Layanan Konsultasi.

Kami dapat memberikan JASA Nasehat Kebijakan terhadap Kepatuhan terhadap Peraturan Perundang-undangan; Pengadaan Barang/Jasa Konstruksi (Perencanaan - Persiapan - Pelaksanaan - Kontrak); dan Pemenangan Tender. Kami juga membantu membuat Kebijakan Perusahaan (Dokumen Tender & Peraturan Direksi terkait Pengadaan). Hubungi bonatua.766hi@gmail.com

Translate

CARI DI BLOG INI

04 Februari 2021

UU 14/2008 : KETERBUKAAN INFORMASI PUBLIK




UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA 

NOMOR 14 TAHUN 2008 

TENTANG KETERBUKAAN INFORMASI PUBLIK 

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,


Menimbang : 

a. bahwa informasi merupakan kebutuhan pokok setiap orang bagi pengembangan pribadi dan lingkungan sosialnya serta merupakan bagian penting bagi ketahanan nasional; 

b. bahwa hak memperoleh informasi merupakan hak asasi manusia dan keterbukaan informasi publik merupakan salah satu ciri penting negara demokratis yang menjunjung tinggi kedaulatan rakyat untuk mewujudkan penyelenggaraan negara yang baik; 

c. bahwa keterbukaan informasi publik merupakan sarana dalam mengoptimalkan pengawasan publik terhadap penyelenggaraan negara dan Badan Publik lainnya dan segala sesuatu yang berakibat pada kepentingan publik; 

d. bahwa pengelolaan informasi publik merupakan salah satu upaya untuk mengembangkan masyarakat informasi; 

e. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, huruf c, dan huruf d, perlu membentuk Undang-Undang tentang Keterbukaan Informasi Publik;  

 

Mengingat  : 

Pasal 20, Pasal 21 Pasal 28 F, dan Pasal 28 J Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; 


Dengan Persetujuan Bersama
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA 

dan
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

MEMUTUSKAN:
Menetapkan : UNDANG-UNDANG TENTANG KETERBUKAAN INFORMASI PUBLIK.


BAB I KETENTUAN UMUM 


Pasal 1 

Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan: 

  1. Informasi adalah keterangan, pernyataan, gagasan, dan tanda- tanda yang mengandung nilai, makna, dan pesan, baik data, fakta maupun penjelasannya yang dapat dilihat, didengar, dan dibaca yang disajikan dalam berbagai kemasan dan format sesuai dengan perkembangan teknologi informasi dan komunikasi secara elektronik ataupun nonelektronik. 
  2. Informasi Publik adalah informasi yang dihasilkan, disimpan, dikelola, dikirim, dan/atau diterima oleh suatu badan publik yang berkaitan dengan penyelenggara dan penyelenggaraan negara dan/atau penyelenggara dan penyelenggaraan badan publik lainnya yang sesuai dengan Undang-Undang ini serta informasi lain yang berkaitan dengan kepentingan publik. 
  3. Badan Publik adalah lembaga eksekutif, legislatif, yudikatif, dan badan lain yang fungsi dan tugas pokoknya berkaitan dengan penyelenggaraan negara, yang sebagian atau seluruh dananya bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dan/atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah, atau organisasi nonpemerintah sepanjang sebagian atau seluruh dananya bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dan/atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah, sumbangan masyarakat, dan/atau luar negeri. 
  4. Komisi Informasi adalah lembaga mandiri yang berfungsi menjalankan Undang-Undang ini dan pelaksanaannya, menetapkan petunjuk teknis layanan informasi publik dan menyelesaikan informasi publik melalui mediasi dan/atau ajudikasi nonlitigasi. 
  5. Sengketa Informasi Publik adalah sengketa yang terjadi antara badan publik dan pengguna informasi publik yang berkaitan dengan hak memperoleh dan menggunakan informasi berdasarkan perundang- undangan. 
  6. Mediasi adalah penyelesaian sengketa informasi publik antara para pihak melalui bantuan mediator komisi informasi. 
  7. Ajudikasi adalah proses penyelesaian sengketa informasi publik antara para pihak yang diputus oleh komisi informasi. 
  8. Pejabat Publik adalah orang yang ditunjuk dan diberi tugas untuk menduduki posisi atau jabatan tertentu pada badan publik. 
  9. Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi adalah pejabat  yang bertanggung jawab di bidang penyimpanan, pendokumentasian, penyediaan, dan/atau pelayanan informasi di badan publik. 
  10. Orang adalah orang perseorangan, kelompok orang, badan hukum, atau badan publik sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang ini. 
  11. Pengguna Informasi Publik adalah orang yang menggunakan informasi publik sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini. 
  12. Pemohon Informasi Publik adalah warga negara dan/atau badan hukum Indonesia yang mengajukan permintaan informasi publik sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini. 

BAB II ASAS DAN TUJUAN 

Bagian Kesatu Asas 


Pasal 2 

(1) Setiap Informasi Publik bersifat terbuka dan dapat diakses oleh setiap Pengguna Informasi Publik. 
(2) Informasi Publik yang dikecualikan bersifat ketat dan terbatas. 
(3) Setiap Informasi Publik harus dapat diperoleh setiap Pemohon Informasi Publik dengan cepat dan tepat waktu, biaya ringan, dan cara sederhana. 
(4) Informasi Publik yang dikecualikan bersifat rahasia sesuai dengan Undang-Undang, kepatutan, dan kepentingan umum didasarkan pada pengujian tentang konsekuensi yang timbul apabila suatu informasi diberikan kepada masyarakat serta setelah dipertimbangkan dengan saksama bahwa menutup Informasi Publik dapat melindungi kepentingan yang lebih besar daripada membukanya atau sebaliknya. 


Bagian Kedua Tujuan 


Pasal 3 

Undang-Undang ini bertujuan untuk: 

a. menjamin hak warga negara untuk mengetahui rencana pembuatan kebijakan publik, program kebijakan publik, dan proses pengambilan keputusan publik, serta alasan pengambilan suatu keputusan publik; 
b. mendorong partisipasi masyarakat dalam proses pengambilan kebijakan publik; 
c. meningkatkan peran aktif masyarakat dalam pengambilan kebijakan publik dan pengelolaan Badan Publik yang baik; 
d. mewujudkan penyelenggaraan negara yang baik, yaitu yang transparan, efektif dan efisien, akuntabel serta dapat dipertanggungjawabkan; 
e. mengetahui alasan kebijakan publik yang mempengaruhi hajat hidup orang banyak; 
f. mengembangkan ilmu pengetahuan dan mencerdaskan kehidupan bangsa; dan/atau 
g. meningkatkan pengelolaan dan pelayanan informasi di lingkungan Badan Publik untuk menghasilkan layanan informasi yang berkualitas. 


BAB III HAK DAN KEWAJIBAN PEMOHON DAN PENGGUNA INFORMASI PUBLIK SERTA HAK DAN KEWAJIBAN BADAN PUBLIK 

Bagian Kesatu Hak Pemohon Informasi Publik 


Pasal 4 

(1) Setiap Orang berhak memperoleh Informasi Publik sesuai dengan ketentuan Undang-Undang ini. 
(2) Setiap Orang berhak: 
a. melihat dan mengetahui Informasi Publik; 
b. menghadiri pertemuan publik yang terbuka untuk umum untuk memperoleh Informasi Publik; 
c. mendapatkan salinan Informasi Publik melalui permohonan sesuai dengan Undang-Undang ini; dan/atau 
d. menyebarluaskan Informasi Publik sesuai dengan peraturan perundang-undangan. 
(3) Setiap Pemohon Informasi Publik berhak mengajukan permintaan Informasi Publik disertai alasan permintaan tersebut. 
(4) Setiap Pemohon Informasi Publik berhak mengajukan gugatan ke pengadilan apabila dalam memperoleh Informasi Publik mendapat hambatan atau kegagalan sesuai dengan ketentuan Undang-Undang ini. 


