Layanan Konsultasi.

Kami dapat memberikan JASA Nasehat Kebijakan terhadap Kepatuhan terhadap Peraturan Perundang-undangan; Pengadaan Barang/Jasa Konstruksi (Perencanaan - Persiapan - Pelaksanaan - Kontrak); dan Pemenangan Tender. Kami juga membantu membuat Kebijakan Perusahaan (Dokumen Tender & Peraturan Direksi terkait Pengadaan). Hubungi bonatua.766hi@gmail.com

Translate

CARI DI BLOG INI

01 September 2022

LIVE STREAMING - KOMISI V DPR RI RDP DENGAN SEKJEN, DIRJEN SDA DAN PEMB...

31 Agustus 2022

LIVE STREAMING - KOMISI V DPR RI RDP DENGAN KEMENTERIAN PUPR RI

27 Agustus 2022

SYARAT PENERBITAN SBU : 3. KETERSEDIAAN TENAGA KERJA KONSTRUKSI

KAJIAN DASAR
KETERSEDIAAN TKK (TENAGA KERJA KONSTRUKSI)

Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 5 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Perizinan Berusaha Berbasis Risiko (PP 05/21), Perizinan Berusaha adalah legalitas yang diberikan kepada Pelaku Usaha untuk memulai dan menjalankan usaha dan/atau kegiatannya. Pengaturan Perizinan Berusaha Berbasis Risiko berupa Analisis Risiko pelaksanaan kegiatan usaha terdiri dari tahap: a. persiapan; dan b. operasional dan/atau komersial. Terkhusus tahap persiapan, terdiri dari kegiatan diantaranya adalah pengadaan sumber daya manusia dalam hal ini termasuk TKK. Perizinan Berusaha pada sektor pekerjaan umum dan perumahan rakyat terdiri atas subsektor: a. jasa konstruksi; b. sumber daya air; dan c. bina marga. Perizinan Berusaha pada subsektor jasa konstruksi ditetapkan berdasarkan hasil analisis tingkat Risiko kegiatan usaha terdiri atas: a. jasa konsultansi konstruksi; b. pekerjaan konstruksi; dan c. pekerjaan konstruksi terintegrasi. Kualifikasi badan usaha subsektor jasa konstruksi untuk jasa konsultansi konstruksi dan pekerjaan konstruksi meliputi kualifikasi: a. kecil; b. menengah; dan c. besar. Kualifikasi badan usaha subsektor jasa konstruksi untuk usaha pekerjaan konstruksi terintegrasi hanya kualifikasi besar saja.

Masih menurut PP 05/21, Penetapan kualifikasi badan usaha dilakukan berdasarkan penilaian kelayakan terhadap dokumen: a. penjualan tahunan; b. kemampuan keuangan; c. ketersediaan TKK; dan d. kemampuan dalam penyediaan peralatan konstruksi, dalam artikel ini khusus dibahas adalah pada poin c tentang ketersediaan TKK. Penetapan kualifikasi badan usaha dilakukan terhadap setiap subklasifikasi yang diusulkan dikecualikan untuk kegiatan usaha jasa konsultansi konstruksi bersifat spesialis dan pekerjaan konstruksi bersifat spesialis. Dalam hal Badan Usaha Jasa Konstruksi (BUJK) memiliki beberapa subklasifikasi, penyebutan entitas BUJK mengacu pada kualifikasi tertinggi pada subklasifikasi yang dimiliki. 

PP 05/21 tidak memuat ketentuan umum apa yang dimaksud dengan Ketersediaan TKK namun menurut Peraturan Pemerintah nomor 14 tahun 2021 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah nomor 22 tahun 2020 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang nomor 2 tahun 2017 tentang Jasa Konstruksi (PP 14/21), yang dimaksud dengan TKK adalah setiap orang yang memiliki keterampilan atau pengetahuan dan pengalaman dalam melaksanakan Pekerjaan Konstruksi yang dibuktikan dengan SKK (Sertifikat Kompetensi Kerja Konstruksi), yang dimaksud dengan SKK sendiri adalah tanda bukti pengakuan kompetensi tenaga kerja konstruksi. PP 14/21 adalah pelaksanaan dari Undang-Undang nomor 11 tahun 2020 tentang Cipta Kerja Pasal 52 tentang perubahan Undang-Undang nomor 02 tahun 2017 tentang Jasa Konstruksi. Meskipun tidak memuat ketentuan umum namum PP 05/21 menjelaskan ciri-ciri yang dimaksud dengan Ketersediaan KTT sebagai berikut:

1. Ketersediaan TKK harus memenuhi persyaratan minimal yang terdiri atas:

a. jumlah tenaga kerja; 

b. kualifikasi tenaga kerja; dan 

c. jenjang tenaga kerja,

yang dibuktikan dengan kepemilikan sertifikat kompetensi kerja konstruksi (SKKK) untuk setiap subklasifikasi.

