Layanan Konsultasi.

Kami dapat memberikan JASA Nasehat Kebijakan terhadap Kepatuhan terhadap Peraturan Perundang-undangan; Pengadaan Barang/Jasa Konstruksi (Perencanaan - Persiapan - Pelaksanaan - Kontrak); dan Pemenangan Tender. Kami juga membantu membuat Kebijakan Perusahaan (Dokumen Tender & Peraturan Direksi terkait Pengadaan). Hubungi bonatua.766hi@gmail.com

Translate

CARI DI BLOG INI

23 Desember 2020

PERMENPAN RB 29/2020 TENTANG JABATAN FUNGSIONAL PENGELOLA PENGADAAN BARANG/JASA

UPDATE : 
    Ketentuan mengenai unsur dan sub unsur kegiatan, butir kegiatan dan angka kreditnya, hasil kerja, penilai kinerja, penilaian Angka Kredit, pejabat pengusul Angka Kredit, pejabat penetap Angka Kredit, tim penilai Angka Kredit, Angka Kredit pemeliharaan, unsur penunjang, unsur pengembangan profesi, pengangkatan dalam JF, kenaikan pangkat, dan kenaikan jenjang JF dalam Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 29 Tahun 2020 tentang Jabatan Fungsional Pengelola Pengadaan Barang/Jasa dinyatakan dicabut dan dinyatakan tidak berlaku sejak tanggal 1 Juli 2023..



SALINAN

PERATURAN MENTERI PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA DAN REFORMASI BIROKRASI REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 29 TAHUN 2020
TENTANG
JABATAN FUNGSIONAL PENGELOLA PENGADAAN BARANG/JASA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

MENTERI PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA DAN REFORMASI BIROKRASI REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang :

  1. bahwa untuk pengembangan karier dan peningkatan profesionalisme pegawai negeri sipil yang mempunyai ruang lingkup, tugas, tanggung jawab, dan wewenang dalam melaksanakan tugas di bidang pengadaan barang/jasa pemerintah, serta untuk meningkatkan kinerja organisasi, perlu menyesuaikan pengaturan mengenai jabatan fungsional pengelola pengadaan barang/jasa;
  2. bahwa Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor 77 Tahun 2012 tentang Jabatan Fungsional Pengelola Pengadaan Barang/Jasa dan Angka Kreditnya, sudah tidak sesuai dengan perkembangan hukum sehingga perlu diganti;
  3. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi tentang Jabatan Fungsional Pengelola Pengadaan Barang/Jasa;


Mengingat:

  1. Pasal 17 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
  2. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 6, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5494);
  3. Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 2017 tentang Manajemen Pegawai Negeri Sipil (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2017 Nomor 63, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6037) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 2020 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 2017 tentang Manajemen Pegawai Negeri Sipil (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6477);
  4. Keputusan Presiden Nomor 87 Tahun 1999 tentang Rumpun Jabatan Fungsional Pegawai Negeri Sipil, sebagaimana telah beberapa kali diubah, terakhir dengan Peraturan Presiden Nomor 116 Tahun 2014 tentang Perubahan Kedua atas Keputusan Presiden Nomor 87 Tahun 1999 tentang Rumpun Jabatan Fungsional Pegawai Negeri Sipil (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 240);
  5. Peraturan Presiden Nomor 47 Tahun 2015 tentang Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 89);
  6. Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 13 Tahun 2019 tentang Pengusulan, Penetapan, dan Pembinaan Jabatan Fungsional Pegawai Negeri Sipil (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2019 Nomor 834);
  7. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 166, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4916);

Menetapkan :

MEMUTUSKAN: 

PERATURAN MENTERI PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA DAN REFORMASI BIROKRASI TENTANG JABATAN FUNGSIONAL PENGELOLA PENGADAAN BARANG/JASA.

BAB I KETENTUAN UMUM

Pasal 1
Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:

  1. Pegawai Negeri Sipil yang selanjutnya disingkat PNS adalah warga negara Indonesia yang memenuhi syarat tertentu, diangkat sebagai pegawai aparatur sipil negara secara tetap oleh pejabat pembina kepegawaian untuk menduduki jabatan pemerintahan.

  2. Pejabat Pembina Kepegawaian adalah pejabat yang mempunyai kewenangan menetapkan pengangkatan, pemindahan, dan pemberhentian pegawai aparatur sipil negara dan pembinaan manajemen aparatur sipil negara di instansi pemerintah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

  3. Pejabat yang Berwenang adalah pejabat yang mempunyai kewenangan melaksanakan proses pengangkatan, pemindahan, dan pemberhentian pegawai aparatur sipil negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan.

  4. Jabatan Fungsional adalah sekelompok jabatan yang berisi fungsi dan tugas berkaitan dengan pelayanan fungsional yang berdasarkan pada keahlian dan keterampilan tertentu.

  5. Instansi Pemerintah adalah instansi pusat dan instansi daerah.

  6. Instansi Pusat adalah kementerian, lembaga pemerintah nonkementerian, kesekretariatan lembaga negara, dan kesekretariatan lembaga nonstruktural.

  1. Instansi Daerah adalah perangkat daerah provinsi dan perangkat daerah kabupaten/kota yang meliputi sekretariat daerah, sekretariat dewan perwakilan rakyat daerah, dinas daerah, dan lembaga teknis daerah.

  2. Jabatan Fungsional Pengelola Pengadaan Barang/Jasa yang selanjutnya disingkat Jabatan Fungsional PPBJ adalah jabatan yang mempunyai ruang lingkup tugas, tanggung jawab, wewenang, dan hak untuk melakukan kegiatan pengadaan barang/jasa pemerintah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

  3. Pejabat Fungsional Pengelola Pengadaan Barang/Jasa yang selanjutnya disebut Pengelola PBJ adalah PNS yang diberi tugas, tanggung jawab, wewenang, dan hak secara penuh oleh Pejabat yang Berwenang untuk melaksanakan kegiatan pengadaan barang/jasa.

  4. Kelompok Kerja Pemilihan yang selanjutnya disebut Pokja Pemilihan adalah sumber daya manusia yang ditetapkan oleh pimpinan unit kerja pengadaan barang/jasa untuk mengelola pemilihan penyedia.

  5. Pejabat Pengadaan adalah pejabat administrasi/pejabat fungsional/personel yang bertugas melaksanakan pengadaan langsung, penunjukan langsung, dan/atau e- purchasing.

  6. Pejabat Pembuat Komitmen yang selanjutnya disingkat PPK adalah pejabat yang diberi kewenangan oleh pengguna anggaran/kuasa pengguna anggaran untuk mengambil keputusan dan/atau melakukan tindakan yang dapat mengakibatkan pengeluaran anggaran belanja negara/anggaran belanja daerah.

  7. Pejabat Pemeriksa Hasil Pekerjaan yang selanjutnya disingkat PjPHP adalah pejabat administrasi/pejabat fungsional/personel yang bertugas memeriksa administrasi hasil pekerjaan Pengadaan Barang/Jasa.

  8. Panitia Pemeriksa Hasil Pekerjaan yang selanjutnya disingkat PPHP adalah tim yang bertugas memeriksa administrasi hasil pekerjaan Pengadaan Barang/Jasa.

  1. Kerja Sama Pemerintah dengan Badan Usaha yang selanjutnya disingkat KPBU adalah kerja sama antara pemerintah dengan badan usaha dalam penyediaan infrastruktur untuk kepentingan umum dengan mengacu pada spesifikasi yang telah ditetapkan sebelumnya oleh menteri/kepala lembaga/kepala daerah/badan usaha milik negara/badan usaha milik daerah, yang sebagian atau seluruhnya menggunakan sumber daya badan usaha dengan memperhatikan pembagian risiko diantara para pihak.

  2. Tim KPBU adalah tim yang dibentuk penanggung jawab proyek kerja sama untuk membantu pengelolaan KPBU pada tahap penyiapan dan tahap transaksi KPBU.

  3. Panitia Pengadaan adalah tim yang dibentuk penanggung jawab proyek kerja sama yang memiliki peran dan tanggung jawab untuk mempersiapkan dan melaksanakan proses pengadaan badan usaha pelaksana, membantu persiapan penandatanganan perjanjian KPBU, dan persiapan pemenuhan pembiayaan.

  4. Sertifikat Keahlian Tingkat Dasar di bidang Pengadaan Barang/Jasa yang selanjutnya disebut Sertifikat Dasar adalah tanda bukti atau dokumen yang diterbitkan oleh LKPP yang menunjukkan bahwa seorang telah memahami peraturan perundang-undangan di bidang pengadaan barang/jasa.

  5. Sasaran Kerja Pegawai yang selanjutnya disingkat SKP adalah rencana kerja dan target yang akan dicapai oleh seorang PNS yang harus dicapai setiap tahun.

  6. Angka Kredit adalah satuan nilai dari uraian kegiatan yang ditetapkan dalam butir kegiatan dan/atau akumulasi nilai dari butir kegiatan yang yang harus dicapai oleh Pengelola PBJ dalam rangka pembinaan karier yang bersangkutan.

  7. Angka Kredit Kumulatif adalah akumulasi nilai Angka Kredit minimal yang harus dicapai oleh Pengelola PBJ sebagai salah satu syarat kenaikan pangkat dan jabatan.

  1. Penetapan Angka Kredit yang selanjutnya disingkat PAK adalah hasil penilaian yang diberikan berdasarkan Angka Kredit untuk pengangkatan atau kenaikan pangkat/jabatan dalam Jabatan Fungsional PPBJ.

  2. Tim Penilai Angka Kredit Jabatan Fungsional PPBJ yang selanjutnya disebut Tim Penilai adalah tim yang dibentuk dan ditetapkan oleh pejabat yang memiliki kewenangan menetapkan Angka Kredit dan bertugas mengevaluasi keselarasan hasil kerja dengan tugas yang disusun dalam SKP serta menilai capaian kinerja Pengelola PBJ dalam bentuk Angka Kredit Pengelola PBJ.

  3. Standar Kompetensi Pengelola PBJ yang selanjutnya disebut Standar Kompetensi adalah deskripsi pengetahuan, keterampilan, dan perilaku yang diperlukan seorang aparatur sipil negara dalam melaksanakan tugas Jabatan Fungsional PPBJ.

  4. Uji Kompetensi adalah proses pengukuran dan penilaian terhadap kompetensi teknis, manajerial dan/atau sosial- kultural dari Pengelola PBJ dalam melaksanakan tugas dan fungsi dalam jabatan.

  5. Hasil Kerja adalah unsur kegiatan utama yang harus dicapai oleh Pengelola PBJ sebagai prasyarat menduduki setiap jenjang Jabatan Fungsional PPBJ.

  6. Hasil Kerja Minimal adalah unsur kegiatan utama yang harus dicapai minimal oleh Pengelola PBJ sebagai prasyarat pencapaian Hasil Kerja.

  7. Karya Tulis/Karya Ilmiah adalah tulisan hasil pokok pikiran, pengembangan, dan hasil kajian/penelitian yang disusun oleh Pengelola PBJ baik perorangan atau kelompok di bidang pengadaan barang/jasa.

  8. Ikatan Fungsional Pengadaan Indonesia yang selanjutnya disingkat IFPI adalah organisasi profesi bagi Jabatan Fungsional PPBJ.

  9. Instansi Pembina Jabatan Fungsional PPBJ yang selanjutnya disebut Instansi Pembina adalah lembaga pemerintah nonkementerian yang mempunyai tugas melaksanakan pengembangan dan perumusan kebijakanpengadaan barang/jasa pemerintah.

31. Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pendayagunaan aparatur negara.


BAB II
KEDUDUKAN, TANGGUNG JAWAB, DAN KLASIFIKASI/RUMPUN JABATAN

Bagian Kesatu 

Kedudukan dan Tanggung Jawab

Pasal 2

(1)  Pengelola PBJ berkedudukan sebagai pelaksana teknis fungsional di bidang pengadaan barang/jasa pada Instansi Pemerintah.
(2)  Pengelola PBJ sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berkedudukan di bawah dan bertanggung jawab secara langsung kepada pejabat pimpinan tinggi pratama, pejabat administrator, atau pejabat pengawas yang memiliki keterkaitan dengan pelaksanaan tugas Jabatan Fungsional PPBJ.

(3)  Kedudukan Pengelola PBJ sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan dalam peta jabatan berdasarkan analisis tugas dan fungsi unit kerja, analisis jabatan, dan analisis beban kerja yang dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.


Pasal 3

Jabatan Fungsional PPBJ merupakan jabatan karier PNS.


Bagian Kedua 

Klasifikasi/Rumpun Jabatan

Pasal 4
Jabatan Fungsional PPBJ termasuk dalam klasifikasi/rumpun manajemen.


BAB III
KATEGORI DAN JENJANG JABATAN FUNGSIONAL

Pasal 5

(1)  Jabatan Fungsional PPBJ merupakan jabatan fungsional kategori keahlian.

(2)  Jenjang jabatan Jabatan Fungsional PPBJ sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dari jenjang terendah sampai dengan jenjang tertinggi, yaitu:

a. Pengelola PBJ Ahli Pertama;

b. Pengelola PBJ Ahli Muda; dan

c. Pengelola PBJ Ahli Madya.