Bagian Kedua Kewajiban Pengguna Informasi Publik 


Pasal 5 

(1) Pengguna Informasi Publik wajib menggunakan Informasi Publik sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. 

(2) Pengguna Informasi Publik wajib mencantumkan sumber dari mana ia memperoleh Informasi Publik, baik yang digunakan untuk kepentingan sendiri maupun untuk keperluan publikasi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. 


Bagian Ketiga Hak Badan Publik 

Pasal 6 

(1) Badan Publik berhak menolak memberikan informasi yang dikecualikan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan. 
(2) Badan Publik berhak menolak memberikan Informasi Publik apabila tidak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan. 
(3) Informasi Publik yang tidak dapat diberikan oleh Badan Publik, sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah: 
a. Informasi yang dapat membahayakan negara; 
b. informasi yang berkaitan dengan kepentingan perlindungan usaha dari persaingan usaha tidak sehat; 
c. informasiyangberkaitandenganhak-hakpribadi; 
d. informasi yang berkaitan dengan rahasia jabatan; dan/atau 
e. Informasi Publik yang diminta belum dikuasai atau didokumentasikan. 


Bagian Keempat Kewajiban Badan Publik 


Pasal 7 

(1) Badan Publik wajib menyediakan, memberikan dan/atau menerbitkan Informasi Publik yang berada di bawah kewenangannya kepada Pemohon Informasi Publik, selain informasi yang dikecualikan sesuai dengan ketentuan. 
(2) Badan Publik wajib menyediakan Informasi Publik yang akurat, benar, dan tidak menyesatkan. 
(3) Untuk melaksanakan kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Badan Publik harus membangun dan mengembangkan sistem informasi dan dokumentasi untuk mengelola Informasi Publik secara baik dan efisien sehingga dapat diakses dengan mudah. 
(4) Badan Publik wajib membuat pertimbangan secara tertulis setiap kebijakan yang diambil untuk memenuhi hak setiap Orang atas Informasi Publik. 
(5) Pertimbangan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) antara lain memuat pertimbangan politik, ekonomi, sosial, budaya, dan/atau pertahanan dan keamanan negara. 
(6) Dalam rangka memenuhi kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sampai dengan ayat (4) Badan Publik dapat memanfaatkan sarana dan/atau media elektronik dan nonelektronik. 


Pasal 8 

Kewajiban Badan Publik yang berkaitan dengan kearsipan dan pendokumentasian Informasi Publik dilaksanakan berdasarkan peraturan perundang-undangan. 

BAB IV INFORMASI YANG WAJIB DISEDIAKAN DAN DIUMUMKAN 

Bagian Kesatu Informasi yang Wajib Disediakan dan Diumumkan Secara Berkala 


Pasal 9 

(1) Setiap Badan Publik wajib mengumumkan Informasi Publik secara berkala. 
(2) Informasi Publik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi: 
a. informasi yang berkaitan dengan Badan Publik; 
b. informasi mengenai kegiatan dan kinerja Badan Publik terkait; 
c. informasi mengenai laporan keuangan; dan/atau 
d. informasi lain yang diatur dalam peraturan perundang- undangan. 
(3) Kewajiban memberikan dan menyampaikan Informasi Publik sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan paling singkat 6 (enam) bulan sekali. 
(4) Kewajiban menyebarluaskan Informasi Publik sebagaimana dimaksud pada ayat (1), disampaikan dengan cara yang mudah dijangkau oleh masyarakat dan dalam bahasa yang mudah dipahami. 
(5) Cara-cara sebagaimana dimaksud pada ayat (4) ditentukan lebih lanjut oleh Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi di Badan Publik terkait. 
(6) Ketentuan lebih lanjut mengenai kewajiban Badan Publik memberikan dan menyampaikan Informasi Publik secara berkala sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) diatur dengan Petunjuk Teknis Komisi Informasi. 


Bagian Kedua Informasi yang Wajib Diumumkan secara Serta-merta 


Pasal 10 

(1) Badan Publik wajib mengumumkan secara serta- merta suatu informasi yang dapat mengancam hajat hidup orang banyak dan ketertiban umum. 
(2) Kewajiban menyebarluaskan Informasi Publik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan dengan cara yang mudah dijangkau oleh masyarakat dan dalam bahasa yang mudah dipahami. 


Bagian Ketiga Informasi yang Wajib Tersedia Setiap Saat 

Pasal 11 

(1) Badan Publik wajib menyediakan Informasi Publik setiap saat yang meliputi: 
a. daftar seluruh Informasi Publik yang berada di bawah penguasaannya, tidak termasuk informasi yang dikecualikan; 
b. hasil keputusan Badan Publik dan pertimbangannya; 
c. seluruh kebijakan yang ada berikut dokumen pendukungnya; 
d. rencana kerja proyek termasuk di dalamnya perkiraan pengeluaran tahunan Badan Publik; 
e. perjanjian Badan Publik dengan pihak ketiga; 
f. informasi dan kebijakan yang disampaikan Pejabat Publik dalam pertemuan yang terbuka untuk umum; 
g. prosedur kerja pegawai Badan Publik yang berkaitan dengan pelayanan masyarakat; dan/atau 
h. laporan mengenai pelayanan akses Informasi Publik sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini. 
(2) Informasi Publik yang telah dinyatakan terbuka bagi masyarakat berdasarkan mekanisme keberatan dan/atau penyelesaian sengketa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 48, Pasal 49, dan Pasal 50 dinyatakan sebagai Informasi Publik yang dapat diakses oleh Pengguna Informasi Publik. 
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pelaksanaan kewajiban Badan Publik menyediakan Informasi Publik yang dapat diakses oleh Pengguna Informasi Publik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dengan Petunjuk Teknis Komisi Informasi. 


Pasal 12 

Setiap tahun Badan Publik wajib mengumumkan layanan informasi, yang meliputi: 

a. jumlah permintaan informasi yang diterima; 
b. waktu yang diperlukan Badan Publik dalam memenuhi setiap permintaan informasi; 
c. jumlah pemberian dan penolakan permintaan informasi; dan/atau 
d. alasan penolakan permintaan informasi. 


Pasal 13 

(1) Untuk mewujudkan pelayanan cepat, tepat, dan sederhana setiap Badan Publik: 
a. menunjuk Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi; dan 
b. membuat dan mengembangkan sistem penyediaan layanan informasi secara cepat, mudah, dan wajar sesuai dengan petunjuk teknis standar layanan Informasi Publik yang berlaku secara nasional. 
(2) Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dibantu oleh pejabat fungsional. 


