Layanan Konsultasi.

Kami dapat memberikan JASA Nasehat Kebijakan terhadap Kepatuhan terhadap Peraturan Perundang-undangan; Pengadaan Barang/Jasa Konstruksi (Perencanaan - Persiapan - Pelaksanaan - Kontrak); dan Pemenangan Tender. Kami juga membantu membuat Kebijakan Perusahaan (Dokumen Tender & Peraturan Direksi terkait Pengadaan). Hubungi bonatua.766hi@gmail.com

Translate

CARI DI BLOG INI

23 April 2021

Izin Usaha Jasa Konstruksi (IUJK) RESMI DIHENTIKAN & SErtifikat Badan Usaha (SBU) BERUBAH

    IUJK menurut Undang-Undang nomor 02 tahun 2017 tentang Jasa Konstruksi (UU2/17) adalah adalah izin yang diberikan kepada badan usaha untuk menyelenggarakan kegiatan Jasa Konstruksi. Selanjutnya IUJK diatur khusus pada pasal 28 dan 29. Namun oleh Undang-Undang Nomor 11 tahun 2020 tentang tentang Cipta Kerja yang telah diganti dengan Undang-Undang Nomor 06 tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja menjadi Undang-Undang (UU6/23), kedua pasal tersebut diubah dimana nomenklatur dan definisi Izin Usaha (IUJK) dirubah menjadi Perizinan Berusaha yaitu legalitas yang diberikan kepada Pelaku Usaha untuk memulai dan menjalankan usaha dan/ atau kegiatannya.  Perizinan Berusaha Berbasis Risiko penyelenggaraannya melalui layanan Sistem Perizinan Berusaha Terintegrasi Secara Elektronik (Online Single Submission/OSS) yaitu sistem elektronik terintegrasi yang dikelola dan diselenggarakan oleh Lembaga OSS untuk penyelenggaraan Perizinan Berusaha Berbasis Risiko.    
    Selanjutnya berdasarkan PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 5 TAHUN 2021 TENTANG PENYELENGGARAAN PERIZINAN BERUSAHA BERBASIS RISIKO (PP5/21), pasal 14 maka Perizinan Berusaha untuk kegiatan usaha berupa: a. Nomor Induk Berusaha (NIB); dan b. Sertifikat Standar (SS) yang diterbitkan Pemerintah Pusat atau Pemerintah Daerah sesuai kewenangan masing- masing berdasarkan hasil verifikasi pemenuhan standar pelaksanaan kegiatan usaha oleh Pelaku Usaha, pada Pasal 99 diperjelas lagi bahwa SS Perizinan Berusaha subsektor jasa konstruksi meliputi: a. SBU konstruksi; b. SKK konstruksi; dan c. lisensi. NIB dan SS yang belum terverifikasi dikeluarkan oleh Lembaga OSS dan harus segera mendapatkan verifikasi sesuai jangka waktu yang diberikan.
    Sebelum UU2/17 dirubah, ketentuan IUJK juga ada diatur pada Undang-Undang nomor 23 tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (UU23/14), berdasarkan LAMPIRAN-nya tentang PEMBAGIAN URUSAN PEMERINTAHAN KONKUREN ANTARA PEMERINTAH PUSAT DAN DAERAH PROVINSI DAN DAERAH KABUPATEN/KOTA, disebutkan bahwa:

I. MATRIKS PEMBAGIAN URUSAN PEMERINTAHAN KONKUREN ANTARA PEMERINTAH PUSAT DAN DAERAH PROVINSI DAN DAERAH KABUPATEN/KOTA, huruf c tentang Pembagian Urusan Pemerintah Bidang Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang, tabel angka 10 Sub Urusan Jasa Konstuksi, dengan matriks sebagai berikut:

Pemerintah Pusat:
a. Penyelenggaraan pelatihan tenaga kerja konstruksi percontohan.
b. Penyelenggaraan sistem informasi jasa konstruksi cakupan nasional.
c. Penerbitan izin usaha jasa konstruksi asing
d. Pengembangan standar kompetensi kerja dan pelatihan jasa konstruksi,
e. Pengemnbangan pasar dan kerjasama kontraktor luar negeri

Daerah Provinsi:
a. Penyelenggaraan pelatihan tenaga ahli konstruksi
b. Pengembangan informasi jasa konstruksi cakupan Daerah provinsi.

Daerah Kabupaten/Kota:
a. Penyelenggaraan pelatihan tenaga terampil konstruksi.
b. Penyelenggaraan sistem informasi jasa konstruksi Daerah cakupan kabupaten/kota.
c. Penerbitan izin usaha jasa konstruksi nasional (nonkecil dan kecil).
d. Pengawasan tertib usaha, tertib penyelenggaraan dan tertib pemanfaatan jasa konstruksi.

