Layanan Konsultasi.

Kami dapat memberikan JASA Nasehat Kebijakan terhadap Kepatuhan terhadap Peraturan Perundang-undangan; Pengadaan Barang/Jasa Konstruksi (Perencanaan - Persiapan - Pelaksanaan - Kontrak); dan Pemenangan Tender. Kami juga membantu membuat Kebijakan Perusahaan (Dokumen Tender & Peraturan Direksi terkait Pengadaan). Hubungi bonatua.766hi@gmail.com

Translate

CARI DI BLOG INI

22 April 2022

Kemudahan Usaha Mikro Kecil dalam Pengupahan

    


    Masih terkait tentang Kemudahan, Perlindungan, dan Pemberdayaan 
Usaha Mikro Kecil (UMK) sebagaimana pernah saya bahas di artikel Kemudahan, Perlindungan, dan Pemberdayaan UMK dalam PBJ-P dan KAJIAN INPRES 02/2021 : PERCEPATAN PENINGKATAN PENGGUNAAN PRODUK DALAM NEGERI DAN PRODUK UMK DAN KOPERASI DALAM RANGKA MENYUKSESKAN GERAKAN NASIONAL BANGGA BUATAN INDONESIA PADA PELAKSANAAN PBJ-P, maka kali ini saya akan kupas bagaimana Kemudahan UMK dalam hal Upah Pekerja sebagai salah satu urusan yang masuk di Undang-Undang (UU) Cipta Kerja.

    Upah Kerja secara khusus diatur pada Peraturan Pemerintah (PP) nomor 36 tahun tentang Pengupahan yang menggantikan peraturan sebelumnya yaitu PP nomor 78 tahun 2015 tentang Pengupahan. PP 36 merupakan aturan pelaksanaan dari UU Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan sebagaimana telah diubah oleh pasal 81 pada UU nomor 11 tahun 2020 tentang Cipta Kerja. 

    Upah adalah hak Pekerja/Buruh yang diterima dan dinyatakan dalam bentuk uang sebagai imbalan dari Pengusaha atau pemberi kerja kepada Pekerja/Buruh yang ditetapkan dan dibayarkan menurut suatu Perjanjian Kerja, kesepakatan, atau peraturan perundang-undangan, termasuk tunjangan bagi Pekerja/Buruh dan keluarganya atas suatu pekerjaan dan/atau jasa yang telah atau akan dilakukan.     Pemerintah dalam merencanakan Pagu ataupun Harga Perkiraan Sendiri (HPS) belanja Barang/Jasa-nya membutuhkan besaran Upah sebagai salah satu komponen selain Harga Material/barang, transportasi dan lain-lain. Penyedia dalam hal menyusun Harga juga memakai besaran Upah dalam memberikan harga penawaran. 

    Standar upah yang dipakai Penyedia Konstruksi lebih fleksible karena tergantung kesepakatan dengan calon pekerja, pimpinan pekerja atau bahkan pemborong upah. Kesepakatan itu biasanya membicarakan biaya transportasi, tempat tinggal, makanan, lembur, safety tools seperti baju, helm, sepatu, sarung tangan. Dalam banyak hal, pengupahan pada Jasa Konstruksi tidak bisa disamaratakan dengan pengupahan Buruh di Industri lain seperti Pabrik, Kantor dan lainnya mengingat durasi pekerjaan Industri Konstruksi yang pendek. Mungkin bisa saja proyek berlangsung 2 tahun atau lebih, namun setiap tahapan pekerjaan sudah harus selesai untuk masuk ke tahap berikutnya. Sebagai contoh Tahapan Struktur akan bisa dilakukan jika tahapan pekerjaan tanah telah rampung, dalam hal ini pekerja tanah akan diputus karena keahliannya tidak dapat dipakai di pekerjaan struktur. Oleh karena itu sangat penting membicarakan dan menyepakati segala hal terkait Upah yang diberikan kepada pekerja.

    Sebagai pemerhati nasib UMK di Pasar Pengadaan barang/Jasa Pemerintah (PBJ), ternyata filosofi kebijakan pemberian Kemudahan bagi UMK tetap tercermin di Peraturan ini bahkan sangking khususnya dimuat pada satu bab khusus yaitu Bab VI yang terdiri dari pasal 36, 37 dan 38 yang berbunyi sebagai berikut: 

  1. BAB VI
    UPAH TERENDAH PADA USAHA MIKRO DAN USAHA KECIL

    Pasal 36

  1. (1)  Ketentuan Upah minimum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 sampai dengan Pasal 35 dikecualikan bagi usaha mikro dan usaha kecil.