Pasal 14 

Informasi Publik yang wajib disediakan oleh Badan Usaha Milik Negara, Badan Usaha Milik Daerah dan/atau badan usaha lainnya yang dimiliki oleh negara dalam Undang- Undang ini adalah: 

a. nama dan tempat kedudukan, maksud dan tujuan serta jenis kegiatan usaha, jangka waktu pendirian, dan permodalan, sebagaimana tercantum dalam anggaran dasar; 
b. nama lengkap pemegang saham, anggota direksi, dan anggota dewan komisaris perseroan; 
c. laporan tahunan, laporan keuangan, neraca laporan laba rugi, dan laporan tanggung jawab sosial perusahaan yang telah diaudit; 
d. hasil penilaian oleh auditor eksternal, lembaga pemeringkat kredit dan lembaga pemeringkat lainnya; 
e. sistem dan alokasi dana remunerasi anggota komisaris/dewan pengawas dan direksi; 
f. mekanisme penetapan direksi dan komisaris/dewan pengawas; 
g. kasus hukum yang berdasarkan Undang-Undang terbuka sebagai Informasi Publik; 
h. pedoman pelaksanaan tata kelola perusahaan yang baik berdasarkan prinsip-prinsip transparansi, akuntabilitas, pertanggungjawaban, kemandirian, dan kewajaran; 
i. pengumuman penerbitan efek yang bersifat utang; 
j. penggantian akuntan yang mengaudit perusahaan; 
k. perubahan tahun fiskal perusahaan; 
l. kegiatan penugasan pemerintah dan/atau kewajiban pelayanan umum atau subsidi; 
m. mekanisme pengadaan barang dan jasa; dan/atau 
n. informasi lain yang ditentukan oleh Undang-Undang yang berkaitan dengan Badan Usaha Milik Negara/ Badan Usaha Milik Daerah. 


Pasal 15 

Informasi Publik yang wajib disediakan oleh partai politik dalam Undang-Undang ini adalah: 

a. asas dan tujuan; 
b. program umum dan kegiatan partai politik; 
c. nama, alamat dan susunan kepengurusan dan perubahannya; 
d. pengelolaan dan penggunaan dana yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dan/atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah; 
e. mekanisme pengambilan keputusan partai; 
f. keputusan partai yang berasal dari hasil muktamar/kongres/munas dan/atau keputusan lainnya yang menurut anggaran dasar dan anggaran rumah tangga partai terbuka untuk umum; dan/atau 
g. informasi lain yang ditetapkan oleh Undang-Undang yang berkaitan dengan partai politik. 


Pasal 16 

Informasi Publik yang wajib disediakan oleh organisasi nonpemerintah dalam Undang-Undang ini adalah: 

a. asas dan tujuan; 
b. program dan kegiatan organisasi; 
c. nama, alamat, susunan kepengurusan, dan perubahannya; 
d. pengelolaan dan penggunaan dana yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dan/atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah, sumbangan masyarakat, dan/atau sumber luar negeri; 
e. mekanisme pengambilan keputusan organisasi; 
f. keputusan-keputusan organisasi; dan/atau 
g. informasi lain yang ditetapkan oleh peraturan perundang- undangan. 



BAB V INFORMASI YANG DIKECUALIKAN 


Pasal 17 

Setiap Badan Publik wajib membuka akses bagi setiap Pemohon Informasi Publik untuk mendapatkan Informasi Publik, kecuali: 

a. Informasi Publik yang apabila dibuka dan diberikan kepada Pemohon Informasi Publik dapat menghambat proses penegakan hukum, yaitu informasi yang dapat: 
1. menghambat proses penyelidikan dan penyidikan suatu tindak pidana; 
2. mengungkapkan identitas informan, pelapor, saksi, dan/atau korban yang mengetahui adanya tindak pidana; 
3. mengungkapkan data intelijen kriminal dan rencana- rencana yang berhubungan dengan pencegahan dan penanganan segala bentuk kejahatan transnasional; 
4. membahayakan keselamatan dan kehidupan penegak hukum dan/atau keluarganya; dan/atau 
5. membahayakan keamanan peralatan, sarana, dan/atau prasarana penegak hukum. 
b. Informasi Publik yang apabila dibuka dan diberikan kepada Pemohon Informasi Publik dapat mengganggu kepentingan perlindungan hak atas kekayaan intelektual dan perlindungan dari persaingan usaha tidak sehat; 
c. Informasi Publik yang apabila dibuka dan diberikan kepada Pemohon Informasi Publik dapat membahayakan pertahanan dan keamanan negara, yaitu: 
1. informasi tentang strategi, intelijen, operasi, taktik dan teknik yang berkaitan dengan penyelenggaraan sistem pertahanan dan keamanan negara, meliputi tahap perencanaan, pelaksanaan dan pengakhiran atau evaluasi dalam kaitan dengan ancaman dari dalam dan luar negeri; 
2. dokumen yang memuat tentang strategi, intelijen, operasi, teknik dan taktik yang berkaitan dengan penyelenggaraan sistem pertahanan dan keamanan negara yang meliputi tahap perencanaan, pelaksanaan dan pengakhiran atau evaluasi; 
3. jumlah, komposisi, disposisi, atau dislokasi kekuatan dan kemampuan dalam penyelenggaraan sistem pertahanan dan keamanan negara serta rencana pengembangannya; 
4. gambar dan data tentang situasi dan keadaan pangkalan dan/atau instalasi militer; 
5. data perkiraan kemampuan militer dan pertahanan negara lain terbatas pada segala tindakan dan/atau indikasi negara tersebut yang dapat membahayakan kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia dan/atau data terkait kerjasama militer dengan negara lain yang disepakati dalam perjanjian tersebut sebagai rahasia atau sangat rahasia; 
6. sistem persandian negara; dan/atau 
7. sistem intelijen negara. 
d. Informasi Publik yang apabila dibuka dan diberikan kepada Pemohon Informasi Publik dapat mengungkapkan kekayaan alam Indonesia;
e. Informasi Publik yang apabila dibuka dan diberikan kepada Pemohon Informasi Publik, dapat merugikan ketahanan ekonomi nasional: 
1. rencana awal pembelian dan penjualan mata uang nasional atau asing, saham dan aset vital milik negara; 
2. rencana awal perubahan nilai tukar, suku bunga, dan model operasi institusi keuangan; 
3. rencana awal perubahan suku bunga bank, pinjaman pemerintah, perubahan pajak, tarif, atau pendapatan negara/daerah lainnya; 
4. rencana awal penjualan atau pembelian tanah atau properti; 
5. rencana awal investasi asing; 
6. proses dan hasil pengawasan perbankan, asuransi, atau lembaga keuangan lainnya; dan/atau 
7. hal-hal yang berkaitan dengan proses pencetakan uang. 
f. Informasi Publik yang apabila dibuka dan diberikan kepada Pemohon Informasi Publik, dapat merugikan kepentingan hubungan luar negeri: 
1. posisi, daya tawar dan strategi yang akan dan telah diambil oleh negara dalam hubungannya dengan internasional; 
2. korespondensi diplomatik antarnegara; 
3. sistem komunikasi dan persandian dipergunakan dalam menjalankan internasional; dan/atau negosiasi yang hubungan 
4. perlindungan dan pengamanan infrastruktur strategis Indonesia di luar negeri. 
g. Informasi Publik yang apabila dibuka dapat mengungkapkan isi akta otentik yang bersifat pribadi dan kemauan terakhir ataupun wasiat seseorang; 
h. Informasi Publik yang apabila dibuka dan diberikan kepada Pemohon Informasi Publik dapat mengungkap rahasia pribadi, yaitu: 
1. riwayat dan kondisi anggota keluarga; 
2. riwayat, kondisi dan perawatan, pengobatan kesehatan fisik, dan psikis seseorang; 
3. kondisi keuangan, aset, pendapatan, dan rekening bank seseorang; 
4. hasil-hasil evaluasi sehubungan dengan kapabilitas, intelektualitas, dan rekomendasi kemampuan seseorang; dan/atau 
5. catatan yang menyangkut pribadi seseorang yang berkaitan dengan kegiatan satuan pendidikan formal dan satuan pendidikan nonformal. 
i. memorandum atau surat-surat antar Badan Publik atau intra Badan Publik, yang menurut sifatnya dirahasiakan kecuali atas putusan Komisi Informasi atau pengadilan; 
j. informasi yang tidak boleh diungkapkan berdasarkan Undang- Undang. 



