Media ini mengulas Kebijakan Pengadaan Indonesia & Dunia (UNCITRAL, WTO & European Union) serta Lembaga Pembiayaan Dunia (WB, ADB, IsDB). Pendekatannya melalui teori Kebijakan Publik terkait Peraturan Presiden nomor 16 tahun 2018 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (Perpres/16/2018 seperti pada gambar atas) sehingga menarik untuk dibaca para Investor Asing, Pengamat, Akademisi, Rantai Pasok, dan pastinya bagi Pelaku Pengadaan Indonesia.
Layanan Konsultasi.
Translate
SEKILAS PANDANG
CARI DI BLOG INI
16 Oktober 2021
OTT Bupati Kabupaten Musi Banyuasin
15 Oktober 2021
Pertentangan Kepentingan....hati-hati nerapin kalo ga paham.
Hallo gaes, ternyata masih banyak EVALUATOR menggugurkan Penawaran Peserta dengan alasan Larangan Pertentangan Kepentingan terhadap tender yang menggunakan Metode Prakualifikasi. Untuk itu kurasa penting kita ketahui Apa sih itu Pertentangan Kepentingan?. Mari kita kupas satu persatu melalui kacamata kebijakan yang mengaturnya.
Menurut Peraturan Presiden Nomor 12 Tahun 2021 tentang Perubahan Peraturan Presiden Nomor 16 Tahun 2018 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (PS 16/18), Pasal 7 berbunyi:
-
1) Semua pihak yang terlibat dalam Pengadaan Barang/Jasa mematuhi etika sebagai berikut: (kutipan) ........menghindari dan mencegah terjadinya pertentangan kepentingan pihak yang terkait, baik secara langsung maupun tidak langsung, yang berakibat persaingan usaha tidak sehat dalam Pengadaan Barang/Jasa; ........
-
2) Pertentangan kepentingan pihak yang terkait sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf e, dalam hal:
-
Direksi, Dewan Komisaris, atau personel inti pada suatu badan usaha, merangkap sebagai Direksi, Dewan Komisaris, atau personel inti pada badan usaha lain yang mengikuti Tender/Seleksi yang sama;
-
Konsultan perencana/pengawas dalam Pekerjaan Konstruksi bertindak sebagai pelaksana Pekerjaan Konstruksi direncanakannya/diawasinya, kecuali dalam pelaksanaan pengadaan pekerjaan terintegrasi;
-
Konsultan manajemen konstruksi berperan sebagai konsultan perencana;
-
Pengurus/manajer koperasi merangkap sebagai PPK/Pokja Pemilihan/Pejabat Pengadaan pada pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa di Kementerian/Lembaga/Perangkat Daerah;
-
PPK/Pokja Pemilihan/Pejabat Pengadaan baik langsung maupun tidak langsung mengendalikan atau menjalankan badan usaha Penyedia; dan/atau
Beberapa badan usaha yang mengikuti Tender/Seleksi yang sama, dikendalikan baik langsung maupun tidak langsung oleh pihak yang sama, dan/atau kepemilikan sahamnya lebih dari 50% (lima puluh persen) dikuasai oleh pemegang saham yang sama.
-
Sangat jelas bahwa Etika PBJ mengenai pertentangan kepentingan yang dimaksud dalam hal poin a s/d f dilarang apabila menyebabkan terjadinya persaingan usaha tidak sehat.
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat sebagaimana yang telah diubah oleh Pasal 118 Undang-Undang nomor 11 tahun 2020 tentang Cipta Kerja (UU 05/99), pada Pasal 1 angka 6 disebutkan:
“Persaingan usaha tidak sehat adalah persaingan antar pelaku usaha dalam menjalankan kegiatan produksi dan atau pemasaran barang atau jasa yang dilakukan dengan cara tidak jujur atau melawan hukum atau menghambat persaingan usaha”.
Selanjutnya disebutkan pada UU tersebut bahwa dalam rangka menghindari persaingan usaha tidak sehat.” Dilakukan larangan sebagai berikut:
(1) Pasal 7 berbunyi:
“Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha
pesaingnya untuk menetapkan harga di bawah harga pasar, yang dapat
mengakibatkan terjadinya persaingan usaha tidak sehat.”
(2) Pasal 8 berbunyi:
Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha lain
yang membuat persyaratan bahwa penerima barang dan atau jasa tidak
akan menjual atau memasok kembali barang dan atau jasa yang
diterimanya, dengan harga yang lebih rendah daripada harga yang
telah diperjanjikan sehingga dapat mengakibatkan terjadinya
persaingan usaha tidak sehat.