Namun UU23/14 juga dirubah oleh UU2/23, pada Pasal 402A disebutkan bahwa Pembagian urusan pemerintahan konkuren antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah provinsi serta Pemerintah Daerah kabupaten/kota sebagaimana tercantum dalam Lampiran Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang- Undang Nomor 9 Tahun 2015 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah harus dibaca dan dimaknai sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang ini. Sepertinya ini bisa diartikan bahwa IUJK telah dihapus dan diganti dengan SS, kewenangan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota juga dicabut digantikan dengan Lembaga OSS dan Pemerintah Pusat dalam hal ini diwakili Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR).

      Perubahan Perizinan Berusaha tersebut ternyata ditindaklanjuti dengan terbitnya Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat  nomor 06 tahun 2021 tentang  Standar Kegiatan Usaha dan Produk pada Penyelenggaraan Perizinan berusaha berbasis Risiko sektor Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PMPUPR 6/21) dengan salinan sebagai berikut (dapat didownload di https://jdih.pu.go.id/detail-dokumen/2863/1 ).




Selanjutnya dalam lampiran PM 06/2021 tersebut banyak perubahan terkait SBU akibat penyesuaian KLBI pada BKPM diantaranya:
1. Ruang Lingkup, Klasifikasi, Sub Klasifikasi dan Kode pada SBU berubah
2. Terdapat Nomenklatur baru pada Klasifikasi KLBI
3. Persyaratan-persyaratan baru dalam pengurusan SBU.
lebih lengkapnya bisa diakses dengan klik disini dan disini.

Menindaklanjuti PMPUPR6/21 tersebut, Direktorat Jenderal Bina Konstruksi secara resmi menyatakan Izin Usaha Jasa Konstruksi (IUJK) tidak dikeluarkan lagi dan selanjutnya menyesuaikan terhadap standar yang berlaku di Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM). Hal ini diperkuat dengan dikeluarkannya surat bernomor BK 04.01-Dk/349 dengan salinan yang terverifikasi oleh Lembaga Pengembangan Jasa Konstruksi (LPJK) sebagai berikut:


10 April 2021

BUPATI (TSK) PBJ BANSOS BANDUNG BARAT

27 Maret 2021

PBJ Quay Container Crane (Qcc) PT PELINDO II

26 Maret 2021

#savePBJ#Transparansi tender Anti Demokrasi dan Alergi Kontrol Masyarakat

Selamat buat POLRI yang telah berhasil melakukan Peresmiannya Etle di indonesia.


    Meskipun kalo dipikir-pikir sangat banyak Privasi Individu yang akan terganggu karena dipantau CCTV namun memang selayaknya kepentingan Bangsa jauh lebih tinggi ketimbang kepentingan Evaluasi Transaksional Pelanggaran Lalu Lintas di jalanan sehingga PNBP (Penghasilan Negara Bukan Pajak) dari Biaya Denda dipastikan 100% masuk ke Kas Negara....sekali lagi selamat buat POLRI PRESISI.  

    Next-nya bagaimana dengan PBJ (Pengadaan Barang/Jasa) kita, ibarat Panggang, masih jauh dari Api, Tender PBJ  di APBN/D justru semakin melibatkan Transaksi Elektronik justru hasilnya makin tertutup dari Kontrol Masyarakat dan meredam ciri Demokrasi di Indonesia. INFORMASI adalah Hak Asasi Manusia (HAM) apalagi informasi yang diminta terkait pengelolaan Dana Publik. 
    Bagaimana tidak, perintah Keterbukaan Informasi yang diatur pada pasal 17b UU 14/2008 dan Prinsip PBJ yang Terbuka dan Transparansi yang diatur pada pasal 6 PS 16/2018 kalah dengan Kepentingan Individu Pengusaha dan Hasil Uji Konsekuensi Badan Publik pelaksana Tender. Implementasi Peraturan perUndang-undangan tersebut GATOT (GAgal TOTal) dengan alasan Privasi dan Peraturan PPID....tidak tanggung-tanggung, kerahasian Dokumen Tender mereka buat berlaku 30 tahun kedepan, akibatnya secara praktis kecurangan PBJ hanya bisa diketahui setelah Pengadilan membukakannya itupun jika terjerat Aparat penegak Hukum. 
"Kalo sistim PBJ puluhan tahun terjadi pembiaran begini, bisa jadi para Pelaku yang terjerat Hukum justru adalah "KORBAN SISTEM".
"lantas dimana UPAYA PENCEGAHAN-nya 

Secara Keuangan Negara, rasanya pemasukan Kas Negara dari para Pelanggar Lalu Lintas sangat jauh jumlahnya dari pembiayaan PBJ yang alokasinya di APBN rata-rata 500 Triliun pertahun, ini belum lagi yang bersumber dari APBD, BUMN, BUMD dan BLU Pusat dan Daerah....jika sudah begini Para Pengguna Anggaran apa masih mikir kepentingan lain selain Value for Money-nya PBJ.