Pasal 18 

(1) Tidak termasuk dalam kategori informasi yang dikecualikan adalah informasi berikut: 
a. putusan badan peradilan; 
b. ketetapan, keputusan, peraturan, surat edaran, ataupun bentuk kebijakan lain, baik yang tidak berlaku mengikat maupun mengikat ke dalam ataupun ke luar serta pertimbangan lembaga penegak hukum; 
c. surat perintah penghentian penyidikan atau penuntutan; 
d. rencana pengeluaran tahunan lembaga penegak hukum; 
e. laporan keuangan tahunan lembaga penegak hukum; 
f. laporan hasil pengembalian uang hasil korupsi; dan/atau 
g. informasi lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (2). 
(2) Tidak termasuk informasi yang dikecualikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 huruf g dan huruf h, antara lain apabila : 
a. pihak yang rahasianya diungkap memberikan persetujuan tertulis; dan/atau 
b. pengungkapan berkaitan dengan posisi seseorang dalam jabatan-jabatan publik. 
(3) Dalam hal kepentingan pemeriksaan perkara pidana di pengadilan, Kepala Kepolisian Republik Indonesia, Jaksa Agung, Ketua Mahkamah Agung, Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi, dan/atau Pimpinan Lembaga Negara Penegak Hukum lainnya yang diberi kewenangan oleh Undang-Undang dapat membuka informasi yang dikecualikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 huruf a, huruf b, huruf c, huruf d, huruf e, huruf f, huruf i, dan huruf j. 
(4) Pembukaan informasi yang dikecualikan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilakukan dengan cara mengajukan permintaan izin kepada Presiden. 
(5) Permintaan izin sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan ayat (4) untuk kepentingan pemeriksaan perkara perdata yang berkaitan dengan keuangan atau kekayaan negara di pengadilan, permintaan izin diajukan oleh Jaksa Agung sebagai pengacara negara kepada Presiden. 
(6) Izin tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (3), ayat (4), dan ayat (5) diberikan oleh Presiden kepada Kepala Kepolisian Republik Indonesia, Jaksa Agung, Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi, Pimpinan Lembaga Negara Penegak Hukum lainnya, atau Ketua Mahkamah Agung. 
(7) Dengan mempertimbangkan kepentingan pertahanan dan keamanan negara dan kepentingan umum, Presiden dapat menolak permintaan informasi yang dikecualikan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), ayat (4), dan ayat (5). 


Pasal 19 

Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi di setiap Badan Publik wajib melakukan pengujian tentang konsekuensi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 dengan saksama dan penuh ketelitian sebelum menyatakan Informasi Publik tertentu dikecualikan untuk diakses oleh setiap Orang. 


Pasal 20 

(1) Pengecualian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 huruf a, huruf b, huruf c, huruf d, huruf e, dan huruf f tidak bersifat permanen. 
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai jangka waktu pengecualian diatur dengan Peraturan Pemerintah. 


BAB VI MEKANISME MEMPEROLEH INFORMASI 


Pasal 21 

Mekanisme untuk memperoleh Informasi Publik didasarkan pada prinsip cepat, tepat waktu, dan biaya ringan. 


Pasal 22 

(1) Setiap Pemohon Informasi Publik dapat mengajukan permintaan untuk memperoleh Informasi Publik kepada Badan Publik terkait secara tertulis atau tidak tertulis. 
(2) Badan Publik wajib mencatat nama dan alamat Pemohon Informasi Publik, subjek dan format informasi serta cara penyampaian informasi yang diminta oleh Pemohon Informasi Publik. 
(3) Badan Publik yang bersangkutan wajib mencatat permintaan Informasi Publik yang diajukan secara tidak tertulis. 
(4) Badan Publik terkait wajib memberikan tanda bukti penerimaan permintaan Informasi Publik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (3) berupa nomor pendaftaran pada saat permintaan diterima. 
(5) Dalam hal permintaan disampaikan secara langsung atau melalui surat elektronik, nomor pendaftaran diberikan saat penerimaan permintaan. 
(6) Dalam hal permintaan disampaikan melalui surat, pengiriman nomor pendaftaran dapat diberikan bersamaan dengan pengiriman informasi. 
(7) Paling lambat 10 (sepuluh) hari kerja sejak diterimanya permintaan, Badan Publik yang bersangkutan wajib menyampaikan pemberitahuan tertulis yang berisikan : 
a. informasi yang diminta berada di bawah penguasaannya ataupun tidak; 
b. Badan Publik wajib memberitahukan Badan Publik yang menguasai informasi yang diminta apabila informasi yang diminta tidak berada di bawah penguasaannya dan Badan Publik yang menerima permintaan mengetahui keberadaan informasi yang diminta; 
c. penerimaan atau penolakan permintaan dengan alasan yang tercantum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17; 
d. dalam hal permintaan diterima seluruhnya atau sebagian dicantumkan materi informasi yang akan diberikan; 
e. dalam hal suatu dokumen mengandung materi yang dikecualikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17, maka informasi yang dikecualikan tersebut dapat dihitamkan dengan disertai alasan dan materinya; 
f. alat penyampai dan format informasi yang akan diberikan; dan/atau 
g. biaya serta cara pembayaran untuk memperoleh informasi yang diminta. 
(8) Badan Publik yang bersangkutan dapat memperpanjang waktu untuk mengirimkan pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada ayat (7), paling lambat 7 (tujuh) hari kerja berikutnya dengan memberikan alasan secara tertulis. 
(9) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara permintaan informasi kepada Badan Publik diatur oleh Komisi Informasi. 


BAB VII KOMISI INFORMASI 

Bagian Kesatu Fungsi 


Pasal 23 

Komisi Informasi adalah lembaga mandiri yang berfungsi menjalankan Undang-Undang ini dan peraturan pelaksanaannya menetapkan petunjuk teknis standar layanan Informasi Publik dan menyelesaikan Sengketa Informasi Publik melalui Mediasi dan/atau Ajudikasi nonlitigasi. 

Bagian Kedua Kedudukan 


Pasal 24 

(1) Komisi Informasi terdiri atas Komisi Informasi Pusat, Komisi Informasi provinsi, dan jika dibutuhkan Komisi Informasi kabupaten/kota. 
(2) Komisi Informasi Pusat berkedudukan di ibu kota Negara. 
(3) Komisi Informasi provinsi berkedudukan di ibu kota provinsi dan Komisi Informasi kabupaten/kota berkedudukan di ibu kota kabupaten/kota. 


Bagian Ketiga Susunan 


Pasal 25 

(1) Anggota Komisi Informasi Pusat berjumlah 7 (tujuh) orang yang mencerminkan unsur pemerintah dan unsur masyarakat. 
(2) Anggota Komisi Informasi provinsi dan/atau Komisi Informasi kabupaten/kota berjumlah 5 (lima) orang yang mencerminkan unsur pemerintah dan unsur masyarakat. 
(3) Komisi Informasi dipimpin oleh seorang ketua merangkap anggota dan didampingi oleh seorang wakil ketua merangkap anggota. 
(4) Ketua dan wakil ketua dipilih dari dan oleh para anggota Komisi Informasi. 
(5) Pemilihan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dilakukan dengan musyawarah seluruh anggota Komisi Informasi dan apabila tidak tercapai kesepakatan dilakukan pemungutan suara. 