(3) Pasal 14 berbunyi:
“Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha lain yang bertujuan menguasai produksi sejumlah produk yang termasuk dalam rangkaian produksi barang dan atau jasa tertentu yang mana setiap rangkaian produksi merupakan hasil pengolahan atau proses lanjutan, baik dalam satu rangkaian langsung maupun tidak langsung, yang dapat mengakibatkan terjadinya persaingan usaha tidak sehat dan atau merugikan masyarakat.”
(4) Pasal 21 berbunyi:
“Pelaku usaha dilarang melakukan kecurangan dalam menetapkan
biaya produksi dan biaya lainnya yang menjadi bagian dari komponen
harga barang dan atau jasa yang dapat mengakibatkan terjadinya
persaingan usaha tidak sehat.”
(5) Pasal 22 berbunyi:
“Pelaku usaha dilarang bersekongkol dengan pihak lain untuk mengatur
dan atau menentukan pemenang tender sehingga dapat
mengakibatkan terjadinya persaingan usaha tidak sehat.”
(6) Pasal 23 berbunyi:
“Pelaku usaha dilarang bersekongkol dengan pihak lain untuk
mendapatkan informasi kegiatan usaha pesaingnya yang
diklasifikasikan sebagai rahasia perusahaan sehingga dapat
mengakibatkan terjadinya persaingan usaha tidak sehat.”
Jadi dapat disimpulkan norma terkait Pertentangan kepentingan diatur oleh PS 16/18 dimana Larangannya diatur pada UU 05/99. Lantas bagaimana pelaksanaanya terkait Tender sebagaimana yang dimaksud pada pasal 22 UU 05/99 diatas. Mari kita bahas dan kupas tuntas ......
Norma pada PS 16/18 jo PS 12/21 sebagian pelaksanaannya dilakukan oleh LKPP dan untuk itu dikeluarkanlah Peraturan Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah nomor 12 tahun 2021 tentang Pedoman pelaksanaan pengadaan barang/jasa pemerintah melalui penyedia (PLKPP 12/21). Selanjutnya berdasarkan PLKPP 12/21 tersebut, baik itu pada lampiran I, II maupun III, terdapat kalimat pada angka 4.1.1 tentang pelaksanaan Prakualifikasi, Huruf e tentang Evaluasi Dokumen Kualifikasi yang berbunyi “Prakualifikasi belum merupakan ajang kompetisi maka data yang kurang masih dapat dilengkapi sampai dengan 3 (tiga) hari kalender setelah Pokja Pemilihan menyampaikan hasil evaluasi, diakhiri pada hari kerja dan jam kerja”. Selanjutnya masih pada PLKPP 12/21, pada Lampiran IV, V dan VI diberbagai Model Dokumen Pemilihan (MDP) diatur lebih lanjut ketentuan sebagai berikut:
“Prakualifikasi belum merupakan ajang kompetisi maka data yang kurang masih dapat dilengkapi setelah Pokja Pemilihan menyampaikan hasil evaluasi kualifikasi, dengan cara:
-
a) Setelah jadwal tahapan evaluasi kualifikasi berakhir, Pokja Pemilihan menyampaikan informasi kekurangan data kualifikasi kepada peserta yang memiliki data kualifikasi tidak lengkap melalui fasilitas pengiriman data kualifikasi pada SPSE;
-
b) Peserta yang mendapatkan informasi kekurangan data kualifikasi, dapat menyampaikan kekurangan data kualifikasi yang diminta oleh Pokja Pemilihan selambat-lambatnya 3 (tiga) hari kalender setelah Pokja Pemilihan menyampaikan hasil evaluasi, diakhiri pada hari kerja dan jam kerja.
-
c) Kekurangan data kualifikasi yang disampaikan melebihi 3 (tiga) hari kalender setelah Pokja Pemilihan menyampaikan hasil evaluasi, maka data kualifikasi tersebut tidak diterima; dan
-
d) Pokja Pemilihan melakukan evaluasi terhadap kekurangan data kualifikasi yang disampaikan oleh Peserta. “
Berdasarkan kajian saya tentang MDP wajibkah diikuti? (bisa dilihat pada
https://www.kebijakanpublikpengadaanbarangjasapemerintah.com/2021/09/mdp-wajibkah-diikuti.html ) maka ketentuan pada Lampiran IV, V dan VI bisa saja tidak sama dengan Dokumen Pemilihan namun tetap tidak boleh mellewati batas yang diatur pada Lampiran I, II & III maupun Peraturan Perundang-Undangan diatasnya.