Catatan kecil saya bahwa dulu ada 2 Pejabat Publik yang telah melakukan keterbukaan transparansi total terhadap PBJ yaitu Gubernur Jokowi dan Gubernur Ahok, namun saya terus terang menjadi bingung melihat regulasi PBJ saat ini. Berikut adalah bukti bahwa mereka telah menanamkan transparansi dokumen peserta lelang : 





Salam #savePBJ#
 

16 Maret 2021

BUMN/BUMD/BUMDES/BLU/BLUD wajib "memakai" PS 12/21


 

    Sampai detik ini saya sangat meyakini bahwa Pemerintah melalui Kementrian PUPR dan didukung LPJK tidak main-main dalam mengubah Wajah Konstruksi Indonesia yang corat marut. Salah satu gebrakan besarnya adalah merevolusi sumber awal permasalahan yaitu Proses Pemilihan Penyedia Jasa Konstruksi. Tidak main-main, Pemerintah mengubah 2 pasal lama dan menambah 9 Pasal baru pada Bagian Ketiga Pemilihan dan Penetapan Penyedia Jasa dengan melakukan Perubahan PP 22/20 menjadi PP 14/21. Dari 9 tambahan pasal tersebut, yang menjadi Pusat Perhatian kita adalah adanya tambahan pasal 74A yang berbunyi :


“Pemilihan Penyedia Jasa Konstruksi yang menggunakan sumber pembiayaan dari keuangan negara diatur dengan Peraturan Presiden”


Pasal ini sangat-sangat menarik mengingat:

  1. PP 14/21 telah mengatur Pemilihan Penyedia Jasa Konstruksi yang sumber pembiayaannya dari keuangan negara sebagaimana yang dikutip dari Pasal 2 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara yang meliputi:
    • hak negara untuk memungut pajak, mengeluarkan dan mengedarkan uang, dan melakukan pinjaman;
    • kewajiban negara untuk menyelenggarakan tugas layanan umum pemerintahan negara dan membayar tagihan pihak ketiga;
    • Penerimaan Negara;
    • Pengeluaran Negara;
    • Penerimaan Daerah;
    • Pengeluaran Daerah;
    • kekayaan negara/kekayaan daerah yang dikelola sendiri atau oleh pihak lain berupa uang, surat berharga, piutang, barang, serta hak-hak lain yang dapat dinilai dengan uang, termasuk kekayaan yang dipisahkan pada perusahaan negara/ perusahaan daerah;
    • kekayaan pihak lain yang dikuasai oleh pemerintah dalam rangka penyelenggaraan tugas pemerintahan dan/atau kepentingan umum;
    • kekayaan pihak lain yang diperoleh dengan menggunakan fasilitas yang diberikan pemerintah. 
  2. PP kekuatan hukumnya lebih tinggi dari PS, artinya meskipun di PS 12/21 hanya mengatur PBJ yang dibiayai APBN/APBD namun untuk Jasa Konstruksi harus tunduk pada PP 14/21, jadi bukan Hanya yang dibiayai APBN/APBD saja namun semua Jasa Konstruksi yang Sumber pembiayaannya dari Keuangan Negara seperti BUMN, BUMD, BLU, BLUD, BUMDes, Badan Hukum Perguruan Tinggi Negeri  yang memakai Fasilitas Pemerintah dll.
  3. PP 14/21 berkekuatan hukum dan mengikat karena diperintahkan PUU yang lebih tinggi yaitu UU 02/17 dan juga memiliki ketentuan Sanksi Pidana.  (Pasal 8 ayat 2 UU 12/11 tentang Pembentukan PUU). 
Untuk lebih jelasnya, khusus untuk Kajian Pasal 74A terhadap Pengguna Jasa bentuk BUMN telah saya tuangkan dalam bentuk surat terbuka yang ditujukan kepada K/L terkait (gambar). Semoga saja telinga-telinga para Pejabat Publik di Media Elektronik ini bekerja dengan baik dan mau mendengar demi kemajuan Bangsa dan Negara.

Saya juga berharap untuk BUMD, BUMDES, BLU, BLUD, Badan Hukum Perguruan Tinggi Negeri  yang memakai Fasilitas Pemerintah dll bisa melakukan pendekatan yang sama.


btw...mundur kebelakang pada surat masukan saya sebelumnya terhadap Draft perubahan PP 22/20, ternyata ada beberapa masukan tersebut yang menjadi kenyataan salah satunya munculnya Pasal 74A ini.....silahkan klik disini untuk membaca surat saya terdahulu. Terimakasih Pemerintah, ternyata betul bukan anti kritik loh.....thanks pak Presiden Jokowi. 


Berikut Isi Surat Terbuka saya beserta ulasannya






Keren KemenBUMN, surat email langsung dikonfirmasi telah diterima, berikut bukti terimanya :



KemenKeu juga gak kalah, malah surat masuk langsung jadi tiket, kalo begini tata kelola informasi publik aku rasa Publik benar-benar Raja-nya