  2. (2)  Upah pada usaha mikro dan usaha kecil ditetapkan berdasarkan kesepakatan antara Pengusaha dengan Pekerja/Buruh di Perusahaan dengan ketentuan:

    1. paling sedikit sebesar 50% (lima puluh persen) dari rata-rata konsumsi masyarakat di tingkat provinsi; dan

    2. nilai Upah yang disepakati paling sedikit 25% (dua puluh lima persen) di atas garis kemiskinan di tingkat provinsi.

  3. (3)  Rata-rata konsumsi masyarakat dan garis kemiskinan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a dan huruf b menggunakan data yang bersumber dari lembaga yang berwenang di bidang statistik.

  4. Pasal 37

  5. Usaha mikro dan usaha kecil sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 ayat (1) harus memenuhi kriteria tertentu yang ditetapkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

  6. Pasal 38

  7. Usaha mikro dan usaha kecil yang dikecualikan dari ketentuan Upah minimum wajib mempertimbangkan faktor sebagai berikut:

  8. a. mengandalkan sumber daya tradisional; dan/atau

  9. b. tidak bergerak pada usaha berteknologi tinggi dan tidak padat modal. 

  10. Bagaimana penjelasan atas pasal tersebut diatas ternyata pada Penjelasan atas PP 36 dinyatakan "Cukup Jelas" sehingga seharusnya tidak perlu ditafsirkan kembali.

Lantas bagaimana kaitannya pada PBJ ? 

 Dalam hal penyusunan harga pemerintah pada PBJ, selalu mengacu kepada standar upah minimum dimana selanjutnya setelah memasuki tahap pemilihan penyedia seperti tender, maka salah satu komponen yang dievaluasi adalah upah pekerja yang ditawarkan. Berbeda dengan penyedia, upah yang dipakai justru memakai harga yang disepakati dengan para pekerjanya, kesepakatan ini biasanya cenderung jauh lebih murah karena adanya sistem borongan upah/mandoran atau bahkan ada  yang malahan dikerjakan langsung oleh pemilik/keluarga pengusaha tersebut.

Khusus untuk Jasa konstruksi, sifat pekerjaannya adalah Padat Karya sehingga apabila pekerjaannya dilakukan oleh UMK maka pengecualian pada Bab VI PP 36 memenuhi syarat sehingga tidak harus mengikuti ketentuan tentang upah minimum provinsi. Ini berdampak kepada penerapan prosedur analisa harga satuan pekerjaan pada penawaran yang diajukan oleh UMK tidak dapat diterapkan. Tentunya ini demi kepastian hukum tentang pemberian pemberian kemudahan dalam berusaha khususnya penggunaan produk dalam negeri yang dikerjakan oleh pengusaha mikro dan kecil.

21 April 2022

Procurement System in Indonesia

    The highest policy governing procurement in Indonesia is regulated by Regulation of The President of The Republic of Indonesia number 12 of 2021 on Amendment to Regulation of the President of The Republic of Indonesia Number 16 of 2018 On Government Procurement.  For the official translation, please by pressing the active sentence in the following article:
  1. The President of The Republic of Indonesia number 12 of 2021 
  2. The Republic of Indonesia Number 16 of 2018
    These regulations have changed and replaced the previous regulations a lot, besides that the latest regulations also lowered many implementing regulations. To find out the early history of the emergence of applicable regulations and implementing rules, you can read the article on PBJ's Public Policy from time to time by pressing the active sentence.

12 April 2022

Sistem pengadaan publik di Prancis


Perundang-undangan yang relevan di Perancis terdiri dari Ordinance no. 2015-899 23.07.2015 yang berisi kerangka hukum keseluruhan untuk pengadaan publik di Perancis, Decree no. 2016-360 tanggal 25.03.2016, yang berisi rincian dan aturan untuk penerapan Ordinance dan Decreen no.2017-516 tanggal 10.04.2017 yang mengubah Decree 2016-360 tanggal 25.03.2016. Seperti negara-negara lain di UE, undang-undang pengadaan Prancis mengubah aturan di tingkat Eropa. Ketentuan hukum ini mengacu pada UE dan perjanjian internasional di mana UE menjadi bagiannya (Holterbach, K., Dubrulle, J., B., 2018). Masih menurut penulis yang sama, prinsip-prinsip pengadaan publik di Prancis adalah:

  1. Transparansi dimana otoritas kontraktor harus mengkomunikasikan terlebih dahulu semua elemen penting dari pengadaan;
  2. Perlakuan yang sama di mana otoritas kontraktor akan menyediakan informasi yang sama kepada calon peserta tender;
  3. Akses terbuka dan tidak terbatas ke prosedur pengadaan: pengumuman publik dan kompetisi adalah wajib untuk memungkinkan calon tender bersaing; 
  4. Efisiensi penggunaan dana publik 

Aspek ini penting karena ketika terjadi situasi/masalah tertentu (yang tidak diatur), harus diselesaikan sesuai dengan prinsip. Dengan kata lain, prinsip-prinsip harus selalu dihormati, dalam kondisi di mana tujuan dapat dicapai atau tidak, tergantung pada kasusnya. Dari sudut pandang ini, undang- undang di Prancis bertujuan untuk mendapatkan efek maksimum untuk sumber daya yang dikonsumsi (dana anggaran).

Di Prancis, peraturan dan keputusan tersebut berlaku jika otoritas kontrak ingin membeli layanan, pekerjaan atau produk yang nilainya melebihi 25.000 Euro. Ambang nilai (tidak termasuk PPN) untuk prosedur pengadaan di Prancis adalah sebagai berikut:

  1. 25.000 Euro (sekitar 412 jt) untuk Pengadaan langsung (bukan prosedur)
  2. 135.000 Euro (sekitar 2,22 M) untuk produk dan layanan yang dibeli oleh otoritas negara bagian dan lembaga administratif;
  3. 209.000 Euro (sekitar 3,44 M) untuk produk atau layanan yang dibeli oleh otoritas lokal dan lembaga administratif mereka;
  4. 418,000 Euro (sekitar 6,89 M) untuk pembelian sektoral atau pertahanan
  5. 5.225.000 Euro (sekitar 86,2 M) untuk pekerjaan.

Ketika nilai perkiraan tidak melebihi 25.000 Euro, tidak perlu melakukan prosedur (tender). Jika perkiraan nilai antara 25.000 Euro dan ambang batas yang disebutkan, otoritas kontraktor dapat melakukan prosedur sesuai dengan prinsip-prinsip perlakuan yang sama, akses terbuka dan transparansi (tanpa persyaratan ini menjadi kewajiban). Ketika nilai perkiraan melebihi ambang batas pada angka 2 sampai 6 diatas maka AWARD PROCEDURE (AW) harus diterapkan.

Menurut Holterbach, K. dan Dubrulle, J., B., (2018), di Prancis, AW dapat mengambil bentuk berikut:

  1. Panggilan untuk tender ("appel d'offre") 
  2. Prosedur kompetitif dengan negosiasi;
  3. Dialog kompetitif.

kriteria penghargaan, faktor penilaian, bobotnya, atau algoritme perhitungannya diterbitkan dalam dokumentasi penghargaan dan tidak dapat diubah selama prosedur. Kriteria penghargaan dalam hukum Prancis adalah:

  1. kriteria tradisional "harga terendah" di mana penawar yang memberikan harga terendah dinyatakan sebagai pemenang;
  2. "rasio harga kualitas terbaik";
  3. "biaya terendah", biaya yang ditetapkan pada siklus hidup produk dan terdiri dari biaya produksi, biaya operasi (penggunaan), biaya pemeliharaan dan biaya siklus akhir hidup .

Di Prancis, tender sering dianalisis menggunakan faktor penilaian seperti kualitas, jangka waktu pengiriman, kualitas tim tender yang melakukan kontrak, aspek pembangunan berkelanjutan, perlindungan lingkungan, perlindungan sosial, inklusi sosial, keanekaragaman hayati. Seperti dapat dilihat, di Prancis tidak ada kriteria rasio kualitas-biaya terbaik. 

Dari apa yang dapat dilihat, cara menghitung harga yang luar biasa rendah di Prancis sangat tepat tanpa meninggalkan apresiasi sewenang-wenang dari otoritas kontrak. Dari sudut pandang ini, sehubungan dengan harga yang luar biasa rendah, undang-undang Prancis  menghilangkan kesewenang-wenangan dan sepatutnya menerapkan prinsip perlakuan yang sama dari tender. 