(3)  Jenjang pangkat untuk masing-masing jenjang Jabatan Fungsional PPBJ sebagaimana dimaksud pada ayat (2), ditetapkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan tercantum dalam Lampiran III sampai dengan Lampiran V yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.

BAB IV
TUGAS JABATAN, UNSUR DAN SUB-UNSUR KEGIATAN, URAIAN KEGIATAN TUGAS JABATAN, DAN HASIL KERJA

Bagian Kesatu 

Tugas Jabatan

Pasal 6
Tugas Jabatan Fungsional PPBJ yaitu melaksanakan kegiatan perencanaan pengadaan barang/jasa pemerintah, pemilihan penyedia barang/jasa pemerintah, pengelolaan kontrak pengadaan barang/jasa pemerintah, dan pengelolaan pengadaan barang/jasa pemerintah secara swakelola.

Bagian Kedua
Unsur dan Sub-Unsur Kegiatan

Pasal 7

(1)  Unsur kegiatan tugas Jabatan Fungsional PPBJ yang dinilai Angka Kreditnya yaitu pengadaan barang/jasa.

(2)  Sub-unsur dari unsur kegiatan tugas Jabatan Fungsional PPBJ sebagaimana dimaksud pada ayat (1), terdiri atas: 

a. perencanaan pengadaan barang/jasa pemerintah;

b. pemilihan penyedia barang/jasa pemerintah;

c. pengelolaan kontrak pengadaan barang/jasa pemerintah; dan

d. pengelolaan pengadaan barang/jasa pemerintahsecara swakelola.

Bagian Ketiga

Uraian Kegiatan sesuai Jenjang Jabatan

Pasal 8

(1) Uraian kegiatan tugas Pengelola PBJ sesuai jenjang jabatannya, ditetapkan dalam butir kegiatan sebagai berikut:

a. Pengelola PBJ Ahli Pertama, meliputi:

    1. melakukan identifikasi atau reviu kebutuhan dan penetapan barang/jasa;
    2. menyusun spesifikasi teknis dan kerangka acuan kerja pada pekerjaan dengan output barang jadi, layanan jasa lainnya yang sederhana, atau pekerjaan konsultan perseorangan;
    3. menyusun harga perkiraan sendiri pada pekerjaan dengan output barang jadi, layanan jasa lainnya yang sederhana, atau pekerjaan konsultan perseorangan;
    4. mereviu dokumen perencanaan pengadaan;
    5. mengklarifikasi usulan barang/jasa untuk masuk katalog elektronik;
    6. mengidentifikasi rencana umum pengadaan (norma, standar, peraturan, dan manual) pada tahap perencanaan pengadaan;
    7. mengidentifikasi permasalahan penggunaan sistem informasi atau aplikasi pada tahap perencanaan pengadaan;
    8. menganalisis temuan hasil pemeriksaaan pada tahap perencanaan pengadaan;
    9. melakukan reviu dokumen persiapan pada pekerjaan yang dilakukan dengan metode pemilihan pengadaan langsung, tender cepat, atau e-purchasing;
    10. melakukan penyusunan dan penjelasan dokumen pemilihan pada pekerjaan yang dilakukan dengan metode pemilihan pengadaan langsung atau tender cepat;
    11. melakukan evaluasi penawaran dengan metode evaluasi harga terendah sistem gugur;
    12. melakukan penilaian kualifikasi pada pengadaan langsung;
    13. melakukan pengadaan barang/jasa secara e- purchasing dan pembelian melalui toko daring (online);
    14. melakukan negosiasi dengan mengacu pada harga perkiraan sendiri dan standar harga/biaya;
    15. mereviu dokumen persiapan pengadaan;
    16. mengidentifikasi permasalahan penggunaan sistem informasi atau aplikasi pada tahap pemilihan penyedia;
    17. menganalisis temuan hasil pemeriksaaan pada tahap pemilihan penyedia barang/jasa;
    18. menyusun laporan tahunan pengadaan barang/jasa pemerintah;
    19. melakukan perumusan kontrak pengadaan barang/jasa pemerintah dalam bentuk surat perintah kerja;
    20. melakukan pengendalian pelaksanaan kontrak pada pekerjaan dengan output barang jadi, layanan jasa lainnya yang sederhana, atau pekerjaan konsultan perseorangan;
    21. melakukan serah terima hasil pengadaan pada pekerjaan dengan output barang jadi, layanan jasa lainnya yang sederhana, atau pekerjaan konsultan perseorangan;
    22. menyusun instrumen evaluasi kinerja penyedia pengadaan barang/jasa pemerintah;
    23. mengidentifikasi norma, standar, peraturan, dan manual pada tahap pengelolaan kontrak pengadaan barang/jasa;
    24. mengidentifikasi permasalahan penggunaan sistem informasi atau aplikasi pada tahap pengelolaan kontrak pengadaan barang/jasa;
    25. menganalisis temuan hasil pemeriksaaan pada tahap pengelolaan kontrak pengadaan barang/jasa;
    26. melakukan penyusunan rencana dan persiapan pengadaan secara swakelola pada pekerjaan yang pelaksanaannya mengacu pada standar, pedoman, petunjuk pelaksanaan, atau petunjuk teknis
    27. melaksanakan pengelolaan pengadaan secara swakelola pada pekerjaan yang pelaksanaannya mengacu pada standar, pedoman, petunjuk pelaksanaan, atau petunjuk teknis;
    28. mengidentifikasi norma, standar, peraturan, dan manual pada pengadaan barang/jasa pemerintah secara swakelola; dan
    29. menganalisis temuan hasil pemeriksaaan pada pengadaan barang/jasa pemerintah secara swakelola;

b. Pengelola PBJ Ahli Muda, meliputi:

  1. menyusun spesifikasi teknis dan kerangka acuan kerja pada pekerjaan yang memiliki standar, pedoman, petunjuk pelaksanaan, atau petunjuk teknis, dengan output hasil pekerjaan konstruksi, layanan, atau sistem;
  2. menyusun harga perkiraan sendiri pada pekerjaan yang memiliki standar, pedoman, petunjuk pelaksanaan, atau petunjuk teknis, dengan output hasil pekerjaan konstruksi, layanan, atau sistem;
  3. melakukan perumusan pemaketan dan cara pengadaan sesuai strategi pengadaan;
  4. melakukan analisis belanja untuk pelaksanaan konsolidasi pengadaan;
  5. melakukan analisis pasar untuk pelaksanaan konsolidasi pengadaan;
  6. melakukan konsolidasi pada tahap perencanaan pengadaan;
  7. melakukan konsolidasi untuk paket pengadaan barang/jasa sejenis;
  8. menganalisis hasil klarifikasi usulan barang/jasa;
  9. menyusun konsep rekomendasi atau saran untuk pembinaan atau pendampingan pengadaan barang/jasa pemerintah pada tahap perencanaan pengadaan;
  10. melaksanakan pendampingan, bimbingan teknis, atau konsultasi penggunaan sistem informasi
  11. atau aplikasi pada tahap perencanaan pengadaan;
  12. menyusun rekomendasi atau rencana tindak lanjut terhadap hasil pemeriksaan pada tahap perencanaan pengadaan;
  13. melakukan reviu dokumen persiapan pada pekerjaan yang dilakukan dengan metode pemilihan tender, seleksi, atau penunjukan langsung;
  14. melakukan penyusunan dan penjelasan dokumen pemilihan pada pekerjaan yang dilakukan dengan metode pemilihan tender, seleksi, atau penunjukan langsung; 14.melakukan evaluasi penawaran dengan metode evaluasi harga terendah ambang batas, sistem nilai, penilaian biaya selama umur ekonomis, kualitas, kualitas dan biaya, pagu anggaran, atau biaya terendah;
  15. melakukan penilaian kualifikasi pada tender, seleksi, atau penunjukan langsung;
  16. melakukan pengelolaan sanggah pada pekerjaan dengan metode pemilihan tender, seleksi, atau penunjukan langsung;
  17. melakukan pengelolaan sanggah banding pada pekerjaan dengan metode pemilihan tender, seleksi, atau penunjukan langsung;
  18. melakukan penyusunan daftar penyedia barang/jasa pemerintah;
  19. melakukan negosiasi pada pekerjaan dengan metode pemilihan tender, seleksi, atau penunjukan langsung;
  20. mengusulkan perubahan spesifikasi teknis atau kerangka acuan kerja, harga perkiraan sendiri, dan/atau rancangan kontrak;
  21. melaksanakan pendampingan, bimbingan teknis, atau konsultasi penggunaan sistem informasi atau aplikasi pada tahap pemilihan penyedia;
  22. menyusun rekomendasi atau rencana tindak lanjut terhadap hasil pemeriksaan pada tahap pemilihan penyedia barang/jasa;
  23. melakukan perumusan kontrak pengadaan barang/jasa pemerintah dalam bentuk surat perjanjian;
  24. melakukan pengendalian pelaksanaan kontrak pada pekerjaan yang memiliki standar, pedoman, petunjuk pelaksanaan, atau petunjuk teknis, dengan output hasil pekerjaan konstruksi, layanan, atau sistem;
  25. melakukan serah terima hasil pengadaan pada pekerjaan yang memiliki standar, pedoman, petunjuk pelaksanaan, atau petunjuk teknis, dengan output hasil pekerjaan konstruksi, layanan, atau sistem;
  26. mengevaluasi kinerja penyedia pengadaan barang/jasa pemerintah;
  27. menyusun konsep rekomendasi atau saran untuk pembinaan atau pendampingan pengadaan barang/jasa pemerintah pada tahap pengelolaan kontrak pengadaan barang/jasa;
  28. melaksanakan pendampingan, bimbingan teknis, atau konsultasi penggunaan sistem informasi atau aplikasi pada tahap pengelolaan kontrak pengadaan barang/jasa;
  29. mengidentifikasi permasalahan dan menyiapkan konsep rekomendasi atau saran untuk pelaksanaan mediasi penyelesaian sengketa kontrak;
  30. menyusun rekomendasi atau rencana tindak lanjut terhadap hasil pemeriksaan pada tahap pengelolaan kontrak pengadaan barang/jasa;
  31. melakukan penyusunan rencana dan persiapan pengadaan secara swakelola pada pekerjaan yang pelaksanaannya mengacu pada standar, pedoman, petunjuk pelaksanaan, atau petunjuk teknis yang spesifik pada bidang tertentu;
  32. melaksanakan pengelolaan pengadaan secara swakelola pada pekerjaan yang pelaksanaannya mengacu pada standar, pedoman, petunjuk pelaksanaan, atau petunjuk teknis yang spesifik pada bidang tertentu;
  33. menyusun konsep rekomendasi atau saran untuk pembinaan atau pendampingan pengadaan barang/jasa pemerintah secara swakelola; dan
  34. menyusun rekomendasi atau rencana tindak lanjut terhadap hasil pemeriksaan pada pengadaan barang/jasa pemerintah secara swakelola; dan

c. Pengelola PBJ Ahli Madya, meliputi:

  1. menyusun spesifikasi teknis dan kerangka acuan kerja pada pekerjaan yang mempunyai risiko tinggi, memerlukan teknologi tinggi, atau menggunakan peralatan khusus, dengan output hasil pekerjaan konstruksi, layanan, atau sistem;

  2. menyusun Harga Perkiraan Sendiri (HPS) pada pekerjaan yang mempunyai risiko tinggi, memerlukan teknologi tinggi, atau menggunakan peralatan khusus, dengan output hasil pekerjaan konstruksi, layanan, atau sistem;

  3. melakukan perumusan strategi pengadaan yang sesuai tujuan organisasi dan/atau tujuan pengadaan barang/jasa pemerintah;

  4. melakukan perumusan organisasi pengadaan barang/jasa pemerintah;

  5. melakukan studi kebutuhan, supply chain and logistic management, spesifikasi teknis, syarat penyedia, dan proses bisnis penyedia;

  6. melaksanakan pembinaan atau pendampingan pengadaan barang/jasa pemerintah pada tahap perencanaan pengadaan;

  7. melakukan penyusunan dan penjelasan dokumen pemilihan pada pekerjaan yang dilakukan dengan metode pemilihan tender, seleksi, atau penunjukan langsung;

  8. melakukan penyusunan dan penjelasan dokumen pemilihan pada tender atau seleksi internasional, pengadaan badan usaha pelaksana KPBU, atau pekerjaan terintegrasi;

  9. melakukan evaluasi penawaran dengan metode evaluasi harga terendah ambang batas, sistem nilai, penilaian biaya selama umur ekonomis, kualitas, kualitas dan biaya, pagu anggaran, atau biaya terendah;

  1. melakukan evaluasi penawaran pada tender atau seleksi internasional, pengadaan badan usaha

    pelaksana KPBU, atau pekerjaan terintegrasi;

  2. melakukan penilaian kualifikasi pada tender, seleksi, atau penunjukan langsung;

  3. melakukan penilaian kualifikasi pada tender atau seleksi internasional, pengadaan badan usaha pelaksana KPBU, atau pekerjaan terintegrasi;