Bagian Keempat Tugas 


Pasal 26 

(1) Komisi Informasi bertugas: 
a. menerima, memeriksa, dan memutus permohonan penyelesaian Sengketa Informasi Publik melalui Mediasi dan/atau Ajudikasi nonlitigasi yang diajukan oleh setiap Pemohon Informasi Publik berdasarkan alasan sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang ini; 
b. menetapkan kebijakan umum pelayanan Informasi Publik; dan 
c. menetapkan petunjuk pelaksanaan dan petunjuk teknis. 
(2) Komisi Informasi Pusat bertugas: 
a. menetapkan prosedur pelaksanaan penyelesaian sengketa melalui Mediasi dan/atau Ajudikasi nonlitigasi; 
b. menerima, memeriksa, dan memutus Sengketa Informasi Publik di daerah selama Komisi Informasi provinsi dan/atau Komisi Informasi kabupaten/kota belum terbentuk; dan 
c. memberikan laporan mengenai pelaksanaan tugasnya berdasarkan Undang-Undang ini kepada Presiden dan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia setahun sekali atau sewaktu- waktu jika diminta. 
(3) Komisi Informasi provinsi dan/atau Komisi Informasi kabupaten/kota bertugas menerima, memeriksa, dan memutus Sengketa Informasi Publik di daerah melalui Mediasi dan/atau Ajudikasi nonlitigasi. 


Bagian Kelima Wewenang 


Pasal 27 

(1) Dalam menjalankan tugasnya, Komisi Informasi memiliki wewenang: 
a. memanggil dan/atau mempertemukan para pihak yang bersengketa; 
b. meminta catatan atau bahan yang relevan yang dimiliki oleh Badan Publik terkait untuk mengambil keputusan dalam upaya menyelesaikan Sengketa Informasi Publik;
c. meminta keterangan atau menghadirkan pejabat Badan Publik ataupun pihak yang terkait sebagai saksi dalam penyelesaian Sengketa Informasi Publik; 
d. mengambil sumpah setiap saksi yang didengar keterangannya dalam Ajudikasi nonlitigasi penyelesaian Sengketa Informasi Publik; dan 
e. membuat kode etik yang diumumkan kepada publik sehingga masyarakat dapat menilai kinerja Komisi Informasi. 
(2) Kewenangan Komisi Informasi Pusat meliputi kewenangan penyelesaian Sengketa Informasi Publik yang menyangkut Badan Publik pusat dan Badan Publik tingkat provinsi dan/atau Badan Publik tingkat kabupaten/kota selama Komisi Informasi di provinsi atau Komisi Informasi kabupaten/kota tersebut belum terbentuk. 
(3) Kewenangan Komisi Informasi provinsi meliputi kewenangan penyelesaian sengketa yang menyangkut Badan Publik tingkat provinsi yang bersangkutan. 
(4) Kewenangan Komisi Informasi kabupaten/kota meliputi kewenangan penyelesaian sengketa yang menyangkut Badan Publik tingkat kabupaten/kota yang bersangkutan 


Bagian Keenam Pertanggungjawaban 


Pasal 28 

(1) Komisi Informasi Pusat bertanggung jawab kepada Presiden dan menyampaikan laporan tentang pelaksanaan fungsi, tugas, dan wewenangnya kepada Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia. 
(2) Komisi Informasi provinsi bertanggung jawab kepada gubernur dan menyampaikan laporan tentang pelaksanaan fungsi, tugas, dan wewenangnya kepada Dewan Perwakilan Rakyat Daerah provinsi yang bersangkutan. 
(3) Komisi Informasi kabupaten/kota bertanggung jawab kepada bupati/walikota dan menyampaikan laporan tentang pelaksanaan fungsi, tugas, dan wewenangnya kepada Dewan Perwakilan Rakyat Daerah kabupaten/ kota yang bersangkutan. 
(4) Laporan lengkap Komisi Informasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) bersifat terbuka untuk umum. 

Bagian Ketujuh Sekretariat dan Penatakelolaan Komisi Informasi 


Pasal 29 


(1) Dukungan administratif, keuangan, dan tata kelola Komisi Informasi dilaksanakan oleh sekretariat komisi. 
(2) Sekretariat Komisi Informasi dilaksanakan oleh Pemerintah. 
(3) Sekretariat Komisi Informasi Pusat dipimpin oleh sekretaris yang ditetapkan oleh Menteri yang tugas dan wewenangnya di bidang komunikasi dan informatika berdasarkan usulan Komisi Informasi. 
(4) Sekretariat Komisi Informasi provinsi dilaksanakan oleh pejabat yang tugas dan wewenangnya di bidang komunikasi dan informasi di tingkat provinsi yang bersangkutan. 
(5) Sekretariat Komisi Informasi kabupaten/kota dilaksanakan oleh pejabat yang mempunyai tugas dan wewenang di bidang komunikasi dan informasi di tingkat kabupaten/kota yang bersangkutan. 
(6) Anggaran Komisi Informasi Pusat dibebankan pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara, anggaran Komisi Informasi provinsi dan/atau Komisi Informasi kabupaten/kota dibebankan pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah provinsi dan/atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah kabupaten/kota yang bersangkutan. 


Bagian Kedelapan Pengangkatan dan Pemberhentian 


Pasal 30 

(1) Syarat-syarat pengangkatan anggota Komisi Informasi: 
a. warga negara Indonesia; 
b. memiliki integritas dan tidak tercela; 
c. tidak pernah dipidana karena melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana 5 (lima) tahun atau lebih; 
d. memiliki pengetahuan dan pemahaman di bidang keterbukaan Informasi Publik sebagai bagian dari hak asasi manusia dan kebijakan publik; 
e. memiliki pengalaman dalam aktivitas Badan Publik; 
f. bersedia melepaskan keanggotaan dan jabatannya dalam Badan Publik apabila diangkat menjadi anggota Komisi Informasi; 
g. bersedia bekerja penuh waktu; 
h. berusia paling rendah 35 (tiga puluh lima) tahun; dan 
i. sehat jiwa dan raga. 
(2) Rekrutmen calon anggota Komisi Informasi dilaksanakan oleh Pemerintah secara terbuka, jujur, dan objektif. 
(3) Daftar calon anggota Komisi Informasi wajib diumumkan kepada masyarakat. 
(4) Setiap Orang berhak mengajukan pendapat dan penilaian terhadap calon anggota Komisi Informasi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dengan disertai alasan. 


Pasal 31 


(1) Calon anggota Komisi Informasi Pusat hasil rekrutmen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat (2) diajukan kepada Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia oleh Presiden sejumlah 21 (dua puluh satu) orang calon. 
(2) Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia memilih anggota Komisi Informasi Pusat melalui uji kepatutan dan kelayakan. 
(3) Anggota Komisi Informasi Pusat yang telah dipilih oleh Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia selanjutnya ditetapkan oleh Presiden. 


Pasal 32 


(1) Calon anggota Komisi Informasi provinsi dan/atau Komisi Informasi kabupaten/kota hasil rekrutmen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat (2) diajukan kepada Dewan Perwakilan Rakyat Daerah provinsi dan/atau Dewan Perwakilan Rakyat Daerah kabupaten/kota oleh gubernur dan/atau bupati/walikota paling sedikit 10 (sepuluh) orang calon dan paling banyak 15 (lima belas) orang calon. 
(2) Dewan Perwakilan Rakyat Daerah provinsi dan/atau kabupaten/kota memilih anggota Komisi Informasi provinsi dan/atau Komisi Informasi kabupaten/kota melalui uji kepatutan dan kelayakan. 
(3) Anggota Komisi Informasi provinsi dan/atau Komisi Informasi kabupaten/kota yang telah dipilih oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah provinsi dan/atau Dewan Perwakilan Rakyat Daerah kabupaten/kota selanjutnya ditetapkan oleh gubernur dan/atau bupati/walikota. 