The situation of the main characteristics of public procurement systems in France 

Sources: SACEU - France, (2014) - Public procurement - Study on administrative capacity in the EU - France Country Profile; National Agency for Public Procurement (ANAP) - Indicators to monitor the effectiveness of procurement procedures completed by contract/framework contract in 2017 

Sistem pengadaan publik di Prancis berada di bawah tanggung jawab Kementerian Ekonomi dan Keuangan (MINEFI - Ministere de l'Economie des Finances et de l'Industrie), dengan lembaga pengadaan terpusat, Agen pengadaan yaitu Union for Grouping Procurement (UGAP - Union des Groupements d'Achats Publics) di tingkat nasional. 

Di Prancis, prosedur pengadaan dilakukan oleh sekitar 200.000 pekerja dari pemerintah pusat, pemerintah daerah, departemen kota, struktur, struktur antar kota, dan lembaga kesehatan. Staf pengadaan publik dilatih di empat sekolah layanan publik utama: di tingkat pusat, Sekolah Administrasi Nasional (ENA– Ecole Nationale d'Aministration), dan di tingkat teritorial, Institut Nasional untuk Studi Teritorial (INET– Institut National de Etudes Territoriales), Pusat Layanan Publik Teritorial Nasional (CNFPT– Center National de la Fonction Publique Territoriale) dan untuk layanan kesehatan (rumah sakit) Sekolah Kesehatan Masyarakat Nasional (EHESP – Ecole des Hautes Etudes en Sante Publique (SACEU - Prancis, 2014) ).

Sumber :
Holterbach, K., Dubrulle, J., B. (2018) Public Procurement 2018/France (ICLG - Internațional Comparative Legal Guides)

Kebijakan sistem PBJ disana sangat jauh berbeda dari yang kita anut, namun seperti kata Pepatah "Hasil tidak akan pernah menghianati Proses", begitu pula hasil dari Proses PBJ mereka yang saya liput  langsung dikota Paris.
 
Gambar Pagar Proyek pada saat ada pekerjaan perbaikan saluran ditepi jalan, fokus pada warna Pagar Hijau dan hitam dan bandingkan dengan Pagar Proyek kita (Paris, 9 Juli 2019).


Gambar Menara Eiffel ditepi sungai Seine, sungai ditengah kota tak berbau, konstruksi bangunan sipil yang baik disepanjang tepi sungai dan menjadi moda transportasi air, tanpa sistem PBJ yang tepat mustahil pelayanan publik disana bisa berjalan dengan baik (Paris, 10 Juli 2019).

Reference:

Ionel PREDA, "Comparative Analysis of the Characteristics of Public Procurement Systems in Germany, France and Romania"

10 April 2022

In-HOUSE PROCUREMENT exception: threat for sustainable procedure of Public procurement?

Pengecualian pengadaan in-House (Swakelola), ancaman bagi prosedur pengadaan publik yang berkelanjutan?


    Lagi panas perdebatan Kebijakan in-House, banyak menuai protes dari para pelaku Usaha Mikro dan Kecil, uniknya perdebatan menjadi tidak ilmiah, tidak sehat bahkan berujung saling menyalahkan. Untuk itu saya coba mencari suatu referensi kajian akademis yang menurut saya dapat menjadi bahan pertimbangan in-House tersebut sebaiknya diapakan. Good News-nya ternyata Parlemen dan Dewan Uni Eropa (UE) pada tahun 2014 telah mencabut Directive 2004/18/EC dan menyatakan in-House adalah pengadaan pengecualian yang dilaksanakan secara Super Ketat sebagaimana diatur pada Pasal 12 Directive 2014/24/EU. Di beberapa Universitas yang terdapat di UE telah mengkaji kerugian dari in-House ini dan salah satunya coba saya sajikan ulang yaitu dari Jurnal In-HOUSE PROCUREMENT exception: threat for sustainable procedure of Public procurement? oleh Virginijus Kanapinskas dkk. Dari jurnal ini coba saya kutip kesimpulannya saja namun saya tetap menyarankan agar kita semua membaca versi jurnal aslinya dengan mengklik disini

Abstrak:

 
    Artikel ini menganalisis konsep pengadaan in-House dalam konteks doktrin ilmiah, hukum substantif dan praktik hukum. Arahan 2014/24/EU Parlemen Eropa dan Dewan 26 Februari 2014 tentang pengadaan publik dan pencabutan Arahan 2004/18/EC dibahas di bagian ketentuan yang mengatur kasus di mana kontrak publik antara sesama entitas publik tidak tergolong sebagai prosedur pengadaan publik. Sebagai tambahan turut disajikan data statistik pengadaan in-House di Lithuania dan ancaman penerapan konsep pengadaan in-House serta kemungkinan peningkatannya tetap dilakukan penilaian.