  4. melakukan pengelolaan sanggah pada pekerjaan dengan metode pemilihan tender, seleksi, atau penunjukan langsung;

  5. melakukan pengelolaan sanggah pada tender atau seleksi internasional, pengadaan badan usaha pelaksana KPBU, atau pekerjaan terintegrasi;

  6. melakukan pengelolaan sanggah banding pada pekerjaan dengan metode pemilihan tender, seleksi, atau penunjukan langsung;
  7. melakukan pengelolaan sanggah banding pada tender atau seleksi internasional, pengadaan badan usaha pelaksana KPBU, atau pekerjaan terintegrasi;
  8. melakukan negosiasi pada pekerjaan dengan metode pemilihan tender, seleksi, atau penunjukan langsung;
  9. melakukan negosiasi pada tender atau seleksi internasional, pengadaan badan usaha pelaksana KPBU, atau pekerjaan terintegrasi;
  10. melakukan konsolidasi untuk paket pengadaan barang/jasa sejenis;
  11. melakukan perumusan kontrak pengadaan barang/jasa pemerintah dalam bentuk surat perjanjian untuk kontrak pekerjaan terintegrasi, kontrak payung, kontrak pengadaan barang/jasa internasional, atau kontrak secara itemized;
  12. mengorganisasikan tim pengelola kontrak pengadaan barang/jasa pemerintah; 
  13. melakukan pengendalian pelaksanaan kontrak pada pekerjaan yang mempunyai risiko tinggi, memerlukan teknologi tinggi, atau menggunakan peralatan khusus, dengan output hasil pekerjaan konstruksi, layanan, atau sistem; 
  14. melakukan serah terima hasil pengadaan pada pekerjaan yang mempunyai risiko tinggi, memerlukan teknologi tinggi, atau menggunakan peralatan khusus, dengan output hasil pekerjaan konstruksi, layanan, atau sistem;
  15. mengembangkan sistem evaluasi kinerja penyedia pengadaan barang/jasa pemerintah;
  16. melaksanakan pembinaaan atau pendampingan pengadaan barang/jasa pemerintah pada tahap pengelolaan kontrak pengadaan barang/jasa;
  17. melaksanakan mediasi penyelesaian sengketa kontrak;
  18. melakukan penyusunan rencana dan persiapan pengadaan secara swakelola pada pekerjaan yang mengacu pada kaidah keilmuan bidang tertentu;
  1. melaksanakan pengelolaan pengadaan secara swakelola pada pekerjaan yang mengacu pada kaidah keilmuan bidang tertentu;

  2. melakukan evaluasi efektivitas penggunaan sumber daya pada pengadaan barang/jasa pemerintah secara swakelola;

  3. melakukan evaluasi efektivitas pencapaian sasaran atau tujuan pengadaan barang/jasa pemerintah secara swakelola;

  4. melakukan evaluasi kinerja terhadap Instansi Pemerintah, organisasi masyarakat, atau kelompok masyarakat pelaksana swakelola; dan
  5. melaksanakan pembinaan atau pendampingan pengadaan barang/jasa pemerintah secara swakelola.
(2)  Pengelola PBJ yang melaksanakan kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan nilai Angka Kredit sebagaimana sebagaimana tercantum dalam Lampiran I yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.

(3)  Rincian uraian kegiatan tugas Jabatan Fungsional Pengelola PBJ untuk masing-masing jenjang jabatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur oleh Instansi Pembina.

Bagian Keempat Hasil Kerja

Pasal 9

Hasil kerja tugas jabatan bagi Pengelola PBJ sesuai jenjang jabatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1), sebagai berikut:

a. Pengelola PBJ Ahli Pertama, meliputi:

  1. dokumen perencanaan pengadaan;
  2. dokumen spesifikasi teknis dan kerangka acuan kerja pekerjaan dengan output barang jadi, layanan jasa lainnya yang sederhana, atau pekerjaan konsultan perseorangan;
  3. dokumen harga perkiraan sendiri pekerjaan dengan output barang jadi, layanan jasa lainnya yang sederhana, atau pekerjaan konsultan perseorangan;
  4. berita acara reviu dokumen perencanaan pengadaan; 
  5. laporan klarifikasi usulan barang/jasa;
  6. laporan hasil identifikasi norma, standar, peraturan, dan manual pada tahap perencanaan pengadaan;
  7. laporan hasil identifikasi;
  8. hasil analisis temuan pemeriksaan;
  9. berita acara reviu dokumen persiapan pengadaan langsung, tender cepat, atau e-purchasing;dokumen pemilihan pengadaan langsung atau tender cepat;
  10. berita acara evaluasi penawaran dengan metode evaluasi harga terendah sistem gugur;
  11. berita acara penilaian kualifikasi pengadaan langsung;
  12. surat pesanan pembelian pada toko daring (e- purchasing);
  13. berita acara negosiasi mengacu pada harga perkiraan sendiri dan standar harga/biaya;
  14. berita acara reviu dokumen persiapan pengadaan;
  15. laporan hasil identifikasi;
  16. hasil analisis temuan pemeriksaan;
  17. laporan tahunan;
  18. dokumen surat perintah kerja;
  19. laporan kemajuan berkala pengendalian pelaksanaan kontrak pekerjaan dengan output barang jadi, layanan jasa lainnya yang sederhana, atau pekerjaan konsultan perseorangan;
  20. berita acara serah terima hasil pekerjaan pada pekerjaan dengan output barang jadi, layanan jasa lainnya yang sederhana, atau pekerjaan konsultan perseorangan;
  21. instrumen evaluasi penilaian kinerja penyedia;
  22. laporan hasil identifikasi norma, standar, peraturan, dan manual pada tahap pengelolaan kontrak;
  23. laporan hasil identifikasi;
  24. hasil analisis temuan pemeriksaan;
  25. laporan penyusunan rencana dan persiapan pengadaan secara swakelola;
  26. laporan kegiatan swakelola;
  27. laporan hasil identifikasi norma, standar, peraturan, dan manual pada pengadaan barang/jasa pemerintah secara swakelola; dan 
  28. hasil analisis temuan pemeriksaan;

b. Pengelola PBJ Ahli Muda, meliputi:

  1. dokumen spesifikasi teknis dan kerangka acuan kerja pekerjaan yang memiliki standar, pedoman, petunjuk pelaksanaan, atau petunjuk teknis;

  2. dokumen harga perkiraan sendiri pekerjaan yang memiliki standar, pedoman, petunjuk pelaksanaan, atau petunjuk teknis;

  3. dokumen rencana umum pengadaan;

  4. laporan penyusunan analisis belanja;

  5. laporan penyusunan analisis pasar;

  6. laporan hasil konsolidasi tahap perencanaan;

  7. laporan hasil konsolidasi tahap persiapan pengadaan;

  8. laporan hasil analisis usulan barang/jasa;

  9. konsep rekomendasi atau saran;

  10. laporan pendampingan, bimbingan teknis, atau konsultasi;

  11. rekomendasi atau rencana tindak lanjut;

  12. berita acara reviu dokumen persiapan tender, seleksi, atau penunjukan langsung;

  13. dokumen pemilihan tender, seleksi, atau penunjukan langsung;

  14. berita acara evaluasi penawaran dengan metode evaluasi harga terendah ambang batas, sistem nilai, penilaian biaya selama umur ekonomis, kualitas, kualitas dan biaya, pagu anggaran, atau biaya terendah;

  15. berita acara penilaian kualifikasi tender, seleksi, atau penunjukan langsung;

  16. dokumen pengelolaan sanggah tender, seleksi, atau penunjukan langsung;

  17. dokumen pengelolaan sanggah banding tender, seleksi, atau penunjukan langsung;

  18. daftar penyedia barang/jasa;

  19. berita acara negosiasi tender, seleksi, atau penunjukan langsung;

  20. laporan usulan perubahan dokumen persiapan pengadaan;

  1. laporan pendampingan, bimbingan teknis, atau konsultasi;

  2. rekomendasi atau rencana tindak lanjut;

  3. dokumen batang tubuh surat perjanjian dan syarat- syarat khusus kontrak;

  4. laporan kemajuan berkala pengendalian pelaksanaan kontrak pekerjaan yang memiliki standar, pedoman, petunjuk pelaksanaan, atau petunjuk teknis;

  5. berita acara serah terima hasil pekerjaan pada pekerjaan yang memiliki standar, pedoman, petunjuk pelaksanaan, atau petunjuk teknis;

  6. lembar hasil evaluasi kinerja penyedia;

  7. konsep rekomendasi atau saran;

  8. laporan pendampingan, bimbingan teknis, atau konsultasi;

  9. konsep rekomendasi atau saran;

  10. rekomendasi atau rencana tindak lanjut;

  11. laporan penyusunan rencana dan persiapanpengadaan secara swakelola;

  12. laporan kegiatan swakelola;

  13. konsep rekomendasi atau saran; dan

  14. rekomendasi atau rencana tindak lanjut; dan

c. Pengelola PBJ Ahli Madya, meliputi:

  1. dokumen spesifikasi teknis dan kerangka acuan kerja pekerjaan yang mempunyai risiko tinggi, memerlukan teknologi tinggi, atau menggunakan peralatan khusus;
  2. dokumen harga perkiraan sendiri pekerjaan yang mempunyai risiko tinggi, memerlukan teknologi tinggi, atau menggunakan peralatan khusus;
  3. dokumen rencana umum pengadaan;
  4. dokumen organisasi pengadaan barang/jasa;
  5. laporan studi kebutuhan dan kelayakan penyedia;
  6. laporan pembinaan atau pendampingan;
  7. dokumen pemilihan tender, seleksi, atau penunjukan langsung
  8. dokumen pemilihan tender atau seleksi internasional, pengadaan badan usaha pelaksana KPBU, atau pekerjaan terintegrasi;
  9. berita acara evaluasi penawaran dengan metode evaluasi harga terendah ambang batas, sistem nilai, penilaian biaya selama umur ekonomis, kualitas, kualitas dan biaya, pagu anggaran, atau biaya terendah;
  10. berita acara evaluasi penawaran tender atau seleksi internasional, pengadaan badan usaha pelaksana KPBU, atau pekerjaan terintegrasi;
  11. berita acara penilaian kualifikasi tender, seleksi atau penunjukan langsung;
  12. berita acara penilaian kualifikasi tender atau seleksi internasional, pengadaan badan usaha pelaksana KPBU, atau pekerjaan terintegrasi;
  13. dokumen pengelolaan sanggah tender, seleksi, atau penunjukan langsung;
  14. dokumen pengelolaan sanggah tender atau seleksi internasional, pengadaan badan usaha pelaksana KPBU, atau pekerjaan terintegrasi;
  15. dokumen pengelolaan sanggah banding tender, seleksi, atau penunjukan langsung;
  16. dokumen pengelolaan sanggah banding tender atau seleksi internasional, pengadaan badan usaha pelaksana KPBU, atau pekerjaan terintegrasi;
  17. berita acara negosiasi tender, seleksi, atau penunjukan langsung;
  18. berita acara negosiasi tender atau seleksi internasional, pengadaan badan usaha pelaksana KPBU, atau pekerjaan terintegrasi;
  19. laporan hasil konsolidasi;
  20. dokumen batang tubuh surat perjanjian dan syarat khusus kontrak;
  21. laporan kegiatan tim pengelola kontrak;
  22. laporan kemajuan berkala pengendalian pelaksanaan kontrak pekerjaan yang mempunyai risiko tinggi, memerlukan teknologi tinggi, atau menggunakan peralatan khusus;
  23. berita acara serah terima hasil pekerjaan pada pekerjaan yang mempunyai risiko tinggi, memerlukan teknologi tinggi, atau menggunakan peralatan khusus;
  24. laporan pengembangan sistem evaluasi kinerja penyedia;
  25. laporan pembinaan atau pendampingan;
  26. laporan kegiatan;
  27. laporan penyusunan rencana dan persiapan pengadaan swakelola;
  28. laporan kegiatan swakelola;
  29. laporan evaluasi efektivitas penggunaan sumber daya;
  30. laporan evaluasi efektivitas pencapaian sasaran/tujuan;
  31. laporan evaluasi kinerja; dan
  32. laporan pembinaan atau pendampingan.

Bagian Kelima
Penugasan dalam Jabatan Fungsional

Pasal 10

(1)  Pengelola PBJ dapat diberikan tugas sebagai:

a. Pokja Pemilihan;

b. Pejabat Pengadaan; c. PPK; dan/atau

d. PjPHP/PPHP.

(2)  Selain tugas pada ayat (1), Pengelola PBJ juga dapat diberikan tugas sebagai:
a. Tim KPBU; atau
b. Panitia Pengadaan badan usaha pelaksana KPBU.
(3)  Tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) ditetapkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 11

Dalam hal suatu unit kerja tidak terdapat Pengelola PBJ yang sesuai dengan jenjang jabatannya untuk melaksanakan kegiatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1), Pengelola PBJ yang berada 1 (satu) sampai dengan 2 (dua) tingkat di atas atau 1 (satu) tingkat di bawah jenjang jabatannya dapat melakukan kegiatan tersebut berdasarkan penugasan secara tertulis dari pimpinan unit kerja yang bersangkutan.