Jadi dapat disimpulkan bahwa:
-
Ketentuan Larangan Pertentangan kepentingan sebagaimana yang dimaksud oleh UU 05/99 tidak berlaku pada tahapan kualifikasi untuk Metode Pemilihan Penyedia melalui tender Prakualifikasi. Dalam hal ini EVALUATOR memberi kesempatan bagi Penyedia untuk melengkapi persyaratan agar dapat memenuhi kualifikasi. Kes4an itu diberikan paling lama 3 hari kalender setelah hasil kualifikasi disampaikan.
-
Larangan pertentangan kepentingan berlaku mutlak apabila Metode Pemilihan Penyedia melalui tender Pascakualifikasi atau pada tahap Proses Pemilihan pada Metode Prakualifikasi. Perlu kehati-hatian menerapkan pasal ini karena setelah menemukan Pertentangan Kepentingan sebagaimana yang dimaksud dengan Pasal 7 PS 16/18 tersebut maka langkah selanjutnya Evaluator harus memastikan telah terjadi persaingan tidak sehat dengan dibuktikan adanya pelanggaran terhadap Larangan pada UU 05/99 sebagaimana dijabarkan diatas khususnya pada pasal 22.
Berdasarkan jabaran diatas maka pertanyaan besar selanjutnya adalah:
- Bagaimana bila ada 2 Penawar atau lebih yang menawarkan Personil Inti yang sama, bukankah ini melanggar PS 16/18 Pasal 7 ayat 2 huruf a.
- Bagaimana BUMD yang memenangkan Tender yang POKJA/PPK/KPA/PA dikendalikan Pimpinan yang sama, bukankah ini melanggar PS 16/18 Pasal 7 ayat 2 huruf e.
- Bagaimana Praktek para BUMN Karya yang saham kepemilikannya dimiliki dan dikendalikan pihak yang sama? Bukankah ini melanggar PS 16/18 Pasal 7 ayat 2 huruf f.
Mari teman-teman jawab sendiri, sengaja saya tidak jawab soalnya saya juga punya kepentingan untuk tidak menjawabnya...😁😁, kebijakan itu sederhana....”tergantung kepentingan”.
06 Oktober 2021
Rincian Jumlah Pelaku PBJ
b. Kuasa Pengguna Anggaran (KPA): ---tidak ada data---
c. Pejabat Pembuat Komitmen (PPK): 28.350 orang
d. Pejabat Pengadaan: 12.796 orang
e. Kelompok Kerja (Pokja) Pemilihan: 16.798 orang
f. Agen Pengadaan; ---tidak ada data---
h. Penyelenggara Swakelola: 7.772 orang dan
i. Penyedia : 429.868 penyedia
30 September 2021
DPRD TERSANGKADUGAAN SUAP PROYEK PUPR KABUPATEN MUARA ENIM DINAS PUPR
Penyedia skor tertinggi, wajib menangkah...
Dalam Lampiran III Peraturan Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah nomor 12 tahun 2021 tentang Pedoman pelaksanaan pengadaan barang/jasa pemerintah melalui penyedia (L3 PLKPP 12/21) disebutkan bahwan Metode evaluasi penawaran dalam pemilihan Penyedia Pekerjaan Konstruksi Terintegrasi Rancang dan Bangun dapat dilakukan dengan menggunakan 2 metode yaitu pertama Sistem Nilai dengan Ambang Batas dan kedua adalah Harga Terendah dengan Ambang Batas. Diantara kedua metode tersebut maka yang paling sering dipakai adalah pilihan pertama sedangkan untuk pilihan kedua, penulis sama sekali belum pernah menemukannya dan belum ada permasalahan implementasi kebijakannya sehingga kurang menarik untuk dikaji, jadi disini coba saya kaji adalah Metode Evaluasi dengan Sistem Nilai dengan Ambang Batas.
Menurut L3 PLKPP 12/21, Metode evaluasi Sistem Nilai dengan Ambang Batas digunakan dalam hal harga penawaran dipengaruhi oleh kualitas teknis, sehingga penetapan pemenang berdasarkan kombinasi perhitungan penilaian teknis dan harga. Dalam Pekerjaan Konstruksi Terintegrasi Rancang dan Bangun, metode evaluasi Sistem Nilai dengan Ambang Batas digunakan untuk pekerjaan kompleks atau pekerjaan mendesak Evaluasi penawaran dilakukan dengan memberikan bobot penilaian terhadap teknis dan harga. Besaran bobot harga antara 30% (tiga puluh persen) sampai dengan 40% (empat puluh persen), sedangkan besaran bobot teknis antara 60% (enam puluh persen) sampai dengan 70% (tujuh puluh persen). Penilaian teknis dilakukan dengan memberikan bobot terhadap masing-masing unsur penilaian dengan nilai masing- masing unsur/sub-unsur memenuhi ambang batas minimal. Nilai angka/bobot ditetapkan dalam kriteria evaluasi yang menjadi bagian dari dokumen Tender. Unsur/sub unsur yang dinilai harus bersifat kuantitatif. Penilaian penawaran harga dengan cara memberikan nilai tertinggi kepada penawar terendah. Nilai penawaran Peserta yang lain dihitung dengan menggunakan perbandingan harga penawarannya dengan harga penawaran terendah.