Quote :
Penerapan setiap pengecualian untuk pengadaan publik dipertanyakan karena penyimpangan dari aturan umum sering menciptakan prasyarat untuk pelanggaran prinsip-prinsip pengadaan seperti transparansi, akuntabilitas, keterbukaan, dan kesetaraan hak pemasok. Hal ini juga berlaku untuk pengecualian pengadaan in-House karena penggunaannya dapat menimbulkan korupsi, dan pembelian yang tidak transparan, serta mengancam efisiensi pengadaan dan persaingan yang sehat. Pengadaan in-House pada dasarnya menghilangkan persaingan yang merupakan salah satu dasar yang sangat mendasar dari undang-undang pengadaan publik UE. Kebutuhan dan manfaat persaingan untuk pengadaan publik tidak diragukan lagi karena hanya persaingan yang memungkinkan pemasok untuk meniru kekuatan satu sama lain dan untuk memperebutkan pasar, yang berarti harga barang dan jasa yang lebih rendah dan kualitas yang lebih tinggi. Pada dasarnya, hanya persaingan dalam pengadaan publik yang dapat memastikan penggunaan dana publik secara efektif.


Kesimpulan :

    Meskipun konsep pengadaan in-house sebagai pengecualian terhadap peraturan pengadaan publik umum dalam undang-undang pengadaan publik UE dulunya dikembangkan oleh European Court of Justice (ECJ), dalam dekade terakhir, peraturan normatif diperkenalkan pada hukum nasional negara-negara anggota dan hukum Uni Eropa.
    Di Lituania, pengecualian untuk pengadaan in-House diatur dalam Undang-Undang tentang Pengadaan Publik tahun 2010. Namun dapat dinyatakan bahwa legalisasi pengadaan in-House dalam undang-undang substantif Lituania dilakukan tanpa adanya mekanisme kontrol yang efektif dan perlindungan tambahan, mengancam efisiensi pengadaan, transparansi, kompetisi antara penyedia jasa dan perlindungan konsumen. 
    Saat ini, otoritas kontraktor (semacam PPK) dapat melakukan pengadaan in-House tanpa mengimplementasikan  prosedur pengadaan publik yang baik dengan otoritas kontraktor atau otoritas non-kontraktor yang terlibat dalam kegiatan komersial atau industri, sesuai Kriteria pengadaan pada ayat 5 Pasal 10 UU Kemasyarakatan. Regulasi hukum tersebut mengandung pengertian ruang untuk beberapa ancaman penyalahgunaan pengecualian ini. Terkhusus tidak adanya kompetisi untuk pembelian dapat menyebabkan kualitas produk dan rasio harga yang tidak tepat. Pengadaan dari perusahaan asosiasi mungkin juga tidak efektif, karena dalam beberapa kasus, harga barang, jasa, atau pekerjaan yang dibeli bisa lebih tinggi daripada harga di pasar. Pemasok pengadaan in-House sering kali menganggap status mereka sebagai otoritas kontrak. Namun, evaluasi sistematis terhadap ketentuan Undang-Undang tentang Pengadaan Barang/Jasa yang mengatur pengecualian in-House dan persyaratan untuk mendapatkan status otoritas kontrak, menunjukkan banyak paralelisme, yang akan memerlukan kesimpulan yang luas bahwa mayoritas pemasok in-House harus menjadi otoritas kontrak. Ancaman penting lainnya terkait pengadaan in-House, ada perusahaan tertentu dalam ekonomi Lituania yang menerima keuntungan tinggi, tetapi pada umumnya non-kompetitif dan tidak mungkin ada pada kondisi pasar bebas. Perusahaan semacam itu sering membayar upah yang lebih tinggi, mereka menjadi majikan yang sangat baik untuk binaan pejabat publik, yang seharusnya ini sering dianggap  negatif dalam masyarakat demokratis.
    Disarankan agar memperbaiki peraturan hukum yang ada dengan menetapkan bahwa otoritas kontraktor dapat melakukan pengadaan in-House dan dibebaskan dari prosedur pengadaan publik hanya dalam kasus-kasus di mana berurusan dengan otoritas kontraktor, dan apabila otoritas kontrak memperoleh barang, jasa atau pekerjaan dari otoritas non-kontraktor yang melibatkan kegiatan komersial atau kegiatan industri maka prosedur pengadaan publik harus selalu diterapkanSelanjutnya, setelah menilai semua ancaman yang diulas dalam artikel, diusulkan untuk suplemen paragraf 5 Pasal 10 LPP dengan ketentuan yang menyatakan bahwa pemberi kontrak dapat manfaat dari pengecualian pengadaan in-House eksklusif dalam kasus di mana karena alasan obyektif tidak ada kemungkinan pembelian karya, barang atau jasa dalam kondisi persaingan pasar. Proposal ini akan memperluas jangkauan pengadaan yang terbuka untuk operator UE, serta membuat prasyarat untuk implementasi yang efektif dari prinsip-prinsip dasar undang-undang UE tentang prinsip-prinsip pengadaan publik (kesetaraan, non-diskriminasi, saling pengakuan, proporsionalitas dan transparansi). Oleh karena itu kami merekomendasikan kepada legislatif untuk mempertimbangkan proposal ini mentransfer ketentuan Pasal 12 Directive 2014/24/EU dengan hukum nasional Lituania.
    Pengadaan in-House adalah konsep penting dan regulasi yang sesuai dan interpretasinya yang tepat, dalam prakteknya dapat membantu meringankan beban administrasi untuk otoritas kontrak tertentu dalam kasus jika evaluasi obyektif pada prosedur pengadaan tidak tepat digunakan, tetapi di sisi lain dapat membuat kekosongan hukum, yang bisa dimanfaatkan oleh oknum pelaku pasar, sehingga mendistorsi pasar bebas. Legislator harus bertujuan untuk menemukan keseimbangan antara tujuan ideologis dari konsep dan ruang lingkup sekering untuk melindungi persaingan di pasar.