Pasal 33 

Anggota Komisi Informasi diangkat untuk masa jabatan 4 (empat) tahun dan dapat diangkat kembali untuk satu periode berikutnya. 


Pasal 34 


(1)
Pemberhentian anggota Komisi Informasi dilakukan berdasarkan keputusan Komisi Informasi sesuai dengan tingkatannya dan diusulkan kepada Presiden untuk Komisi Informasi Pusat, kepada gubernur untuk Komisi Informasi provinsi, dan kepada bupati/walikota untuk Komisi Informasi kabupaten/kota untuk ditetapkan. 
(2) Anggota Komisi Informasi berhenti atau diberhentikan karena: 
a. meninggal dunia; 
b. telah habis masa jabatannya; 
c. mengundurkandiri; 
d. dipidana dengan putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap dengan ancaman pidana paling singkat 5 (lima) tahun penjara; 
e. sakit jiwa dan raga dan/atau sebab lain yang mengakibatkan yang bersangkutan tidak dapat menjalankan tugas 1 (satu) tahun berturut-turut; atau 
f. melakukan tindakan tercela dan/atau melanggar kode etik, yang putusannya ditetapkan oleh Komisi Informasi. 
(3) Pemberhentian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan melalui Keputusan Presiden untuk Komisi Informasi Pusat, keputusan gubernur untuk Komisi Informasi provinsi, dan/atau keputusan bupati/walikota untuk Komisi Informasi kabupaten/kota. 
(4) Pergantian antarwaktu anggota Komisi Informasi dilakukan oleh Presiden setelah berkonsultasi dengan pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia untuk Komisi Informasi Pusat, oleh gubernur setelah berkonsultasi dengan pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah provinsi untuk Komisi Informasi provinsi, dan oleh bupati/walikota setelah berkonsultasi dengan pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah kabupaten/kota untuk Komisi Informasi kabupaten/kota. 
(5) Anggota Komisi Informasi pengganti antarwaktu diambil dari urutan berikutnya berdasarkan hasil uji kelayakan dan kepatutan yang telah dilaksanakan sebagai dasar pengangkatan anggota Komisi Informasi pada periode dimaksud. 


BAB VIII KEBERATAN DAN PENYELESAIAN SENGKETA MELALUI KOMISI INFORMASI 

Bagian Kesatu Keberatan 


Pasal 35 

(1) Setiap Pemohon Informasi Publik dapat mengajukan keberatan secara tertulis kepada atasan Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi berdasarkan alasan berikut: 
a. penolakan atas permintaan informasi berdasarkan alasan pengecualian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17; 
b. tidak disediakannya informasi berkala sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9; 
c. tidak ditanggapinya permintaan informasi; 
d. permintaan informasi ditanggapi tidak sebagaimana yang diminta; 
e. tidak dipenuhinya permintaan informasi; 
f. pengenaan biaya yang tidak wajar; dan/atau 
g. penyampaian informasi yang melebihi waktu yang diatur dalam Undang-Undang ini. 
(2) Alasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b sampai dengan huruf g dapat diselesaikan secara musyawarah oleh kedua belah pihak. 


Pasal 36 

(1) Keberatan diajukan oleh Pemohon Informasi Publik dalam jangka waktu paling lambat 30 (tiga puluh) hari kerja setelah ditemukannya alasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 ayat (1). 
(2) Atasan pejabat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 ayat (1) memberikan tanggapan atas keberatan yang diajukan oleh Pemohon Informasi Publik dalam jangka waktu paling lambat 30 (tiga puluh) hari kerja sejak diterimanya keberatan secara tertulis. 
(3) Alasan tertulis disertakan bersama tanggapan apabila atasan pejabat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 ayat (1) menguatkan putusan yang ditetapkan oleh bawahannya. 


Bagian Kedua Penyelesaian Sengketa Melalui Komisi Informasi 


Pasal 37 

(1) Upaya penyelesaian Sengketa Informasi Publik diajukan kepada Komisi Informasi Pusat dan/atau Komisi Informasi provinsi dan/atau Komisi Informasi kabupaten/kota sesuai dengan kewenangannya apabila tanggapan atasan Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi dalam proses keberatan tidak memuaskan Pemohon Informasi Publik. 
(2) Upaya penyelesaian Sengketa Informasi Publik diajukan dalam waktu paling lambat 14 (empat belas) hari kerja setelah diterimanya tanggapan tertulis dari atasan pejabat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 ayat (2). 


Pasal 38 


(1) Komisi Informasi Pusat dan Komisi Informasi provinsi dan/atau Komisi Informasi kabupaten/kota harus mulai mengupayakan penyelesaian Sengketa Informasi Publik melalui Mediasi dan/atau Ajudikasi nonlitigasi paling lambat 14 (empat belas) hari kerja setelah menerima permohonan penyelesaian Sengketa Informasi Publik. 
(2) Proses penyelesaian sengketa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling lambat dapat diselesaikan dalam waktu 100 (seratus) hari kerja. 


Pasal 39 

Putusan Komisi Informasi yang berasal dari kesepakatan melalui Mediasi bersifat final dan mengikat. 


BAB IX HUKUM ACARA KOMISI 

Bagian Kesatu Mediasi 


Pasal 40 

(1) Penyelesaian sengketa melalui Mediasi merupakan pilihan para pihak dan bersifat sukarela. 
(2) Penyelesaian sengketa melalui Mediasi hanya dapat dilakukan terhadap pokok perkara yang terdapat dalam Pasal 35 ayat (1) huruf b, huruf c, huruf d, huruf e, huruf f, dan huruf g. 
(3) Kesepakatan para pihak dalam proses Mediasi dituangkan dalam bentuk putusan Mediasi Komisi Informasi. 


Pasal 41 

Dalam proses Mediasi anggota Komisi Informasi berperan sebagai mediator. 

Bagian Kedua Ajudikasi 


Pasal 42 

Penyelesaian Sengketa Informasi Publik melalui Ajudikasi nonlitigasi oleh Komisi Informasi hanya dapat ditempuh apabila upaya Mediasi dinyatakan tidak berhasil secara tertulis oleh salah satu atau para pihak yang bersengketa, atau salah satu atau para pihak yang bersengketa menarik diri dari perundingan. 


Pasal 43 


(1) Sidang Komisi Informasi yang memeriksa dan memutus perkara paling sedikit 3 (tiga) orang anggota komisi atau lebih dan harus berjumlah gasal. 
(2) Sidang Komisi Informasi bersifat terbuka untuk umum. 
(3) Dalam hal pemeriksaan yang berkaitan dengan dokumen- dokumen yang termasuk dalam pengecualian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17, maka sidang pemeriksaan perkara bersifat tertutup. 
(4) Anggota Komisi Informasi wajib menjaga rahasia dokumen sebagaimana dimaksud pada ayat (3). 