Ketentuan tersebut diatas menyisakan pertanyaan besar seperti apakah peserta dengan Nilai Kombinasi tertinggi secara otomatis jadi pemenang? Bagaimana jika terdapat penawar dengan Nilai Kombinasi tidak tertinggi namun memenuhi syarat ambang batas.
Meskipun Pedoman L3 PLKPP 12/21 menyebut bahwa penetapan pemenang berdasarkan kombinasi perhitungan penilaian teknis dan harga namun ini masih berarti memilih pemenang bisa saja salah satu dari peserta yang lolos berdasarkan kombinasi perhitungan penilaian teknis dan harga. Untuk mengkaji secara menyeluruh terkait pertanyaan diatas maka kita harus menganalisis kebijakan apa saja yang terkait.
Mari kita check....
Langkah awal adalah memeriksa kepastian hukum apakah kebijakan terkait hal ini tidak bertentangan dengan Norma yang mendasari dikeluarkannya ketentuan tersebut. Pada Peraturan Presiden Nomor 16 Tahun 2018 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah yang telah diubah oleh Peraturan Presiden Nomor 12 Tahun 2021 (PS 16/18) disebutkan bahwa Metode evaluasi penawaran Penyedia Barang/Pekerjaan Konstruksi/Jasa Lainnya dilakukan dengan:
b. Penilaian Biaya Selama Umur Ekonomis; atau
c. Harga Terendah.
Metode evaluasi Sistem Nilai digunakan untuk Pengadaan Barang/Pekerjaan Konstruksi/Jasa Lainnya yang memperhitungkan penilaian teknis dan harga dimana Metode penyampaian dokumen penawaran adalah Metode dua file karena memerlukan penilaian teknis terlebih dahulu.
Berdasarkan Penjelasan Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah Sistem (PS 54/10), sistem nilai merupakan evaluasi penilaian penawaran dengan cara memberikan nilai angka tertentu pada setiap unsur yang dinilai, berdasarkan kriteria dan bobot yang telah ditetapkan dalam dokumen pemilihan Penyedia Barang/Pekerjaan Konstruksi/Jasa Lainnya, kemudian membandingkan jumlah perolehan nilai dari para peserta. Evaluasi penawaran sistem nilai digunakan dengan memperhitungkan keunggulan teknis sepadan dengan harganya mengingat penawaran harga sangat dipengaruhi kualitas teknis. Sebagai catatan, meskipun PS 54/10 telah dicabut namun karena adanya klausul pasal 93 pada PS 16/18 maka penjelasan tersebut dianggap masih tetap berlaku karena tidak bertentangan terhadap ketentuan dalam peraturan penggantinya.
Selanjutanya untuk Ketentuan mengenai metode pemilihan Penyedia Barang/Pekerjaan Konstruksi/Jasa Lainnya, penetapannya diperintahkan Presiden kepada Kepala Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah. Dengan begitu kebijakan L3 PLKPP 12/21 sah secara hukum dan tergolong peraturan perundang-undangan sebagaimana yang diatur oleh Undang-Undang nomor 15 tahun 2019 Tentang Perubahan Undang-Undang nomor 12 tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan.
Pada Peraturan Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah nomor 12 tahun 2021 tentang Pedoman pelaksanaan pengadaan barang/jasa pemerintah melalui penyedia (PLKPP 12/21), selanjutnya diterangkan bahwa pelaksanaan pemilihan dapat memilih model dokumen yang sesuai yang tersedia pada Lampiran VI berupa Dokumen Pemilihan Pengadaan Pekerjaan Konstruksi Terintegrasi Rancang dan Bangun melalui Penyedia (L6 PLKPP 12.21). Khusus untuk Metode sistem nilai maka acuannya adalan Model VI.3 yaitu Model Dokumen Pemilihan Tender Pengadaan Konstruksi Terintegrasi Rancang Dan Bangun – Dokumen Tender, Prakualifikasi, Dua File, Sistem Nilai. Sampai dititik ini perlu kebijakan pembaca karena dalam pelaksanaan tender tidak diwajibkan mengikuti Model tersebut sepanjang Dokumen Tender yang dibuat tidak bertentangan dengan L3 LKPP 12/21, sangat disarankan membaca artikel saya sebelumnya yang berjudul MDP wajibkah diikuti ?.