catatatan:
Saat ini Law on Public Procurement telah diamandemen dengan membuat aturan yang sangat ketat terhadap in-House, ketentuan ini tertuang pada pasal 10 LAW ON PUBLIC PROCUREMENT As last amended on 28 June 2018 – No XIII-1330

09 April 2022

Sistem Pengadaan Publik di Jerman


        Akhirnya selesai juga kegiatan hari ini, Article Reading dari Journal Solbach, T., (2018) – Public procurement in Germany, pp. 3-16, senang rasanya belajar bagaimana Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah dari Negara yang kesejahteraan rakyatnya tinggi sekelas Pemerintah Jerman, setidaknya negara ini dululah menyusul negara lain agar bisa dijadikan pembanding.

Kantor Federal untuk Teknologi dan Pertahanan (BWB - Bundesamt für Wehrtechnik und Beschaffung) adalah pembeli federal terbesar (BWB, 2006). BWB memperoleh semua peralatan dan perlengkapan yang diperlukan untuk Tentara Federal Jerman, seperti: sistem senjata yang kompleks, kendaraan lapis baja, pesawat terbang, kapal, peralatan dan seragam tentara. Otoritas pembelian federal terbesar kedua adalah Badan Pengadaan Kementerian Dalam Negeri Federal (BeschA - Beschaffungsamt des Bundesministeriums des Inneren). Ini membeli produk / layanan untuk sebanyak 26 organisasi federal (polisi federal, kantor federal dan federasi). Di antara produk/ jasa yang dibeli adalah: peralatan kantor, konsultasi, penelitian dan pengembangan untuk kendaraan, kapal, helikopter polisi, obat-obatan untuk kegiatan kemanusiaan (Badan Pengadaan Kementerian Dalam Negeri Federal, 2005).

Menurut Solbach, T. (2018), fitur utama pengadaan sistem di Jerman pada tahun 2018 adalah:

  • jumlah otoritas kontrak: sekitar 30.000;
  • jumlah prosedur tahunan yang dilakukan: sekitar 2,4 juta;
  • perkiraan nilai pengadaan tahunan: antara 280 dan 360 miliar Euro (perbandingan di akhir tahun 1 Euro = IDR 16.650);
  • persentase tahunan dari nilai pengadaan dalam PDB: kira-kira. 10-15% (Solbach, T. 2018). 