Bagian Ketiga Pemeriksaan 


Pasal 44 


(1) Dalam hal Komisi Informasi menerima permohonan penyelesaian Sengketa Informasi Publik, Komisi Informasi memberikan salinan permohonan tersebut kepada pihak termohon. 
(2) Pihak termohon sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah pimpinan Badan Publik atau pejabat terkait yang ditunjuk yang didengar keterangannya dalam proses pemeriksaan. 
(3) Dalam hal pihak termohon sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Komisi Informasi dapat memutus untuk mendengar keterangan tersebut secara lisan ataupun tertulis. 
(4) Pemohon Informasi Publik dan termohon dapat mewakilkan kepada wakilnya yang secara khusus dikuasakan untuk itu. 

Bagian Keempat Pembuktian 


Pasal 45 


(1) Badan Publik harus membuktikan hal-hal yang mendukung pendapatnya apabila menyatakan tidak dapat memberikan informasi dengan alasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 dan Pasal 35 ayat (1) huruf a. 
(2) Badan Publik harus menyampaikan alasan yang mendukung sikapnya apabila Pemohon Informasi Publik mengajukan permohonan penyelesaian Sengketa Informasi Publik sebagaimana diatur dalam Pasal 35 ayat (1) huruf b sampai dengan huruf g. 

Bagian Kelima Putusan Komisi Informasi 


Pasal 46 


(1) Putusan Komisi Informasi tentang pemberian atau penolakan akses terhadap seluruh atau sebagian informasi yang diminta berisikan salah satu perintah di bawah ini: 
a. membatalkan putusan atasan Badan Publik dan memutuskan untuk memberikan sebagian atau seluruh informasi yang diminta oleh Pemohon Informasi Publik sesuai dengan keputusan Komisi Informasi; atau 
b. mengukuhkan putusan atasan Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi untuk tidak memberikan informasi yang diminta sebagian atau seluruhnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17. 
(2) Putusan Komisi Informasi tentang pokok keberatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 ayat (1) huruf b sampai dengan huruf g, berisikan salah satu perintah di bawah ini: 
a. memerintahkan Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi untuk menjalankan kewajibannya sebagaimana ditentukan dalam Undang-Undang ini; 
b. memerintahkan Badan Publik untuk memenuhi kewajibannya dalam jangka waktu pemberian informasi sebagaimana diatur dalam Undang- Undang ini; atau 
c. mengukuhkan pertimbangan atasan Badan Publik atau memutuskan mengenai biaya penelusuran dan/atau penggandaan informasi. 
(3) Putusan Komisi Informasi diucapkan dalam sidang terbuka untuk umum, kecuali putusan yang menyangkut informasi yang dikecualikan. 
(4) Komisi Informasi wajib memberikan salinan putusannya kepada para pihak yang bersengketa. 
(5) Apabila ada anggota komisi yang dalam memutus suatu perkara memiliki pendapat yang berbeda dari putusan yang diambil, pendapat anggota komisi tersebut dilampirkan dalam putusan dan menjadi bagian tidak terpisahkan dari putusan tersebut. 


BAB X GUGATAN KE PENGADILAN DAN KASASI 

Bagian Kesatu Gugatan ke Pengadilan 


Pasal 47 


(1) Pengajuan gugatan dilakukan melalui pengadilan tata usaha negara apabila yang digugat adalah Badan Publik negara. 
(2) Pengajuan gugatan dilakukan melalui pengadilan negeri apabila yang digugat adalah Badan Publik selain Badan Publik negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1). 


Pasal 48 


(1) Pengajuan gugatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 47 ayat (1) dan ayat (2) hanya dapat ditempuh apabila salah satu atau para pihak yang bersengketa secara tertulis menyatakan tidak menerima putusan Ajudikasi dari Komisi Informasi paling lambat 14 (empat belas) hari kerja setelah diterimanya putusan tersebut. 
(2) Sepanjang menyangkut informasi yang dikecualikan, sidang di Komisi Informasi dan di pengadilan bersifat tertutup. 


Pasal 49 


(1) Putusan pengadilan tata usaha negara atau pengadilan negeri dalam penyelesaian Sengketa Informasi Publik tentang pemberian atau penolakan akses terhadap seluruh atau sebagian informasi yang diminta berisi salah satu perintah berikut: 
a. membatalkan putusan Komisi Informasi dan/atau memerintahkan Badan Publik: 
1. memberikan sebagian atau seluruh informasi yang dimohonkan oleh Pemohon Informasi Publik; atau 
2. menolak memberikan sebagian atau seluruh informasi yang diminta oleh Pemohon Informasi Publik. 
b. menguatkan putusan Komisi Informasi dan/atau memerintahkan Badan Publik: 
1. memberikan sebagian atau seluruh informasi yang diminta oleh Pemohon Informasi Publik; atau 
2. menolak memberikan sebagian atau seluruh informasi yang diminta oleh Pemohon Informasi Publik. 
(2) Putusan pengadilan tata usaha negara atau pengadilan negeri dalam penyelesaian Sengketa Informasi Publik tentang pokok keberatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 ayat (1) huruf b sampai dengan huruf g berisi salah satu perintah berikut: 
a. memerintahkan Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi untuk menjalankan kewajibannya sebagaimana ditentukan dalam Undang-Undang ini dan/atau memerintahkan untuk memenuhi jangka waktu pemberian informasi sebagaimana diatur dalam Undang- Undang ini; 
b. menolak permohonan Pemohon Informasi Publik; atau 
c. memutuskan biaya penggandaan informasi. 
(3) Pengadilan tata usaha negara atau pengadilan negeri memberikan salinan putusannya kepada para pihak yang bersengketa. 

Bagian Kedua Kasasi 


Pasal 50 


Pihak yang tidak menerima putusan pengadilan tata usaha negara atau pengadilan negeri dapat mengajukan kasasi kepada Mahkamah Agung paling lambat dalam waktu 14 (empat belas) hari sejak diterimanya putusan pengadilan tata usaha negara atau pengadilan negeri. 


BAB XI KETENTUAN PIDANA 


Pasal 51 


Setiap Orang yang dengan sengaja menggunakan Informasi Publik secara melawan hukum dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp5.000.000,00 (lima juta rupiah). 


Pasal 52 

Badan Publik yang dengan sengaja tidak menyediakan, tidak memberikan, dan/atau tidak menerbitkan Informasi Publik berupa Informasi Publik secara berkala, Informasi Publik yang wajib diumumkan secara serta-merta, Informasi Publik yang wajib tersedia setiap saat, dan/atau Informasi Publik yang harus diberikan atas dasar permintaan sesuai dengan Undang-Undang ini, dan mengakibatkan kerugian bagi orang lain dikenakan pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp5.000.000,00 (lima juta rupiah). 


Pasal 53 

Setiap Orang yang dengan sengaja dan melawan hukum menghancurkan, merusak, dan/atau menghilangkan dokumen Informasi Publik dalam bentuk media apa pun yang dilindungi negara dan/atau yang berkaitan dengan kepentingan umum dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah). 


Pasal 54 


(1)
Setiap Orang yang dengan sengaja dan tanpa hak mengakses dan/atau memperoleh dan/atau memberikan informasi yang dikecualikan sebagaimana diatur dalam Pasal 17 huruf a, huruf b, huruf d, huruf f, huruf g, huruf h, huruf i, dan huruf j dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan pidana denda paling banyak Rp10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah). 
(2) Setiap Orang yang dengan sengaja dan tanpa hak mengakses dan/atau memperoleh dan/atau memberikan informasi yang dikecualikan sebagaimana diatur dalam Pasal 17 huruf c dan huruf e, dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan pidana denda paling banyak Rp20.000.000,00 (dua puluh juta rupiah). 