Pasal 12

(1)  Penilaian Angka Kredit pelaksanaan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11, ditetapkan sebagai berikut:

    1. Pengelola PBJ yang melaksanakan kegiatan Pengelola PBJ yang berada satu tingkat di atas jenjang jabatannya, Angka Kredit yang diperoleh ditetapkan sebesar 80% (delapan puluh persen) dari Angka Kredit setiap butir kegiatan; dan

    2. Pengelola PBJ yang melaksanakan kegiatan Pengelola PBJ yang berada satu atau dua tingkat di bawah jenjang jabatannya, Angka Kredit yang diperoleh ditetapkan paling besar 100% (seratus persen) dari angka kredit setiap butir kegiatan.

(2)  Angka kredit sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tercantum dalam Lampiran I yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.


BAB V 

PENGANGKATAN DALAM JABATAN

Bagian Kesatu 

Umum

Pasal 13

Pejabat yang memiliki kewenangan untuk mengangkat dalam Jabatan Fungsional PPBJ yaitu pejabat sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 14
Pengangkatan PNS ke dalam Jabatan Fungsional PPBJ dilakukan melalui pengangkatan:

  1. pertama;
  2. perpindahan dari jabatan lain; atau 
  3. promosi.

Bagian Kedua 

Pengangkatan Pertama

Pasal 15

(1)  Pengangkatan dalam Jabatan Fungsional PPBJ melalui pengangkatan pertama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 huruf a, harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:

a. berstatus PNS;

b. memiliki integritas dan moralitas yang baik;

c. sehat jasmani dan rohani;

d.berijazah paling rendah sarjana atau diploma empat bidang ekonomi, hukum, teknik, ilmu sosial, ilmu alam (sains);

e. nilai prestasi kerja paling rendah bernilai baik dalam 1(satu) tahun terakhir.

(2)  Pengangkatan pertama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan pengangkatan untuk mengisi lowongan kebutuhan Jabatan Fungsional PPBJ dari calon PNS.

(3)  Calon PNS sebagaimana dimaksud pada ayat (2) paling lama 1 (satu) tahun setelah diangkat sebagai PNS, diangkat dalam Jabatan Fungsional PPBJ.
(4)  PNS yang telah diangkat dalam Jabatan Fungsional PPBJ sebagaimana dimaksud pada ayat (3), paling lama 3 (tiga) tahun setelah diangkat dalam Jabatan Fungsional PPBJ harus mengikuti pelatihan PPBJ Ahli Pertama.
(5)  Pengelola PBJ yang belum mengikuti dan/atau tidak lulus pelatihan fungsional PPBJ sebagaimana dimaksud pada ayat (4) tidak diberikan kenaikan jenjang satu tingkat di atas.

(6) Angka Kredit untuk pengangkatan pertama dalam Jabatan Fungsional PPBJ dinilai dan ditetapkan pada saat mulai melaksanakan tugas Jabatan Fungsional PPBJ.

Bagian Ketiga
Pengangkatan Perpindahan dari Jabatan Lain

Pasal 16
(1) Pengangkatan dalam Jabatan Fungsional PPBJ melalui perpindahan dari jabatan lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 huruf b, dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut:

  1. berstatus PNS;

  2. memiliki integritas dan moralitas yang baik;

  3. sehat jasmani dan rohani;

  4. berijazah paling rendah sarjana atau diploma empat di bidang ekonomi, hukum, teknik, ilmu sosial, ilmu alam (sains) atau kualifikasi pendidikan lain yang ditentukan oleh Instansi Pembina;

  5. mengikuti dan lulus Uji Kompetensi teknis, manajerial, dan sosial kultural sesuai Standar Kompetensi yang telah disusun oleh Instansi Pembina; dan

  6. memiliki pengalaman dalam pelaksanaan tugas di bidang pengadaan barang/jasa paling singkat 2 (dua) tahun;

  7. nilai prestasi kerja paling rendah bernilai baik dalam 2 (dua) tahun terakhir;

  8. memiliki Sertifikat Dasar; dan

  9. berusia paling tinggi:

    1) 53 (lima puluh tiga) tahun bagi yang akan menduduki Jabatan Fungsional PPBJ Ahli Pertama dan Jabatan Fungsional PPBJ Ahli Muda; dan

2) 55 (lima puluh lima) tahun bagi yang akan menduduki Jabatan Fungsional PPBJ Ahli Madya.

(2)  Pengangkatan dalam Jabatan Fungsional PPBJ sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus mempertimbangkan ketersediaan lowongan kebutuhan untuk jenjang Jabatan Fungsional yang akan diduduki.
(3)  Pangkat yang ditetapkan bagi PNS sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yaitu sama dengan pangkat yang dimiliki dan jenjang jabatan yang ditetapkan sesuai dengan jumlah Angka Kredit yang ditetapkan oleh Pejabat yang Berwenang menetapkan Angka Kredit.
(4)  Angka Kredit sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dinilai dan ditetapkan dari tugas jabatan dengan mempertimbangkan pengalaman dalam pelaksanaan tugas di bidang pengadaan barang/jasa.

Bagian Keempat 

Pengangkatan Melalui Promosi

Pasal 17
Pengangkatan dalam Jabatan Fungsional PPBJ melalui promosi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 huruf c, ditetapkan berdasarkan kriteria:

  1. termasuk dalam kelompok rencana suksesi;

  2. menghasilkan inovasi yang bermanfaat bagi instansi dan kepentingan nasional, dan diakui oleh Lembaga pemerintah terkait bidang inovasinya; dan memenuhi Standar Kompetensi jenjang jabatan yang akan  diduduki.

Pasal 18

(1) Pengangkatan dalam Jabatan Fungsional PPBJ melalui promosi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 huruf c, dilaksanakan dalam hal:

a. PNS yang belum menduduki Jabatan Fungsional PPBJ;

b. kenaikan jenjang Jabatan Fungsional PPBJ satu tingkat lebih tinggi.

(2)  Pengangkatan dalam Jabatan Fungsional PPBJ melalui promosi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:

  1. mengikuti dan lulus Uji Kompetensi teknis, manajerial,dan sosial kultural sesuai dengan Standar Kompetensi yang telah disusun oleh Instansi Pembina;
  2. nilai kinerja/prestasi kerja paling rendah bernilai baik dalam 2 (dua) tahun terakhir;
  3. memiliki rekam jejak yang baik;
  4. tidak pernah melakukan pelanggaran kode etik dan profesi PNS; dan
  5. tidak pernah dikenakan hukuman disiplin PNS.
(3)  Pengangkatan dalam Jabatan Fungsional PPBJ melalui promosi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus mempertimbangkan ketersediaan lowongan kebutuhan untuk jenjang Jabatan Fungsional PPBJ yang akan diduduki.
(4)  Angka Kredit untuk pengangkatan dalam Jabatan Fungsional PPBJ melalui promosi dinilai dan ditetapkan dari tugas jabatan.

(5)  Pengangkatan dalam Jabatan Fungsional PPBJ melalui promosi dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

BAB VI
PELANTIKAN DAN PENGAMBILAN SUMPAH/JANJI

Pasal 19

(1)  Setiap PNS yang diangkat menjadi Pengelola PBJ wajib dilantik dan diambil sumpah/janji menurut agama atau kepercayaannya kepada Tuhan Yang Maha Esa.
(2)  Sumpah/janji sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturanperundang-undangan meliputi:
  1. SKP; dan

  2. perilaku kerja.


BAB VII PENILAIAN KINERJA

Bagian Kesatu 

Umum

Pasal 20

(1)  Penilaian kinerja Pengelola PBJ bertujuan untuk menjamin objektivitas pembinaan yang didasarkan sistem prestasi dan sistem karier.
(2)  Penilaian kinerja Pengelola PBJ dilakukan berdasarkan perencanaan kinerja pada tingkat individu dan tingkat unit atau organisasi, dengan memperhatikan target, capaian, hasil dan manfaat yang dicapai, serta perilaku PNS.

(3)  Penilaian kinerja Pengelola PBJ dilakukan secara objektif, terukur, akuntabel, partisipatif, dan transparan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 21

Penilaian Kinerja sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20

Bagian Kedua SKP

Paragraf 1 

Umum

Pasal 22

(1)  Pada awal tahun, Pengelola PBJ wajib menyusun SKP.
(2)  SKP merupakan target kinerja Pengelola PBJ berdasarkan penetapan kinerja unit kerja yang bersangkutan.

(3) SKP untuk setiap jenjang jabatan diambil dari uraian kegiatan tugas jabatan sebagai turunan dari penetapan kinerja unit kerja.

Pasal 23

(1)  Target kinerja sebagaimana dimaksud Pasal 22 ayat (2) terdiri dari kinerja utama berupa target Angka Kredit dan/atau kinerja tambahan berupa tugas tambahan.

(2)  Target Angka Kredit sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diuraikan dalam bentuk butir kegiatan tercantum dalam Lampiran I yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.

(3)  Tugas tambahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)ditetapkan oleh pimpinan unit kerja berdasarkan penetapan kinerja unit kerja yang bersangkutan.

Pasal 24

(1)  Target Angka Kredit dan tugas tambahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (1) sebagai dasar untuk penyusunan, penetapan, dan penilaian SKP.

(2)  SKP yang disusun sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus disetujui dan ditetapkan oleh atasan langsung.

(3)  Penilaian SKP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

(4)  Hasil penilaian SKP Pengelola PBJ sebagaimana dimaksud pada ayat (3) ditetapkan sebagai capaian SKP.

Paragraf 2 

Target Angka Kredit

Pasal 25

(1) Target Angka Kredit sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (2) bagi Pengelola PBJ, setiap tahun ditetapkan paling sedikit:

a.     12,5 (dua belas koma lima) untuk Pengelola PBJ Ahli Pertama;

b.     25 (dua puluh lima) untuk Pengelola PBJ Ahli Muda; dan

c.     37,5 (tiga puluh tujuh koma lima) untuk Pengelola PBJ Ahli Madya.

(2)  Target Angka Kredit sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c, tidak berlaku bagi Pengelola PBJ Ahli Madya yang memiliki pangkat tertinggi dalam jenjang jabatan yang didudukinya.

(3)  Selain Target Angka Kredit sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pengelola PBJ wajib memperoleh Hasil Kerja Minimal untuk setiap Periode.

(4)  Ketentuan mengenai Penghitungan Target Angka Kredit dan Hasil Kerja Minimal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (3) diatur oleh Instansi Pembina

Paragraf 3
Angka Kredit Pemeliharaan

Pasal 26

(1)  Pengelola PBJ yang telah memenuhi syarat untuk kenaikan jenjang jabatan setingkat lebih tinggi tetapi belum tersedia lowongan pada jenjang jabatan yang akan diduduki, setiap tahun wajib memenuhi target Angka Kredit, paling sedikit:

a.     10 (sepuluh) untuk Pengelola PBJ Ahli Pertama; dan

b.     20 (dua puluh) untuk Pengelola PBJ Ahli Muda.

(2)  Pengelola PBJ Ahli Madya yang menduduki pangkat tertinggi dari jabatannya, setiap tahun sejak menduduki pangkatnya wajib mengumpulkan paling sedikit 20 (dua puluh) Angka Kredit.


Bagian Ketiga 

Perilaku Kerja

Pasal 27
Perilaku kerja sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 huruf b ditetapkan berdasarkan standar perilaku kerja dalam Jabatan Fungsional PPBJ dan dinilai sesuai dengan ketentuan
 peraturan perundang-undangan.


BAB VIII
PENILAIAN DAN PENETAPAN ANGKA KREDIT

Bagian Kesatu
Penilaian dan Penetapan Angka Kredit

Pasal 28

(1)  Capaian SKP Pengelola PBJ sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (4) disampaikan kepada Tim Penilai untuk dilakukan penilaian sebagai capaian Angka Kredit.

(2)  Capaian Angka Kredit Pengelola PBJ sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ditetapkan paling tinggi 150% (seratus lima puluh persen) dari target Angka Kredit minimal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 dan Pasal 26.

(3)  Dalam hal Pengelola PBJ telah memenuhi Angka Kredit yang dipersyaratkan untuk kenaikan pangkat/jabatan, capaian Angka Kredit Pengelola PBJ sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diusulkan kepada pejabat yang memiliki kewenangan menetapkan Angka Kredit untuk ditetapkan dalam PAK.

(4)  PAK sebagaimana dimaksud pada ayat (3) digunakan sebagai dasar kenaikan pangkat/jenjang jabatan setingkat lebih tinggi tercantum dalam Lampiran III sampai dengan Lampiran V yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.

Pasal 29

(1)  Untuk mendukung objektivitas dalam penilaian kinerja, Pengelola PBJ mendokumentasikan Hasil Kerja yang diperoleh sesuai dengan SKP yang ditetapkan setiap tahunnya.

(2)  Dalam hal sebagai bahan pertimbangan dalam pelaksanaan penilaian Angka Kredit, Tim Penilai dapat meminta laporan pelaksanaan kegiatan dan bukti fisik Hasil Kerja Pengelola PBJ.