Sistem pengadaan adalah terdesentralisasi pada tiga tingkatan: 

  1. Federal, bobot jumlah otoritas kontrak kira-kira 12%
  2. Regional, bobot jumlah otoritas kontrak kira-kira 30% dan 
  3. Lokal/kota, bobot jumlah otoritas kontrak kira-kira  58%. 

Menariknya, prosedur pengadaan di bawah ambang batas nilai Uni Eropa (UE) mewakili sekitar 90% dari total jumlah prosedur dan 75% dari total nilai pengadaan sedangkan prosedur di bawah ambang batas UE mewakili sekitar 10% dari total jumlah prosedur dan 25% dari total pengadaan (Tabel 1). 

Mengingat bahwa 90% dari total jumlah prosedur (yaitu bobot 75% dari total nilai) adalah prosedur di bawah ambang batas UE, Jerman memiliki sistem pengadaan yang cepat, fleksibel, efisien, dan rendah birokrasi. 

Menurut BMWi (2018), per 1 Januari 2018, nilai ambang batas UE (tanpa PPN) untuk prosedur pengadaan di Jerman adalah sebagai berikut:

  • 5,548,000 Euro untuk pekerjaan;
  • 443.000 Euro untuk pengadaan sektoral atau pertahanan;
  • 144,000 Euro untuk produk dan layanan yang dibeli oleh pusat atau federal pihak berwajib;
  • 221.000 Euro untuk kontrak produk dan layanan lainnya (BMWi, 2018).

Menurut Solbach, T. (2018), prinsip-prinsip pengadaan publik di Jerman adalah:

  1. Transparansi, 
  2. Persaingan (lebih dari satu tender), 
  3. Non diskriminasi, 
  4. Perlakuan yang sama (untuk tender Eropa dan internasional), 
  5. Kepentingan untuk usaha kecil dan menengah (pembagian objek prosedur dalam batch menjadi wajib, menerapkan prinsip proporsionalitas),
  6. Keberlanjutan dan 
  7. e-Procurement. 

Analisis komparatif prinsip pengadaan di Jerman mengungkapkan bahwa empat dari Prinsip Jerman membuat pengadaan publik lebih efektif, yaitu:

  1. Menyukai usaha kecil dan menengah yang merupakan mesin dari setiap ekonomi nasional;
  2. memastikan daya tahan hasil pengadaan (sustainability), melalui pembelian produk yang berkualitas;
  3. mempromosikan persaingan yang mengarah ke harga yang lebih rendah dan lebih tinggi efisiensi pengadaan;
  4. mendorong e-procurement yang lebih cepat, lebih transparan dan lebih banyak lagi efisien.

Kriteria penghargaan pengadaan publik Jerman adalah “tender yang paling menguntungkan secara ekonomi” (MEAT- most economically advantageous tender) yang harus diidentifikasi oleh pembeli setidaknya berdasarkan harga terendah atau biaya terendah (termasuk biaya siklus hidup terendah). Faktor penilaian lainnya dapat berupa kualitas, aspek sosial, aspek lingkungan, inovasi, dll. Keberlanjutan dalam pengadaan publik di Jerman terutama dapat merujuk pada masalah lingkungan dan sosial. Keberlanjutan dapat diubah menjadi prosedur pengadaan dengan mensyaratkan spesifikasi teknis khusus, kriteria penghargaan, dan klausul kontrak khusus. Perlu dicatat bahwa keberlanjutan diperlakukan hanya sebagai prinsip, dan tidak ada kewajiban umum pada otoritas kontraktor untuk memasukkan masalah yang terkait dengannya (Solbach, T., 2018).

Award criteria: 

"the most economically advantageous tender, which may be the lowest price or the lowest cost"

Assessment factors:  
"quality, sustainability, social aspects, environmental aspects, innovation, functional features, aesthetic features, operating costs, delivery chart (time), the cost-effectiveness ratio"

Pengadaan terpusat dilakukan di tingkat federal oleh Kantor Pengadaan Federal Kementerian Dalam Negeri (BeschA - Beschaffungsamt des Bundesministeriums des Inneren) dan oleh Kantor Federal Bundeswehr Equipment, Information, Technology and In- Service Support (BAAINB).

Perhatian khusus diberikan pada profesionalisasi pembeli, mengambil langkah- langkah untuk meningkatkan pelatihan mereka, beberapa universitas memiliki program master yang didedikasikan untuk Universitas Munich, Akademi Federal Administrasi Publik dan beberapa akademi di tingkat regional (Solbach, T., 2018).