Pasal 55 

Setiap Orang yang dengan sengaja membuat Informasi Publik yang tidak benar atau menyesatkan dan mengakibatkan kerugian bagi orang lain dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun dan/atau denda paling banyak Rp5.000.000,00 (lima juta rupiah). 


Pasal 56 

Setiap pelanggaran yang dikenai sanksi pidana dalam Undang- Undang ini dan juga diancam dengan sanksi pidana dalam Undang- Undang lain yang bersifat khusus, yang berlaku adalah sanksi pidana dari Undang-Undang yang lebih khusus tersebut. 


Pasal 57 

Tuntutan pidana berdasarkan Undang-Undang ini merupakan delik aduan dan diajukan melalui peradilan umum. 

BAB XII KETENTUAN LAIN-LAIN 


Pasal 58 

Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pembayaran ganti rugi oleh Badan Publik negara diatur dengan Peraturan Pemerintah. 


BAB XIII KETENTUAN PERALIHAN 


Pasal 59 

Komisi Informasi Pusat harus sudah dibentuk paling lambat 1 (satu) tahun sejak diundangkannya Undang- Undang ini. 


Pasal 60 

Komisi Informasi provinsi harus sudah dibentuk paling lambat 2 (dua) tahun sejak diundangkannya Undang- Undang ini. 


Pasal 61 

Pada saat diberlakukannya Undang-Undang ini Badan Publik harus melaksanakan kewajibannya berdasarkan Undang-Undang. 


Pasal 62 

Peraturan Pemerintah sudah harus ditetapkan sejak diberlakukannya Undang-Undang ini. 


BAB XIV KETENTUAN PENUTUP 


Pasal 63 

Pada saat berlakunya Undang-Undang ini semua peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan perolehan informasi yang telah ada tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dan belum diganti berdasarkan Undang-Undang ini. 


Pasal 64

(1) Undang-Undang ini mulai berlaku 2 (dua) tahun sejak tanggal diundangkan. 
(2) Penyusunan dan penetapan Peraturan Pemerintah, petunjuk teknis, sosialisasi, sarana dan prasarana, serta hal-hal lainnya yang terkait dengan persiapan pelaksanaan Undang-Undang ini harus rampung paling lambat 2 (dua) tahun sejak Undang- Undang ini diundangkan. 



Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-Undang ini dengan penempatannya dalam  Lembaran Negara Republik Indonesia. 

Disahkan di
pada tanggal 30 April 2008 

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, 

DR. H. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO 


Diundangkan di pada tanggal 30 April 2008 

MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA, 

ANDI MATTALATTA
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2008 NOMOR 6



03 Februari 2021

Final Sengketa Informasi Bona Silalahi melawan atasan PPID

Foto: Pelantikan anggota Komisi Informasi Provinsi DKI Jakarta periode 2020-2024
( www.kumparan.com)

Setelah melakukan serangkaian persidangan Ajudikasi Sengketa informasi, ternyata pemberitaan saya tentang proses SIDANG AJUDIKASI SENGKETA INFORMASI TERKAIT EVALUASI TENDER  memperoleh atensi yang cukup tinggi dari kalangan masyarakat PBJ se-Indonesia, tercatat pembacanya sudah 759 orang belum lagi dukungan via japri yang menanyakan perkembangan maupun sekedar diskusi guna menambah wawasan.

Dari sisi pribadi, Aksi konstitusional saya kali ini cukup menarik dan berbeda, karena selain beban pikiran, memakan waktu yang cukup lama, juga ternyata menelan biaya yang lumayan tapi aku rasa itu semua tak sebanding jika hasilnya besok (04 Februari 2021) bisa mengubah Proses Evaluasi Tender yang saat ini serasa Proses Sulap menjadi terang benderang. Ya sembari berharap kiranya para Majelis Komisioner kaum Milenial besok memutuskan sesuai harapan, namun jika tidak.... terpaksa demi menegakkan Peraturan Presiden agar Badan Publik mematuhinya maka saya pastikan akan melanjutkan Aksi ini ke PTUN.

Kalo boleh bercerita kebelakang, proses ini dimulai dari pendaftaran sebagai  peserta pada kegiatan tender, membuat permohonan Informasi di PPID Pemerintah Provinsi DKI Jakarta, lanjut ke Permohonan Sidang sengketa Informasi di Komisi Informasi Pusat hingga akhirnya diarahkan ke Komisi Informasi Provinsi DKI Jakarta. 

Setelah mengikuti seluruh ketentuan pada PERATURAN KOMISI INFORMASI NOMOR 2 TAHUN 2010 TENTANG PROSEDUR PENYELESAIAN SENGKETA INFORMASI PUBLIK (disingkat PerKI 02/2010), persidangan kami telah tiba pada tahap kesimpulan akhir sebagaimana yang diatur pada Pasal 58 PerKI 02/2010 yang berbunyi "Setelah pemeriksaan persidangan dinyatakan selesai, para pihak dapat diberikan kesempatan menyampaikan kesimpulan akhir secara lisan dan/atau tertulis kecuali Majelis Komisioner menentukan hal tersebut tidak diperlukan", dalam hal ini majelis memerlukan kesimpulan yang dimaksud (lampiran dibawah) dan softcopy-nya telah pula saya kirimkan kemarin ke Panitera. Menurut keterangan majelis disidang kemarin, besok agendanya adalah Keputusan Majelis Komisioner yang diucapkan dalam sidang terbuka untuk umum dan rencananya akan saya buat Live di Facebook...semoga tidak ada halangan.

Apa sebenarnya motivasi pribadi saya? beberapakali anggota majelis bertanya...  mungkin jawabannya bisa lebih dari satu tapi yang pasti keputusan sederhana dari ruang sidang kecil ini jelas Efeknya Nasional terutama dalam mengawal penggunaan Belanja Negara yang ditaksir jumlahnya bisa 500 Trilliun per tahunnya. Keterbukaan dan Transparansi proses Evaluasi Tender akan menimbulkan persaingan yang sehat, setiap Individu maupun Badan Usaha akan mampu mengembangkan Potensi dan Sumber Daya-nya kearah yang benar karena Ukuran Pemenang bisa dibuktikan, tidak seperti proses saat ini dimana pembuktian kehebatan Dokumen Pemenang hanya Evaluator dan Tuhan yang tahu.

Jika teman-teman pembaca adalah para Majelis Komisioner, dan kesimpulan Fakta yang saya buat dibawah adalah benar.....apa keputusan Anda ?


Lampiran Kesimpulan sisi Pemohon








Saran:
Untuk lebih memperdalam, silahkan klik tulisannya pada peraturan perundang-undangan dibawah ini:


02 Februari 2021

RDP Komisi V DPR RI dengan Dirjen SDA Kementerian PUPR

Komisi V DPR RI Rapat Dengar Pendapat dengan Dirjen Sumber Daya Air (SDA) Kementerian PUPR, Membahas Program Kerja Ditjen SDA Kementerian PUPR Tahun 2021 dan Lain-lain, Selasa, 2 Februari 2021




RDP Komisi V DPR RI dengan Dirjen Perumahan dan Dirjen Pembiayaan Infrastruktur Pekerjaan Umum dan Perumahan (DJPI)

Komisi V DPR RI Rapat Dengar Pendapat dengan Dirjen Perumahan dan Dirjen Pembiayaan Infrastruktur Pekerjaan Umum dan Perumahan (DJPI) Kementerian PUPR secara Fisik dan Virtual, terkait:

1. Membahas Program Kerja Ditjen Perumahan dan DJPI Kementerian PUPR Tahun 2021 2. Lain-lain