(3)  Hasil penilaian dan PAK Pengelola PBJ sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (1) dan ayat (3) dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam penilaian kinerja Pengelola PBJ.


Bagian Kedua
Pejabat yang Mengusulkan Angka Kredit


Pasal 30

Usul PAK Pengelola PBJ diajukan oleh:

1.     pejabat pimpinan tinggi pratama yang membidangi kepegawaian pada Instansi Pemerintah kepada pejabat pimpinan tinggi utama atau pejabat pimpinan tinggi madya yang ditunjuk pada Instansi Pembina untuk Angka Kredit bagi Pengelola PBJ Ahli Madya di lingkungan Instansi Pemerintah; dan

2.     pimpinan unit kerja atau pejabat yang membidangi pengadaan barang/jasa pada Instansi Pemerintah kepada pejabat pimpinan tinggi pratama yang membidangi kepegawaian pada Instansi Pemerintah untuk Angka Kredit bagi Pengelola PBJ Ahli Pertama dan Ahli Muda di lingkungan Instansi Pemerintah.


Bagian Ketiga
Pejabat yang Berwenang Menetapkan Angka Kredit

Pasal 31
Pejabat yang berwenang menetapkan Angka Kredit, yaitu:

1.     pejabat pimpinan tinggi utama atau pejabat pimpinan tinggi madya yang ditunjuk pada Instansi Pembina untuk Angka Kredit bagi Pengelola PBJ Ahli Madya di lingkungan Instansi Pemerintah; dan

2.     pejabat pimpinan tinggi pratama yang membidangi kepegawaian pada Instansi Pemerintah untuk Angka Kredit bagi Pengelola PBJ Ahli Pertama dan Ahli Muda di lingkungan Instansi Pemerintah.

Bagian Keempat Tim Penilai

Pasal 32

(1)  Dalam menjalankan tugasnya, pejabat yang berwenang menetapkan Angka Kredit sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 dibantu oleh Tim Penilai.

(2)  Tim Penilai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memiliki tugas:

a.     mengevaluasi keselarasan hasil penilaian yang dilakukan oleh pejabat penilai;

b.     memberikan penilaian Angka Kredit berdasarkan nilai capaian tugas jabatan;

c.     memberikan rekomendasi kenaikan pangkat dan/atau jenjang jabatan;

d.     memberikan rekomendasi mengikuti Uji Kompetensi;

e.     melakukan pemantauan terhadap hasil penilaiancapaian tugas jabatan;

f.      memberikan pertimbangan penilaian SKP; dan

g.     memberikan bahan pertimbangan kepada Pejabat yang Berwenang dalam pengembangan PNS, pengangkatan dalam jabatan, pemberian tunjangan dan sanksi, mutasi, serta keikutsertaan Pengelola PBJ dalam pendidikan dan pelatihan.

(3) Tim Penilai Pengelola PBJ terdiri atas:

a. Tim Penilai pusat bagi pejabat pimpinan tinggi utama atau pejabat pimpinan tinggi madya yang ditunjuk pada Instansi Pembina untuk Angka Kredit bagi Pengelola PBJ Ahli Madya di lingkungan Instansi Pemerintah; dan

b.Tim Penilai unit kerja bagi pejabat pimpinan tinggi pratama yang membidangi kesekretariatan pada Instansi Pemerintah untuk Angka Kredit bagi Pengelola PBJ Ahli Pertama dan Pengelola PBJ Ahli Muda di lingkungan Instansi Pemerintah.

Pasal 33

(1)  Tim Penilai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32, terdiri atas pejabat yang berasal dari unsur teknis yang membidangi pengadaan barang/jasa, unsur kepegawaian, dan Pengelola PBJ.

(2)  Susunan keanggotaan Tim Penilai sebagaimana dimaksud pada ayat (1), terdiri atas:

a.     seorang ketua merangkap anggota;

b.     seorang sekretaris merangkap anggota; dan

c.     paling sedikit 3 (tiga) orang anggota.

(3)  Susunan keanggotaan Tim Penilai sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus berjumlah ganjil.

(4)  Ketua Tim Penilai sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a, paling rendah pejabat pimpinan tinggi pratama atau Pengelola PBJ Ahli Madya.

(5)  Sekretaris Tim Penilai sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b, berasal dari unsur kepegawaian.

(6)  Anggota Tim Penilai sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c, paling sedikit 2 (dua) orang dari Pengelola PBJ.

(7)  Syarat untuk menjadi anggota Tim Penilai, yaitu:

a.     menduduki pangkat/jabatan paling rendah sama dengan pangkat/jabatan Pengelola PBJ yang dinilai;

b.     memiliki keahlian serta kemampuan untuk menilai Angka Kredit Pengelola PBJ; dan

c.     aktif melakukan penilaian Angka Kredit Pengelola PBJ.

(8)  Apabila jumlah anggota Tim Penilai sebagaimana dimaksud pada ayat (6) tidak dapat dipenuhi dari Pengelola PBJ, anggota Tim Penilai dapat diangkat dari PNS lain yang memiliki kompetensi untuk menilai Hasil Kerja Pengelola PBJ.

(9)  Pembentukan dan susunan anggota Tim Penilai ditetapkan oleh:

a.     pejabat pimpinan tinggi utama atau pejabat pimpinan tinggi madya yang didelegasikan kewenangan penetapan pada Instansi Pembina; dan

b.     pejabat pimpinan tinggi pratama yang membidangi kesekretariatan pada Instansi Pemerintah untuk Tim Penilai unit kerja.

(10)  Dalam hal Instansi Pemerintah belum membentuk Tim Penilai, penilaian Angka Kredit dapat dilaksanakan oleh Tim Penilai pada Instansi Pemerintah lain terdekat atau Instansi Pembina.

Pasal 34

Tata kerja Tim Penilai dan tata cara penilaian Angka Kredit Jabatan Fungsional PPBJ diatur oleh Instansi Pembina.


BAB IX
KENAIKAN PANGKAT DAN KENAIKAN JABATAN

Bagian Kesatu Kenaikan Pangkat

Pasal 35
(1) Kenaikan pangkat dapat dipertimbangkan apabila capaian Angka Kredit telah memenuhi Angka Kredit Kumulatif yang dipersyaratkan.

 (2)  Angka Kredit Kumulatif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dihitung berdasarkan pencapaian Angka Kredit pada setiap tahun dan perolehan Hasil Kerja Minimal pada setiap periode.

(3)  Jumlah Angka Kredit Kumulatif yang harus dipenuhi untuk kenaikan pangkat dan/atau jenjang Jabatan Fungsional PPBJ, untuk Pengelola PBJ:

a.     dengan pendidikan sarjana atau diploma empat tercantum dalam Lampiran III yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini;

b.     dengan pendidikan magister tercantum dalam Lampiran IV yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini; dan

c.     dengan pendidikan doktor tercantum dalam Lampiran V yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.

Pasal 36

(1)  Dalam hal untuk kenaikan pangkat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 ayat (1), Pengelola PBJ dapat melaksanakan kegiatan penunjang, meliputi:

a.     pengajar/pelatih di bidang pengadaan barang/jasa; 

b.     keanggotaan dalam Tim Penilai/tim Uji Kompetensi;

c.     perolehan penghargaan/tanda jasa;

d.     perolehan gelar/ijazah lain; atau

e.     pelaksanaan tugas lain yang mendukung pelaksanaan tugas Pengelola PBJ.

(2)  Kegiatan penunjang sebagaimana dimaksud pada ayat (1), diberikan Angka Kredit sebagaimana tercantum dalam Lampiran II yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini, dengan akumulasi Angka Kredit paling tinggi 20% (dua puluh persen) dari Angka Kredit yang dipersyaratkan untuk kenaikan pangkat.

(3)  Angka Kredit sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diberikan untuk satu kali kenaikan pangkat.


Bagian Kedua 

Kenaikan Jenjang Jabatan

Pasal 37

(1)  Kenaikan jenjang Jabatan Fungsional PPBJ satu tingkat lebih tinggi wajib memenuhi Angka Kredit yang ditetapkan.

(2)  Angka Kredit sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dihitung dari akumulasi Angka Kredit kenaikan pangkat dalam satu jenjang yang sedang diduduki tercantum dalam Lampiran III sampai dengan Lampiran V yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.

(3)  Kenaikan jenjang Jabatan Fungsional PPBJ sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan memperhatikan ketersediaan lowongan kebutuhan jabatan.

(4)  Selain memenuhi syarat kinerja, Pengelola PBJ yang akan dinaikkan jabatannya setingkat lebih tinggi harus mengikuti dan lulus Uji Kompetensi, memenuhi Hasil Kerja Minimal, dan/atau persyaratan lain yang ditentukan oleh Instansi Pembina.

(5)  Syarat kinerja, Hasil Kerja Minimal, dan/atau persyaratan lain sebagaimana dimaksud pada ayat (4) diatur oleh Instansi Pembina.

Pasal 38

(1)  Dalam hal untuk kenaikan jenjang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 ayat (1), Pengelola PBJ dapat melaksanakan kegiatan pengembangan profesi.

(2)  Kegiatan pengembangan profesi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:

a.     perolehan ijazah/gelar pendidikan formal sesuai dengan bidang tugas Pengelola PBJ;

b.     pembuatan Karya Tulis/Karya Ilmiah di bidang pengadaan barang/jasa;

c.     penerjemahan/penyaduran buku atau karya ilmiah di bidang pengadaan barang/jasa;

d.     penyusunan standar/pedoman/petunjuk pelaksanaan/petunjuk teknis teknis di bidang pengadaan barang/jasa;

e.     pelatihan/pengembangan kompetensi di bidang pengadaan barang/jasa; atau

f.      kegiatan lain yang mendukung pengembangan profesi yang ditetapkan oleh Instansi Pembina di bidang pengadaan barang/jasa.

(3)  Kegiatan pengembangan profesi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diberikan Angka Kredit tercantum dalam Lampiran II yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.

(4)  Bagi Pengelola PBJ yang akan naik ke jenjang jabatan ahli madya wajib melaksanakan kegiatan pengembangan profesi Jabatan Fungsional PPBJ, dengan Angka Kredit pengembangan profesi yang disyaratkan sebanyak 6 (enam) Angka Kredit.


Pasal 39

(1) Pengelola PBJ yang secara bersama-sama membuat Karya Tulis/Karya Ilmiah di bidang pengadaan barang/jasa, diberikan Angka Kredit dengan ketentuan sebagai berikut:

a.     
a.apabila terdiri atas 2 (dua) orang penulis maka

b.     pembagian Angka Kredit yaitu 60% (enam puluh persen) bagi penulis utama dan 40% (empat puluh persen) bagi penulis pembantu;

c.     b.apabila terdiri atas 3 (tiga) orang penulis maka pembagian Angka Kredit yaitu 50% (lima puluh persen) bagi penulis utama dan masing-masing 25% (dua puluh lima persen) bagi penulis pembantu;

d.     apabila terdiri atas 4 (empat) orang penulis maka pembagian Angka Kredit yaitu 40% (empat puluh persen) bagi penulis utama dan masing-masing 20% (dua puluh persen) bagi penulis pembantu; dan

e.     d.apabila tidak terdapat atau tidak dapat ditentukan penulis utama dan penulis pembantu maka pembagian Angka Kredit dibagi sebesar proporsi yang sama untuk setiap penulis.

(2) Jumlah penulis pembantu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling banyak 3 (tiga) orang.

Bagian Ketiga
Mekanisme Kenaikan Pangkat dan Jenjang

Pasal 40
Persyaratan dan mekanisme kenaikan pangkat dan jenjang jabatan bagi Pengelola PBJ dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 41
Pengelola PBJ yang memiliki Angka Kredit melebihi Angka Kredit yang disyaratkan untuk kenaikan pangkat setingkat lebih tinggi, kelebihan angka kredit tersebut dapat diperhitungkan untuk kenaikan pangkat berikutnya dalam satu jenjang jabatan.

Pasal 42
Dalam hal target Angka Kredit yang disyaratkan untuk kenaikan pangkat/jabatan setingkat lebih tinggi tidak tercapai, Pengelola PBJ tidak diberikan kenaikan pangkat/jabatan.

BAB X
KEBUTUHAN PNS DALAM JABATAN FUNGSIONAL PPBJ

Pasal 43
(1) Penetapan kebutuhan PNS dalam Jabatan Fungsional PPBJ dihitung berdasarkan beban kerja yang ditentukan dari indikator, meliputi:

a.     jumlah paket yang dikerjakan;

b.     jumlah total anggaran untuk pengadaan barang/jasa; dan

c.     jenis metode pemilihan penyedia.

(2) Pedoman perhitungan kebutuhan Jabatan Fungsional PPBJ sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur oleh Instansi Pembina setelah mendapat persetujuan dari Menteri.

Pasal 44
Pengangkatan dalam Jabatan Fungsional Pengelola PBJ berdasarkan Peraturan Menteri ini dilakukan berdasarkan pedoman penghitungan kebutuhan Jabatan Fungsional

Pengelola PBJ yang telah ditetapkan oleh Instansi Pembina.