2. TKK meliputi: 

a. Penanggung Jawab Badan Usaha (PJBU); 

b. Penanggung Jawab Teknis Badan Usaha (PJTBU); dan/atau 

c. Penanggung Jawab Subklasifikasi Badan Usaha (PJSKBU).

3. TKK merupakan tenaga tetap badan usaha yang tidak boleh merangkap jabatan pada badan usaha lain. 

4. Jumlah TKK PJSKBU adalah sesuai dengan jumlah dan kualifikasi subklasifikasi yang dimiliki ==>relaksasi

5. Dalam hal tenaga kerja konstruksi mengundurkan diri, BUJK harus melakukan penggantian tenaga kerja konstruksi dengan kualifikasi Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia (KKNI) minimal sama dengan yang diganti, paling lama 7 (tujuh) Hari sejak tenaga kerja konstruksi mengundurkan diri. 

6. Setiap penggantian tenaga kerja konstruksi, BUJK wajib melaporkan kepada Lembaga Pengembangan Jasa Konstruksi (LPJK).

7. Penilaian ketersediaan tenaga kerja konstruksi untuk setiap kegiatan usaha jasa konsultansi konstruksi bersifat umum harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:

8. Penilaian ketersediaan tenaga kerja konstruksi untuk kegiatan usaha pekerjaan konstruksi bersifat umum harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:

9. Penilaian ketersediaan tenaga kerja konstruksi untuk kegiatan usaha pekerjaan konstruksi terintegrasi harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:

10. Penilaian BUJK untuk jasa konsultansi konstruksi dengan sifat usaha spesialis didasarkan pada ketersediaan aset dan ketersediaan tenaga kerja konstruksi sebagai berikut:

11. Penilaian BUJK untuk pekerjaan konstruksi dengan sifat usaha spesialis didasarkan pada ketersediaan tenaga kerja konstruksi sebagai berikut:

12. SKK konstruksi wajib dimiliki tenaga kerja konstruksi, lebih lanjut terkait SKK bisa diklik pada link berikut https://www.kebijakanpublikpengadaanbarangjasapemerintah.com/2022/01/ketentuan-perizinan-sertifikat.html.

13. Terkait Tata cara pengawasan perizinan berusaha berbasis risiko menyangkut TKK di sub sektor jasa konstruksi diwajibkan membuat Laporan kegiatan usaha tahunan untuk usaha orang perseorangan, BUJK kualifikasi kecil, menengah, besar, dan BUJK spesialis dilengkapi dengan daftar penggunaan tenaga kerja konstruksi dan tenaga kerja konstruksi bersertifikat.

14. Terkait Sanksi bagi pelaku usaha menyangkut TKK di sub sektor jasa konstruksi adalah sebagai berikut:

a. Setiap Pelaku Usaha dapat dikenai sanksi administratif atas pelanggaran terhadap kewajiban melaporkan setiap penggantian tenaga kerja konstruksi serta memiliki dan memperpanjang SKK konstruksi bagi tenaga kerja konstruksi;

b. Menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pekerjaan umum mengenakan sanksi administratif berupa peringatan tertulis dan pengenaan denda administratif bagi 

  • BUJK yang terlambat melakukan pelaporan penggantian tenaga kerja konstruksi.
  • Usaha orang perseorangan dan tenaga kerja konstruksi yang tidak memenuhi kewajiban memiliki SKK konstruksi.

Menurut Peraturan pemerintah nomor 7 tahun 2021 tentang Kemudahan, Pelindungan, dan Pemberdayaan Koperasi dan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (PP 07/21) sebagai pelaksana UU 11/20, bahwa Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) dikelompokkan berdasarkan kriteria modal usaha atau hasil penjualan tahunan. Untuk kepentingan tertentu, selain kriteria modal usaha dan hasil penjualan tahunan, kementerian/lembaga dapat menggunakan kriteria omzet, kekayaan bersih, nilai investasi, jumlah tenaga kerja, insentif dan disinsentif, kandungan lokal, dan/atau penerapan teknologi ramah lingkungan sesuai dengan kriteria setiap sektor usaha. Untuk pemberian kemudahan, pelindungan, dan pemberdayaan UMKM selain mensyaratkan kriteria modal usaha yang ditetapkan Lembaga Online Single Submission (OSS), demi kepentingan Penyelenggaraan Sertifikasi BUJK maka Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) juga telah memasukkan kriteria Penjualan tahunan, kekayaan bersih dan jumlah tenaga kerja sebagai kriteria tambahan dalam penilaian dokumen.