Dengan asumsi Dokumen tender mengikut Model VI.3, maka ketetapan petunjuk teknis selanjutnya terhadap sistim nilai bagaimana? Pada model tersebut ditetapkan kebijakan sebagai berikut:
A. Evaluasi penawaran dilakukan dengan metode sistem nilai.
B. Evaluasi Teknis:
-
Evaluasi teknis dilakukan terhadap peserta yang memenuhi persyaratan administrasi;
-
Evaluasi teknis dilakukan dengan ambang batas.
-
Peserta dinyatakan lulus evaluasi teknis apabila hasil penilaian teknis melewati nilai ambang batas masing-masing unsur maupun nilai ambang batas total keseluruhan unsur yang ditetapkan dalam LDP;
C. Peserta yang dinyatakan lulus evaluasi teknis dilanjutkan dengan evaluasi harga.
F. Penetapan pemenang tender terdiri dari 1 (satu) pemenang dan paling banyak 2 (dua) pemenang cadangan.
G. Dalam hal nilai pagu anggaran paling banyak Rp100.000.000.000,00 (seratus miliar rupiah) maka penetapan pemenang dilakukan oleh Pokja Pemilihan.
H. Dalam hal nilai pagu anggaran paling sedikit di atas Rp100.000.000.000,00 (seratus miliar rupiah) maka penetapan pemenang dilakukan oleh Pengguna Anggaran (PA).
Dari penjabaran huruf A s/d H diatas, pertanyaan apakah pemenang dengan nilai tertinggi otomatis menang masih belum terjawab. Sebelum itu pertanyaan mendasar yang harus dijawab adalah :
Apa dasar kebijakan Pokja/PA menetapkan pemenang dari beberapa peserta yang terpilih apabila Penyedia yang lulus teknis dan harga lebih dari satu?
Apakah Penetapan Pemenang sudah efisien ?
Efisien menurut penjelasan PS 54/10 berarti Pengadaan Barang/Jasa harus diusahakan dengan menggunakan dana dan daya yang minimum untuk mencapai kualitas dan sasaran dalam waktu yang ditetapkan atau menggunakan dana yang telah ditetapkan untuk mencapai hasil dan sasaran dengan kualitas yang maksimum. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), Efisien berarti tepat atau sesuai untuk mengerjakan (menghasilkan) sesuatu (dengan tidak membuang-buang waktu, tenaga,biaya). Apabila penawaran peserta telah lulus ambang batas teknis maka tak perlu diragukan lagi apakah Kualitas dan Sasaran waktu ditawarkan sesuai atau tidak dengan yang diharapkan pengguna anggaran, permasalahannya tinggal satu yaitu apakah Pokja/PA berpikiran sebagai Pejabat yang mengelola keuangan negara dengan baik? Bukankah dalam hal ini POKJA/PA bertindak sebagai pejabat pengadaan yang harus menguntungkan atau menghindari kerugian negara? Sampai disin sudah terjawab bahwa Skors tertinggi belum tentu otomatis jadi pemenang karena POKJA/PA dalam membuat keputusan harus menjadikan prinsip Efisiensi sebagai dasar pertimbangannya. Jadi jika terdapat beberapa penawar yang lulus ambang batas teknis maka Harga Penawaran terendah sangat wajib ditetapkan sebagai pemenang kecuali ada pertimbangan/alasan pribadi.
Jawaban diatas bukanlah sebatas kajian semata, telah ada pula yurisprudensi kebijakan atas penetapan PA. Adalah sebuah tender Pekerjaan Konstruksi PembangunanGedung Kantor Kejaksaan Tinggi Provinsi DKI Jakarta. Dengan kondisi terdapat 2 penawar (A dan B) yang sama-sama lolos nilai ambang batas teknis, meskipun dengan kondisi Nilai Kombinasi Teknis dan Harga (skor akhir) penyedia A terpaut 5,30 point lebih rendah dari nilai penawar B namun Harga penawaran A lebih rendah 6,5 M. Dalam hal ini PA selaku pihak yang menetapkan pemenang telah bertindak sesuai prinsip Efisien dan menghemat dana negara sebesar 6,5 M. Bagaimana para Pokja dan Pengguna Anggaran lain...sudahkah efisien?.