 

BAB XI KOMPETENSI

Bagian Kesatu 

Standar Kompetensi

Pasal 45

(1)  PNS yang menduduki Jabatan Fungsional PPBJ harus memenuhi Standar Kompetensi sesuai dengan jenjang jabatan.

(2)  Kompetensi Pengelola PBJ, meliputi:

a.     kompetensi teknis;

b.     kompetensi manajerial; dan 

c.     c. kompetensi sosial kultural.

(3)  Rincian Standar Kompetensi setiap jenjang jabatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) ditetapkan oleh Instansi Pembina.

Bagian Kedua Pengembangan Kompetensi

Pasal 46

(1)  Untuk meningkatkan kompetensi dan profesionalisme, Pengelola PBJ wajib diikutsertakan pelatihan.

(2)  Pelatihan yang diberikan bagi Pengelola PBJ sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disesuaikan dengan hasil analisis kebutuhan pelatihan dan penilaian kinerja.

(3)  Pelatihan yang diberikan kepada Pengelola PBJ sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dalam bentuk:

a.     pelatihan fungsional; dan

b.     pelatihan teknis bidang pengadaan barang/jasa.

(4)  Selain pelatihan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), Pengelola PBJ dapat mengembangkan kompetensinya melalui program pengembangan kompetensi lainnya.

(5)  Program pengembangan kompetensi sebagaimana dimaksud pada ayat (4) meliputi:

a.     pemeliharaan kinerja dan target kinerja; 

b.     seminar;

c.     lokakarya; atau

d.     konferensi.


(6) Ketentuan mengenai pelatihan dan pengembangan kompetensi serta pedoman penyusunan analisis kebutuhan pelatihan Pengelola PBJ sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur oleh Instansi Pembina.

BAB XII 

PEMBERHENTIAN DARI JABATAN

Pasal 47
(1) Pengelola PBJ diberhentikan dari jabatannya apabila:

a.     mengundurkan diri dari jabatan;

b.     diberhentikan sementara sebagai PNS;

c.     menjalani cuti di luar tanggungan negara;

d.     menjalani tugas belajar lebih dari 6 (enam) bulan;

e.     ditugaskan secara penuh pada jabatan pimpinan tinggi, jabatan administrator, jabatan pengawas, dan jabatan pelaksana; atau

f.      tidak memenuhi persyaratan jabatan.

(2)  Pengunduran diri sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dapat dipertimbangkan dalam hal memiliki alasan pribadi yang tidak mungkin untuk melaksanakan tugas Jabatan Fungsional PPBJ.

(3)  Pengelola PBJ yang diberhentikan karena alasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b sampai dengan huruf e dapat diangkat kembali sesuai dengan jenjang jabatan terakhir apabila tersedia lowongan kebutuhan Jabatan Fungsional PPBJ.

(4)  Pengangkatan kembali dalam Jabatan Fungsional PPBJ sebagaimana dimaksud pada ayat (3), dilakukan dengan menggunakan Angka Kredit terakhir yang dimiliki dan dapat ditambah dengan Angka Kredit dari penilaian pelaksanaan tugas bidang pengadaan barang/jasa selama diberhentikan.

(5)  Tidak memenuhi persyaratan jabatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf f dapat dipertimbangkan dalam hal:

a.     tidak memenuhi kualifikasi pendidikan yang dipersyaratkan untuk menduduki Jabatan Fungsional PPBJ; atau

b.     tidak memenuhi Standar Kompetensi Jabatan Fungsional PPBJ.

Pasal 48

Pengelola PBJ yang diberhentikan karena ditugaskan pada jabatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 47 ayat (1) huruf e, dapat disesuaikan pada jenjang sesuai dengan pangkat terakhir pada jabatannya paling singkat 1 (satu) tahun setelah diangkat kembali pada jenjang jabatan terakhir yang didudukinya, setelah mengikuti dan lulus Uji Kompetensi apabila tersedia kebutuhan Jabatan Fungsional PPBJ.

Pasal 49

(1)  Terhadap Pengelola PBJ sebagaimana dimaksud dalam Pasal 47 ayat (1) huruf a dan huruf f dilaksanakan pemeriksaan dan mendapatkan izin dari Pejabat yang Berwenang sebelum ditetapkan pemberhentiannya.

(2)  Pengelola PBJ sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dapat diangkat kembali dalam Jabatan Fungsional PPBJ.

Pasal 50

Pemberhentian dari Jabatan Fungsional PPBJ dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.


BAB XIII
PEMINDAHAN KE DALAM JABATAN LAIN DAN LARANGAN RANGKAP JABATAN

Pasal 51
Untuk kepentingan organisasi dan pengembangan karier, Pengelola PBJ dapat dipindahkan ke dalam jabatan lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan dengan persetujuan Pejabat Pembina Kepegawaian.

Pasal 52
Dalam rangka optimalisasi pelaksanaan tugas dan pencapaian kinerja organisasi, Pengelola PBJ dilarang rangkap jabatan dengan jabatan pimpinan tinggi, jabatan administrator, jabatan pengawas, atau jabatan pelaksana.

BAB XIV
TUGAS INSTANSI PEMBINA

Pasal 53
(1) Instansi Pembina berperan sebagai pembina Jabatan Fungsional PPBJ yang bertanggung jawab untuk menjamin terwujudnya standar kualitas dan profesionalitas jabatan.

(2) Instansi Pembina sebagaimana dimaksud ayat (1) mempunyai tugas sebagai berikut:

a.     menyusun pedoman formasi Jabatan Fungsional PPBJ;

b.     menyusun Standar Kompetensi Jabatan Fungsional PPBJ;

c.     menyusun petunjuk pelaksanaan dan petunjuk teknis Jabatan Fungsional PPBJ;

d.     menyusun standar kualitas Hasil Kerja dan pedoman penilaian kualitas Hasil Kerja Jabatan Fungsional PPBJ;

e.     menyusun pedoman penulisan Karya Tulis/Karya Ilmiah yang bersifat inovatif di bidang pengadaan barang/jasa;

f.      menyusun kurikulum pelatihan Jabatan Fungsional PPBJ;

g.     menyelenggarakan pelatihan Jabatan Fungsional PPBJ;

h.     membina penyelenggaraan pelatihan fungsional Pengelola PBJ pada lembaga pelatihan;

i.      menyelenggarakan Uji Kompetensi Jabatan Fungsional PPBJ;

j.      menganalisis kebutuhan pelatihan fungsional di bidang pengadaan barang/jasa;

k.     melakukan sosialisasi Jabatan Fungsional PPBJ;

l.      mengembangkan sistem informasi Jabatan Fungsional PPBJ;

m.   memfasilitasi pelaksanaan tugas Jabatan Fungsional PPBJ;

n.     memfasilitasi pembentukan organisasi profesi Jabatan Fungsional PPBJ;

o.     memfasilitasi penyusunan dan penetapan kode etik profesi dan kode perilaku Jabatan Fungsional PPBJ;

p.     melakukan akreditasi pelatihan fungsional dengan mengacu kepada ketentuan yang telah ditetapkan oleh Lembaga Administrasi Negara;

q.     melakukan pemantauan dan evaluasi penerapan Jabatan Fungsional PPBJ di seluruh Instansi Pemerintah yang menggunakan jabatan tersebut;

r.      melakukan koordinasi dengan instansi pengguna untuk pembinaan karier Pengelola PBJ; dan

s.     menyusun informasi faktor jabatan untuk evaluasi jabatan.

(3)  Uji kompetensi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf i dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

(4)  Uji Kompetensi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dapat dilakukan oleh Instansi Pemerintah pengguna Jabatan Fungsional PPBJ setelah mendapat akreditasi dari Instansi Pembina.

(5)  Instansi Pembina dalam rangka melaksanakan tugas pembinaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a, huruf b, huruf c, huruf d, huruf e, huruf i, huruf k, huruf l, huruf m, huruf n, huruf o, huruf q, huruf r, dan huruf s menyampaikan hasil pelaksanaan pembinaan Jabatan Fungsional PPBJ secara berkala sesuai dengan perkembangan pelaksanaan pembinaan kepada Menteri dengan tembusan Kepala Badan Kepegawaian Negara.

(6)  Instansi Pembina menyampaikan secara berkala setiap tahun pelaksanaan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf f, huruf g, huruf h, huruf j, dan huruf p kepada Menteri dengan tembusan Kepala Lembaga Administrasi Negara.

(7)  Ketentuan mengenai penyelenggaraan Uji Kompetensi Jabatan Fungsional PPBJ sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf i ditetapkan oleh Instansi Pembina.

BAB XV 

ORGANISASI PROFESI

Pasal 54

(1)  Organisasi Profesi Jabatan Fungsional PPBJ yaitu IFPI.

(2)  Pengelola PBJ wajib menjadi anggota IFPI.

(3)  IFPI sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib menyusun kode etik dan kode perilaku profesi.

(4)  IFPI mempunyai tugas:

a.     menyusun kode etik dan kode perilaku profesi;

b.     memberikan advokasi; dan

c.     memeriksa dan memberikan rekomendasi atas pelanggaran kode etik dan kode perilaku profesi.

(5)  Kode etik dan kode perilaku profesi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan ayat (4) huruf a ditetapkan oleh IFPI setelah mendapat persetujuan dari Instansi Pembina.

Pasal 55

Hubungan kerja antara Instansi Pembina dengan IFPI bersifat koordinatif dan fasilitatif untuk penyelenggaraan tugas dan fungsi pembinaan Jabatan Fungsional PPBJ.

Pasal 56
Ketentuan mengenai hubungan kerja Instansi Pembina dengan IFPI ditetapkan oleh Instansi Pembina sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.

BAB XVI 

KETENTUAN PERALIHAN

Pasal 57
Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku:

1.     prestasi kerja yang telah dilaksanakan dan dinilai berdasarkan Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 77 Tahun 2012 tentang Jabatan Fungsional Pengelola Pengadaan Barang/Jasa dan Angka Kreditnya (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 67) dinyatakan tetap berlaku; dan

2.     penilaian kinerja sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 mulai berlaku 1 Januari 2021.

BAB XVII

KETENTUAN PENUTUP

Pasal 58

(1)  Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku, semua peraturan perundang-undangan yang merupakan peraturan pelaksanaan dari Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 77 Tahun 2012 tentang Jabatan Fungsional Pengelola Pengadaan Barang/Jasa dan Angka Kreditnya (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 67), dinyatakan masih tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan Peraturan Menteri ini.

(2)  Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku, semua peraturan pelaksanaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), disesuaikan dan mengikuti ketentuan dalam Peraturan Menteri ini paling lama 2 (dua) tahun sejak Peraturan Menteri ini diundangkan.

Pasal 59

Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku, Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 77 Tahun 2012 tentang Jabatan Fungsional Pengelola Pengadaan Barang/Jasa dan Angka Kreditnya (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 67), dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.


Pasal 60
Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.



Diundangkan di Jakarta pada tanggal 18 Mei 2020

DIREKTUR JENDERAL
PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA,

ttd
WIDODO EKATJAHJANA



BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2020 NOMOR 486

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.

Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 8 Mei 2020

MENTERI PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA DAN REFORMASI BIROKRASI REPUBLIK INDONESIA,

ttd
TJAHJO KUMOLO

 

Ketentuan Terhadap Pejabat Fungsional



        Ketentuan terkait Jabatan Fungsional (disingkat JF) sudah ada pada Peraturan Pemerintah nomor 17 Tahun 2020 (disingkat PP 17/20) tentang perubahan Peraturan Pemerintah nomor 11 Tahun 2017 tentang Manajemen Pegawai Negeri Sipil, namun khusus terhadap Jabatan Fungsional spesfikasi PBJ dituangkan lagi kedalam Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi nomor 29 tahun 2020 tentang Jabatan Fungsional Pengelola Pengadaan Barang/Jasa.

JF adalah sekelompok Jabatan yang berisi fungsi dan tugas berkaitan dengan pelayanan fungsional yang berdasarkan pada keahlian dan keterampilan tertentu dan Pejabatnya adalah Pegawai ASN yang menduduki JF pada instansi pemerintah.

Presiden dapat mendelegasikan kewenangan menetapkan pengangkatan, pemindahan, dan pemberhentian PNS kepada:
  1. menteri di kementerian;
  2. pimpinan lembaga di lembaga pemerintah nonkementerian;
  3. sekretaris jenderal di sekretariat lembaga negaradan lembaga nonstruktural;
  4. gubernur di provinsi; dan bupati/walikota di kabupaten/kota.

Dikecualikan dari ketentuan diatas yaitu untuk pengangkatan, pemindahan, dan pemberhentian bagi:

  1. pejabat pimpinan tinggi utama, 
  2. pejabat pimpinan tinggi madya, dan 
  3. pejabat fungsional keahlian utama.

Pengadaan PNS merupakan kegiatan untuk mengisi kebutuhan:

  1. Jabatan Administrasi, khusus pada Jabatan Pelaksana;
  2. Jabatan Fungsional Keahlian, khusus pada JF ahli pertama dan JF ahli muda; dan
  3. Jabatan Fungsional Keterampilan, khusus pada JF pemula dan terampil.