Mengingat Jerman mematuhi Arahan UE, dalam hal prosedur memulai, mengevaluasi tender, memberikan tender dan mengajukan keluhan dijabarkan sebagai berikut:

  1. Inisiasi prosedur di atas ambang batas UE dipublikasikan di Jurnal Resmi UE (OJEU)
  2. Aturan pemberian kontrak adalah prosedur terbuka (open bid) atau prosedur terbatas dimana jumlah peserta tender minimal lima (penawaran terbatas)
  3. Kontrak kerangka kerja dapat diselesaikan dengan satu atau lebih penawar, dalam kasus kedua kompetisi akan dilanjutkan sebelum pemberian kontrak berikutnya
  4. Otoritas kontraktor berkewajiban untuk membagi objek prosedur ke dalam batch dan dapat membatasi jumlah batch yang disebabkan oleh kontraktor yang sama.
  5. Otoritas kontraktor memiliki hak untuk memilih apakah akan menerima tender alternatif atau tidak
  6. Kriteria penghargaan dan faktor penilaian harus disebutkan dalam dokumentasi pemberian dan tidak dapat diubah selama prosedur atau setelahnya
  7. Otoritas kontraktor melalui anggota panitia evaluasi tender harus independen, netral dan tidak memihak
  8. Konflik kepentingan berlaku dan memiliki kasus pengecualian yang sama dari prosedur penghargaan anggota komite evaluasi atau peserta tender
  9. Dua peserta tender yang memiliki hubungan antara mereka yang tergabung dalam perusahaan induk yang sama atau milik satu sama lain tidak dapat mengajukan dua tender yang terpisah atau tender yang terpisah dan tender dalam asosiasi karena dianggap sebagai perilaku non-kompetitif
  10. Penawar yang tendernya dinyatakan tidak berhasil harus diberitahukan oleh pihak yang berwenang tentang nama pemenang tender, alasan pemilihannya (kelebihan tender yang menang dibandingkan tender yang gagal). Kontrak tidak dapat diselesaikan sampai masa tunggu 10 hari kalender telah berlalu sejak tanggal diterimanya pemberitahuan yang disebutkan di atas.
  11. Untuk tender yang memiliki harga yang luar biasa rendah, otoritas kontraktor harus meminta klarifikasi dari tenderer, tetapi di Jerman tender tersebut dianggap tender yang memiliki harga 10-20% lebih rendah dari tender kedua.
  12. Pengaduan diajukan dalam sistem dua tingkat: di tingkat pertama ada lembaga dengan kekuasaan administratif-yurisdiksi seperti Kamar Peninjau Federal untuk prosedur pengadaan (FRC) di Jerman, dan pengadilan banding berada di tingkat kedua. Di Jerman, banding yang diajukan ke FRC akan diselesaikan dalam jangka waktu 2 hingga 4 bulan dan di pengadilan banding dalam jangka waktu 2 sampai 6 bulan
  13. Prosedur baru tidak perlu dimulai jika pemenang tender diambil alih atau bergabung dengan perusahaan lain, jika sifat kontrak tidak berubah, jika produk tambahan yang dianggap dibeli membuat nilai kontrak menjadi berada di atas ambang batas UE
  14. Produk / layanan / karya tambahan dapat dibeli dengan membuat adendum hingga 10% untuk produk / layanan dari nilai awal kontrak dan tidak lebih dari 15% untuk pekerjaan.


Kesimpulan:

Kebijakan sistem PBJ disana sangat jauh berbeda dari yang kita anut, namun Hasil tidak pernah menghianati Proses, berikut bukti nyata yang saya liput  langsung dikota Berlin tahun 2019.

Spreebogenpark-Bundestag (Taman Spreebogen-Parlemen Federal) : Fasilitas umum ini Air Sungainya tak berbau, tak ada sampah baik di dalam air maupun di darat, nyaman dilengkapi toilet, kastin, jalan dan bangunan sipilnya sangat terawat dan terpelihara (Berlin, 5 Juli 2019). 

Omnibusbahnhof (stasiun Bus) Berlin : Terminal (versi kita) tidak ada calo, bangunan sipilnya rapih dan terawat, memesan cukup via hp dan tunjukin tiket online, lengkap dengan fasilitas penyandang disabilitas dan ibu menyusui (Berlin, 7 Juli 2019).

Reference:

Ionel PREDA, "Comparative Analysis of the Characteristics of Public Procurement Systems in Germany, France and Romania"