kontrak mengalami penundaan tanpa alasan yang tidak dapat dijelaskan.
14. Indikasi persekongkolan pada saat pelaksanaan dan evaluasi pelaksanaan, antara lain meliputi:
  • Pemenang tender/lelang mensub-contractkan pekerjaan kepada perusahaan lain atau peserta tender/lelang yang kalah dalam tender atau lelang tersebut;
  • Volume atau nilai proyek yang diserahkan tidak sesuai dengan ketentuan awal, tanpa alasan yang dapat dipertanggungjawabkan.
  • Hasil pengerjaan tidak sesuai atau lebih rendah dibandingkan dengan ketentuan yang diatur dalam spesifikasi teknis, tanpa alasan yang dapat dipertanggungjawabkan. 

Referensi : 
  1. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha sebagaimana telah diubah pertama kali oleh Pasal 118 Undang-Undang nomor 11 tahun 2020 tentang Cipta Kerja.
  2. Peraturan KPPU Nomor 2 Tahun 2010 Tentang Pedoman Pasal 22 Tentang Larangan Persekongkolan dalam Tender.