Persyaratan untuk dapat diangkat dalam Jabatan administrator memiliki pengalaman dalam  JF yang setingkat dengan Jabatan pengawas sesuai dengan bidang tugas Jabatan yang akan diduduki;

Persyaratan untuk dapat diangkat dalam Jabatan pengawas memiliki pengalaman dalam  JF yang setingkat dengan Jabatan pelaksana sesuai dengan bidang tugas Jabatan yang akan diduduki;

Pejabat Fungsional berkedudukan dibawah danbertanggung jawab secara langsung kepada pejabat pimpinan tinggi madya, pejabat pimpinan tinggi pratama, pejabat administrator, atau pejabat pengawas yang memiliki keterkaitan dengan pelaksanaan tugas JF. Penentuan berkedudukan dan bertanggung jawab secara langsung  disesuaikan dengan struktur organisasi masing-masing instansi pemerintah.

Selanjutnya tentang Jabatan fungsional diatur secara khusus pada Bagian Ketiga Jabatan Fungsional dengan kutipan sebagai berikut:

Paragraf 1
Kedudukan, Tanggung Jawab, Tugas, Kategori, Jenjang, Kriteria, dan Akuntabilitas Jabatan Fungsional

Pasal 68
JF memiliki tugas memberikan pelayanan fungsional yang berdasarkan pada keahlian dan keterampilan tertentu.

Pasal 69

(1)  Kategori JF terdiri atas:

  1. JF keahlian; dan

  2. JF keterampilan.

(2)  Jenjang JF keahlian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, terdiri atas:

  1. ahli utama;

  2. ahli madya;

  3. ahli muda; dan

  4. ahli pertama.

(3) Jenjang JF keterampilan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, terdiri atas:

a. penyelia;
b. mahir;
c. erampil; dan
d. pemula.
(4)  Jenjang JF ahli utama sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a, melaksanakan tugas dan fungsi utama yang mensyaratkan kualifikasi profesional tingkat tertinggi.
(5)  Jenjang JF ahli madya sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b, melaksanakan tugas dan fungsi utama yang mensyaratkan kualifikasi profesional tingkat tinggi.
(6)  Jenjang JF ahli muda sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c, melaksanakan tugas dan fungsi utama yang mensyaratkan kualifikasi profesional tingkat lanjutan.
(7)  Jenjang JF ahli pertama sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf d, melaksanakan tugas dan fungsi utama yang mensyaratkan kualifikasi profesional tingkat dasar.
(8)  Jenjang JF penyelia sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a, melaksanakan tugas dan fungsi koordinasi dalam JF keterampilan.
(9)  Jenjang JF mahir sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf b, melaksanakan tugas dan fungsi utama dalam JF keterampilan.
(10)  Jenjang JF terampil sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf c, melaksanakan tugas dan fungsi yang bersifat lanjutan dalam JF keterampilan.
(11)  Jenjang JF pemula sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf d, melaksanakan tugas dan fungsi yang bersifat dasar dalam JF keterampilan.

Pasal 70

JF ditetapkan dengan kriteria sebagai berikut:

    1. fungsi dan tugasnya berkaitan dengan pelaksanaan fungsi dan tugas Instansi Pemerintah;
    2. mensyaratkan keahlian atau keterampilan tertentu yang dibuktikan dengan sertifikasi dan/atau penilaian tertentu;
    3. dapat disusun dalam suatu jenjang Jabatan berdasarkan tingkat kesulitan dan kompetensi;
    4. pelaksanaan tugas yang bersifat mandiri dalam menjalankan tugas profesinya; dan
    5. kegiatannya dapat diukur dengan satuan nilai atau akumulasi nilai butir-butir kegiatan dalam bentuk angka kredit.

Pasal 71

(1)  Setiap pejabat fungsional harus menjamin akuntabilitas Jabatan.
(2)  Akuntabilitas Jabatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi terlaksananya:
    • pelayanan fungsional berdasarkan keahlian tertentu yang dimiliki dalam rangka peningkatan kinerja organisasi secara berkesinambungan bagi JF keahlian; dan
    • pelayanan fungsional berdasarkan keterampilan tertentu yang dimiliki dalam rangka peningkatan kinerja organisasi secara berkesinambungan bagi JF keterampilan.


Paragraf 2 
Klasifikasi Jabatan Fungsional
Pasal 72

(1)  JF dikelompokkan dalam klasifikasi Jabatan berdasarkan kesamaan karakteristik, mekanisme, dan pola kerja.
(2)  Ketentuan lebih lanjut mengenai klasifikasi Jabatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Menteri.


Paragraf 3 

Penetapan Jabatan Fungsional

Pasal 73

(1)  Penetapan JF dilakukan oleh Menteri berdasarkan usulan dari pimpinan Instansi Pemerintah dengan mengacu pada klasifikasi dan kriteria JF.
(2)  Dalam hal diperlukan, Menteri dapat menetapkan JF tanpa usulan dari pimpinan Instansi Pemerintah.
(3)  Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pengusulan dan penetapan JF diatur dengan Peraturan Menteri.

Paragraf 4
Pengangkatan dan Persyaratan Jabatan Fungsional

Pasal 74

    (1)  Pengangkatan PNS ke dalam JF keahlian dan JF keterampilan dilakukan melalui pengangkatan:
      • pertama;
      • perpindahan dari Jabatan lain;
      • penyesuaian; atau
      • promosi.
      (2)  Selain pengangkatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pengangkatan ke dalam JF tertentu dapat dilakukan melalui pengangkatan PPPK.
      (3)  Jenis JF tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dengan Peraturan Presiden.

      (4)  Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pengangkatan JF melalui pengangkatan PPPK diatur dengan Peraturan Pemerintah.

      Pasal 75

            (1) Pengangkatan dalam JF keahlian melalui pengangkatan pertama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 74 huruf a harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:

            1. berstatus PNS;

            2. memiliki integritas dan moralitas yang baik;

            3. sehat jasmani dan rohani;

            1. berijazah paling rendah sarjana atau diploma IV sesuai dengan kualifikasi pendidikan yang dibutuhkan;

            2. dihapus

            3. nilai prestasi kerja paling sedikit bernilai baik dalam 1 (satu) tahun terakhir; dan

            4. syarat lainnya yang ditetapkan oleh Menteri.

            (2) Pengangkatan pertama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan pengangkatan untuk mengisi lowongan kebutuhan JF yang telah ditetapkan melalui pengadaan PNS.

            Pasal 76
            (1) Pengangkatan dalam JF keahlian melalui perpindahan dari Jabatan lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 74 huruf b harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:

            1. berstatus PNS;

            2. memiliki integritas dan moralitas yang baik;

            3. sehat jasmani dan rohani;

            4. berijazah paling rendah sarjana atau diploma IV sesuai dengan kualifikasi pendidikan yang

              dibutuhkan;

            5. mengikuti dan lulus uji Kompetensi Teknis, Kompetensi Manajerial, dan Kompetensi Sosial Kultural sesuai dengan standar kompetensi yang telah disusun oleh instansi pembina;

            6. memiliki pengalaman dalam pelaksanaan tugas di bidang JF yang akan diduduki paling kurang 2 (dua) tahun;

            7. nilai prestasi kerja paling sedikit bernilai baik dalam 2 (dua) tahun terakhir;

            8. berusia paling tinggi:
              1. 53 (lima puluh tiga) tahun untuk JF ahli pertama dan JF ahli muda;

              2. 55 (lima puluh lima) tahun untuk JF ahli madya; dan

              3. 60 (enam puluh) tahun untuk JF ahli utama bagi PNS yang telah menduduki JPT; dan

            9. syarat lainnya yang ditetapkan oleh Menteri.

            (2) Pengangkatan JF keahlian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus mempertimbangkan ketersediaan lowongan kebutuhan untuk JF yang akan diduduki.

            Pasal 77

            (1)  Pengangkatan dalam JF keahlian melalui penyesuaian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 74 huruf c harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:

            1. berstatus PNS;

            2. memiliki integritas dan moralitas yang baik;

            3. sehat jasmani dan rohani;

            4. berijazah paling rendah sarjana atau diploma IV;

            5. memiliki pengalaman dalam pelaksanaan tugas di bidang JF yang akan diduduki paling kurang 2 (dua) tahun;

            6. nilai prestasi kerja paling sedikit bernilai baik dalam 2 (dua) tahun terakhir; dan

            7. syarat lainnya yang ditetapkan oleh Menteri.

            1. (2)  Pengangkatan dalam JF keahlian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan apabila PNS yang bersangkutan pada saat penetapan JF oleh Menteri memiliki pengalaman dan masih menjalankan tugas di bidang JF yang akan diduduki berdasarkan keputusan PyB.

            2. (3)  Penyesuaian dilaksanakan 1 (satu) kali untuk paling lama 2 (dua) tahun sejak penetapan JF dengan mempertimbangkan kebutuhan Jabatan.

            Pasal 78

            (1) Pengangkatan dalam JF keterampilan melalui pengangkatan pertama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 74 huruf a harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:

            1. berstatus PNS;

            2. memiliki integritas dan moralitas yang baik;

            3. sehat jasmani dan rohani;

            4. berijazah paling rendah sekolah lanjutan tingkat atas atau setara sesuai dengan kualifikasi pendidikan yang dibutuhkan;

            1. dihapus;

            2. nilai prestasi kerja paling sedikit bernilai baik dalam 1 (satu) tahun terakhir; dan

            3. syarat lainnya yang ditetapkan oleh Menteri.

            (2) Pengangkatan pertama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan pengangkatan untuk mengisi lowongan kebutuhan JF yang telah ditetapkan melalui pengadaan PNS.


            Pasal 79
            (1) Pengangkatan dalam JF keterampilan melalui perpindahan dari Jabatan lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 74 huruf b harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:

            1. berstatus PNS;

            2. memiliki integritas dan moralitas yang baik;

            3. sehat jasmani dan rohani;

            4. berijazah paling rendah sekolah lanjutan tingkat atas atau setara sesuai dengan kualifikasi pendidikan yang dibutuhkan;

              e. mengikuti dan lulus uji Kompetensi Teknis, Kompetensi Manajerial, dan Kompetensi Sosial Kultural sesuai standar kompetensi yang telah disusun oleh instansi pembina;

            1. memiliki pengalaman dalam pelaksanaan tugas di bidang JF yang akan diduduki paling kurang 2 (dua) tahun;

            2. nilai prestasi kerja paling sedikit bernilai baik dalam 2 (dua) tahun terakhir;

            3. usia paling tinggi 53 (lima puluh tiga) tahun; dan

            4. syarat lainnya yang ditetapkan oleh Menteri.

            (2) Pengangkatan JF keterampilan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus mempertimbangkan ketersediaan lowongan kebutuhan untuk JF yang akan diduduki.

            Pasal 80

            (1)  Pengangkatan dalam JF keterampilan melalui penyesuaian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 74 huruf c harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:

            1. berstatus PNS;

            2. memiliki integritas dan moralitas yang baik;

            3. sehat jasmani dan rohani;

            4. berijazah paling rendah sekolah lanjutan tingkat atas atau setara;

            5. memiliki pengalaman dalam pelaksanaan tugas di bidang JF yang akan diduduki paling singkat 2 (dua) tahun;

            6. nilai prestasi kerja paling sedikit bernilai baik dalam 2 (dua) tahun terakhir; dan

            7. syarat lainnya yang ditetapkan oleh Menteri.

            (2)  Pengangkatan dalam JF keterampilan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan apabila PNS yang pada saat penetapan JF oleh Menteri memiliki pengalaman dan masih menjalankan tugas di bidang JF yang akan diduduki berdasarkan keputusan PyB.
            (3)  Penyesuaian dilaksanakan 1 (satu) kali untuk jangka waktu paling lama 2 (dua) tahun terhitung sejak tanggal penetapan JF dengan mempertimbangkan kebutuhan Jabatan.

            Pasal 81

            (1)  Pengangkatan dalam JF keahlian dan JF keterampilan melalui promosi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 74 huruf d harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:

            1. mengikuti dan lulus uji Kompetensi Teknis, Kompetensi Manajerial, dan Kompetensi Sosial Kultural sesuai standar kompetensi yang telah disusun oleh instansi pembina;

            2. nilai prestasi kerja paling sedikit bernilai baik dalam 2 (dua) tahun terakhir; dan

            3. syarat lainnya yang ditetapkan oleh Menteri.

            (2)  Pengangkatan JF keahlian dan JF keterampilan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus mempertimbangkan ketersediaan lowongan kebutuhan untuk JF yang akan diduduki.

            Paragraf 5
            Tata Cara Pengangkatan Pertama dalam Jabatan Fungsional
            Pasal 82

            (1)  PyB mengusulkan pengangkatan pertama PNS dalam JF kepada PPK untuk:

            1. JF ahli pertama;

            2. JF ahli muda;

            3. JF pemula; dan

            4. JF terampil.

            (2)  Pengangkatan pertama dalam JF sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh PPK.

            Paragraf 6
            Tata Cara Pengangkatan dalam Jabatan Fungsional melalui Perpindahan Jabatan

            Pasal 83

            (1) Pengangkatan dalam JF melalui perpindahan Jabatan diusulkan oleh:

            1. PPK kepada Presiden bagi PNS yang akan menduduki JF ahli utama; atau

            2. PyB kepada PPK bagi PNS yang akan menduduki JF selain JF ahli utama sebagaimana dimaksud dalam huruf a.

            (2)  Pengangkatan dalam JF sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a ditetapkan oleh Presiden.

            (3)  Pengangkatan dalam JF sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b ditetapkan oleh PPK.

            Paragraf 7
            Tata Cara Pengangkatan dalam Jabatan Fungsional melalui Penyesuaian

            Pasal 84

            (1)  Pengangkatan PNS yang akan menduduki JF melalui penyesuaian diusulkan oleh PyB kepada PPK.

            (2)  Pengangkatan PNS dalam JF sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh PPK.

            Paragraf 8
            Tata Cara Pengangkatan dalam Jabatan Fungsional melalui Promosi

            Pasal 85

            (1)  Pengangkatan dalam JF melalui promosi diusulkan oleh:

            1. PPK kepada Presiden bagi PNS yang akan menduduki JF ahli utama; atau

            2. PyB kepada PPK bagi PNS yang akan menduduki JF selain JF ahli utama sebagaimana dimaksud dalam huruf a.

            (2)  Pengangkatan dalam JF sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a ditetapkan oleh Presiden.
            (3)  Pengangkatan dalam JF sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b ditetapkan oleh PPK.

            Paragraf 9

            Pendelegasian Pengangkatan dalam Jabatan Fungsional

            Pasal 86

            (1)  PPK dapat memberikan kuasa kepada pejabat yang ditunjuk di lingkungannya untuk menetapkan pengangkatan dalam JF selain JF ahli madya.
            (2)  Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pemberian kuasa pengangkatan dalam JF sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Menteri.

            Paragraf 10
            Pelantikan dan Pengambilan Sumpah/Janji

            Pasal 87

            Setiap PNS yang diangkat menjadi pejabat fungsional wajib dilantik dan diambil sumpah/janji menurut agama atau kepercayaannya kepada Tuhan Yang Maha Esa.

            Pasal 88
            Sumpah/janji Jabatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 87 berbunyi sebagai berikut:

            "Demi Allah, saya bersumpah:
            bahwa saya, akan setia dan taat kepada Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 serta akan menjalankan segala peraturan perundang-undangan dengan selurus-lurusnya, demi dharma bakti saya kepada bangsa dan negara;
            bahwa saya dalam menjalankan tugas Jabatan, akan menjunjung etika Jabatan, bekerja dengan sebaik-baiknya, dan dengan penuh rasa tanggung jawab;
            bahwa saya, akan menjaga integritas, tidak menyalahgunakan kewenangan, serta menghindarkan diri dari perbuatan tercela.

            Pasal 89
            (1) Dalam hal PNS berkeberatan untuk mengucapkan sumpah karena keyakinan tentang agama atau kepercayaanya kepada Tuhan Yang Maha Esa, PNS yang bersangkutan mengucapkan janji Jabatan.
            (2)  Dalam hal seorang PNS mengucapkan janji Jabatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), maka kalimat“Demi Allah, saya bersumpah” sebagaimana dimaksud dalam Pasal 88 diganti dengan kalimat: “Demi TuhanYang Maha Esa, saya menyatakan dan berjanji dengan sungguh-sungguh”.
            (3)  Bagi PNS yang beragama Kristen, pada akhir sumpah/janji Jabatan ditambahkan kalimat: “Kiranya
            Tuhan menolong saya”.
            (4)  Bagi PNS yang beragama Hindu, maka frasa “Demi Allah” sebagaimana dimaksud dalam Pasal 88 diganti dengan “Om Atah Paramawisesa”.
            (5)  Bagi PNS yang beragama Budha, maka frasa “Demi Allah” sebagaimana dimaksud dalam Pasal 88 diganti dengan “Demi Sang Hyang Adi Budha”.
            (6)  Bagi PNS yang beragama Khonghucu maka frasa “Demi Allah” sebagaimana dimaksud dalam Pasal 88 diganti dengan “Kehadirat Tian di tempat yang Maha tinggi dengan bimbingan rohani Nabi Kong Zi, Dipermuliakanlah”.
            (7)  Bagi PNS yang berkepercayaan kepada Tuhan Yang Maha Esa selain beragama Islam, Kristen, Hindu, Budha, dan Khonghucu maka frasa “Demi Allah” sebagaimana dimaksud dalam Pasal 88 diganti dengan kalimat lain yang sesuai dengan kepercayaannya terhadap Tuhan Yang Maha Esa.

            Pasal 90
            (1)  Sumpah/janji Jabatan diambil oleh PPK di lingkungannya masing-masing.
            (2)  PPK sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat menunjuk pejabat lain di lingkungannya untuk mengambil sumpah/janji Jabatan.

            Pasal 91

            (1)  Pengambilan sumpah/janji Jabatan dilakukan dalam suatu upacara khidmat.
            (2)  PNS yang mengangkat sumpah/janji Jabatan didampingi oleh seorang rohaniwan.
            (3)  Pengambilan sumpah/janji Jabatan disaksikan oleh dua orang PNS yang Jabatannya serendah rendahnya sama dengan Jabatan PNS yang mengangkat sumpah/janji Jabatan.
            (4)  Pejabat yang mengambil sumpah/janji Jabatan, mengucapkan susunan kata-kata sumpah/janji Jabatan kalimat demi kalimat dan diikuti oleh PNS yang mengangkat sumpah/janji Jabatan.

            Pasal 92

            (1)  Pejabat yang mengambil sumpah/janji Jabatan membuat berita acara tentang pengambilan sumpah/ janji Jabatan tersebut.
            (2)  Berita acara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditandatangani oleh pejabat yang mengambil sumpah/janji Jabatan, PNS yang mengangkat sumpah/janji Jabatan, dan saksi.
            (3)  Berita acara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibuat rangkap 3 (tiga), yaitu satu rangkap untuk PNS yang mengangkat sumpah/janji Jabatan, satu rangkap untuk Instansi Pemerintah yang bersangkutan, dan satu rangkap untuk BKN.

            Pasal 93

            Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pelantikan dan pengambilan sumpah/janji JF diatur dengan Peraturan Kepala BKN.

            Paragraf 11 

            Pemberhentian dari Jabatan Fungsional

            Pasal 94

            (1)  PNS diberhentikan dari JF apabila:

            1. mengundurkan diri dari Jabatan;

            2. diberhentikan sementara sebagai PNS;

            3. menjalani cuti di luar tanggungan negara;

            4. menjalani tugas belajar lebih dari 6 (enam) bulan;

            5. ditugaskan secara penuh di luar JF; atau

            6. tidak memenuhi persyaratan Jabatan.

            (2)  PNS yang diberhentikan dari JF karena alasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, huruf c, huruf d, dan huruf e dapat diangkat kembali sesuai dengan jenjang JF terakhir apabila tersedia lowongan Jabatan.

            Paragraf 12
            Tata Cara Pemberhentian dari Jabatan Fungsional

            Pasal 95

            (1)  Pemberhentian dari JF diusulkan oleh:

            1. PPK kepada Presiden bagi PNS yang menduduki JF ahli utama; atau

            2. PyB kepada PPK bagi PNS yang menduduki JF selain JF ahli utama sebagaimana dimaksud dalam huruf a.

            (2)  Pemberhentian dari JF sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a ditetapkan oleh Presiden.

            (3)  Pemberhentian dari JF sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b ditetapkan oleh PPK.

            Pasal 96

            PPK sebagaimana dimaksud dalam Pasal 95 ayat (3) dapat memberikan kuasa kepada pejabat yang ditunjuk di lingkungannya untuk menetapkan pemberhentian dari JF selain JF ahli madya.


            Pasal 97
            Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pemberhentian dari JF diatur dengan Peraturan Menteri.


            Paragraf 13 

            Rangkap Jabatan

            Pasal 98
            Dalam rangka optimalisasi pelaksanaan tugas dan pencapaian kinerja organisasi, pejabat fungsional dilarang rangkap Jabatan dengan JA atau JPT, kecuali untuk JA atau JPT yang kompetensi dan bidang tugas Jabatannya sama dan tidak dapat dipisahkan dengan kompetensi dan bidang tugas JF.

            Paragraf 14 

            Instansi Pembina

            Pasal 99

            (1)  Instansi pembina JF merupakan kementerian, lembaga pemerintah nonkementerian, atau kesekretariatan lembaga negara yang sesuai kekhususan tugas dan fungsinya ditetapkan menjadi instansi pembina suatu JF.
            (2)  Instansi pembina berperan sebagai pengelola JF yang menjadi tanggung jawabnya untuk menjamin terwujudnya standar kualitas dan profesionalitas Jabatan.
            (3)  Dalam melaksanakan peran sebagaimana dimaksud pada ayat (2), instansi pembina memiliki tugas sebagai berikut:
              • menyusun pedoman formasi JF;
              • menyusun standar kompetensi JF;
              • menyusun petunjuk pelaksanaan dan petunjuk teknis JF;
              • menyusun standar kualitas hasil kerja dan pedoman penilaian kualitas hasil kerja pejabat fungsional;
              • menyusun pedoman penulisan karya tulis/karya ilmiah yang bersifat inovatif di bidang tugas JF;
              • menyusun kurikulum pelatihan JF;
              • menyelenggarakan pelatihan JF;
              • membina penyelenggaraan pelatihan fungsional pada lembaga pelatihan;
              • menyelenggarakan uji kompetensi JF;
              • menganalisis kebutuhan pelatihan fungsional di bidang tugas JF;
              • melakukan sosialisasi petunjuk pelaksanaan dan petunjuk teknis JF;
              • mengembangkan sistem informasi JF;
              • memfasilitasi pelaksanaan tugas pokok JF;
              • memfasilitasi pembentukan organisasi profesi JF;
              • memfasilitasi penyusunan dan penetapan kode etik profesi dan kode perilaku JF;
              • melakukan akreditasi pelatihan fungsional dengan mengacu kepada ketentuan yang telah ditetapkan oleh LAN;
              • melakukan pemantauan dan evaluasi penerapan JF di seluruh Instansi Pemerintah yang menggunakan Jabatan tersebut; dan
              • melakukan koordinasi dengan instansi pengguna dalam rangka pembinaan karier pejabat fungsional.
              • menyusun informasi faktor jabatan untuk evaluasi jabatan.
                                                (4)  Uji kompetensi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf i dapat dilakukan oleh Instansi Pemerintah pengguna JF setelah mendapat akreditasi dari instansi pembina.
                                                (5)  Instansi pembina dalam melaksanakan tugas pengelolaan wajib menyampaikan secara berkala setiap tahun hasil pelaksanaan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a, huruf b, huruf c, huruf d, huruf e, huruf i, huruf k, huruf l, huruf m, huruf n, huruf o, huruf q, dan huruf r, pengelolaan JF yang dibinanya sesuai dengan perkembangan pelaksanaan JF kepada Menteri dengan tembusan Kepala BKN.
                                                (6)  Instansi pembina menyampaikan secara berkala setiap tahun pelaksanaan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf f, huruf g, huruf h, huruf j, dan huruf p kepada Menteri dengan tembusan Kepala LAN.

                                                (7) Ketentuan lebih lanjut mengenai penyelenggaraan uji kompetensi JF sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf i diatur dengan Peraturan Menteri.

                                                (8)  Ketentuan lebih lanjut mengenai penyusunan informasi faktor jabatan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf s diatur dengan Peraturan Menteri.

                                                Pasal 100
                                                Pengawasan terhadap pelaksanaan tugas instansi pembina sebagaimana dimaksud dalam Pasal 99 ayat (3) dilakukan oleh Menteri.

                                                Paragraf 15 

                                                Organisasi Profesi

                                                Pasal 101

                                                (1)  Setiap JF yang telah ditetapkan wajib memiliki 1 (satu) organisasi profesi JF dalam jangka waktu paling lama 5 (lima) tahun terhitung sejak tanggal penetapan JF.
                                                (2)  Setiap pejabat fungsional wajib menjadi anggota organisasi profesi JF.
                                                (3)  Pembentukan organisasi profesi JF sebagaimana dimaksud pada ayat (1) difasilitasi instansi pembina.
                                                (4)  Organisasi profesi JF sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib menyusun kode etik dan kode perilaku profesi.
                                                (5)  Organisasi profesi JF mempunyai tugas:
                                                  • menyusun kode etik dan kode perilaku profesi
                                                  • memberikan advokasi; dan
                                                  • memeriksa dan memberikan rekomendasi atas pelanggaran kode etik dan kode perilaku profesi.
                                                (6)  Kode etik dan kode perilaku profesi sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dan ayat (5) huruf a ditetapkan oleh organisasi profesi JF setelah mendapat persetujuan dari pimpinan instansi pembina.
                                                (7)  Ketentuan lebih lanjut mengenai syarat dan tata cara pembentukan organisasi profesi JF dan hubungan kerja instansi pembina dengan organisasi profesi JF diatur dengan Peraturan Menteri.