Menurut Peraturan Menteri PUPR Nomor 6 Tahun 2021 tentang Standar Kegiatan Usaha dan Produk pada Penyelenggaraan Perizinan Berusaha Berbasis Risiko Sektor Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PMPUPR 06/21), pada Lampiran I, untuk persyaratan khusus Standar kegiatan usaha jasa konstruksi harus memenuhi kelayakan kualifikasi usaha jasa konstruksi sebagaimana diatur dalam PP 05/21 Pasal 85 sampai dengan Pasal 95 salahsatunya adalah Ketersediaan Tenaga kerja konstruksi. Untuk Struktur Organisasi SDM dan SDM, Susunan tenaga kerja konstruksi Badan Usaha Jasa Konstruksi meliputi:

a. Penanggung Jawab Badan Usaha (PJBU);

b. Penanggung Jawab Teknis Badan (PJTBU); dan

c. Penanggung Jawab Subklasifikasi Usaha (PJSKBU)

Tenaga kerja konstruksi untuk subklasifikasi usaha harus memenuhi syarat teknis Tenaga kerja konstruksi berdasarkan kualifikasinya sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 5 Tahun 2021 Pasal 93 dan Pasal 94. Tenaga kerja konstruksi untuk setiap subklasifikasi harus sesuai dengan bidang keahlian tenaga kerja konstruksi, sebagai contoh untuk KBLI (Klasifikasi Baku Lapangan Usaha Indonesia) nomor 41011 KONSTRUKSI GEDUNG HUNIAN berlaku standar sebagai berikut:

a. BG001

1) Bidang keahlian PJTBU:

Klasifikasi sipil atau klasifikasi arsitektur dan subklasifikasi gedung atau subklasifikasi arsitektural atau memiliki sertifikat ASEAN Architect atau ASEAN Chartered Professional Engineer sesuai dengan klasifikasi sipil atau klasifikasi arsitektur dan subklasifikasi gedung atau subklasifikasi arsitektural.

2) Bidang keahlian PJSKBU:

Klasifikasi sipil atau klasifikasi arsitektur dan subklasifikasi gedung atau subklasifikasi arsitektural atau memiliki sertifikat ASEAN Architect atau ASEAN Chartered Professional Engineer sesuai dengan klasifikasi sipil atau klasifikasi arsitektur dan subklasifikasi gedung atau subklasifikasi arsitektural.

b. GT001

1) Bidang keahlian PJTBU:

Klasifikasi sipil atau klasifikasi arsitektur dan subklasifikasi gedung atau subklasifikasi arsitektural atau memiliki sertifikat ASEAN Architect atau ASEAN Chartered Professional Engineer sesuai dengan klasifikasi sipil atau klasifikasi arsitektur dan subklasifikasi gedung atau subklasifikasi arsitektural.

2) Bidang keahlian PJSKBU:

Klasifikasi sipil atau klasifikasi arsitektur dan subklasifikasi gedung atau subklasifikasi arsitektural atau memiliki sertifikat ASEAN Architect atau ASEAN Chartered Professional Engineer sesuai dengan klasifikasi sipil atau klasifikasi arsitektur dan subklasifikasi gedung atau subklasifikasi arsitektural.

Dalam hal pengawasan, terhadap laporan penggantian tenaga kerja konstruksi (PJBU, PJTBU, atau PJSKBU) mengacu sebagaimana yang telah diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 5 Tahun 2021 Pasal 417.

Selama berlakunya PP 05/21 dan PP 07/21 terutama sejak diundangkannya PMPUR 06/21 per tanggal 01 April 2021, menteri PUPR merasa perlu melakukan diskresi sebagaimana yang diatur pada pasal 561 PP 05/21 terkait terjadinya stagnasi penyelenggaraan sertifikasi khususnya terkait susahnya pemenuhan persyaratan Penjualan tahunan, diskresi tersebut tertuang pada Peraturan Menteri PUPR nomor 08 tahun 2022 tentang Tata Cara Pelaksanaan Pemenuhan Sertifikat Standar Jasa Konstruksi Dalam Rangka Mendukung Kemudahan Perizinan Berusaha bagi Pelaku Usaha Jasa Konstruksi (PMPUPR 08/22). Prosedur Pembentukan Peraturan Perundang-undangannya telah pula sesuai ketentuan ayat 10 pasal 6 PP 05/21, dimana penetapannya telah mendapat persetujuan Presiden melalui Surat Persetujuan Presiden No. EODB-196/SES.M.EKON/04/2022 Tgl 13 Juli 2022 dan berkoordinasi dengan kementerian yang menyelenggarakan koordinasi, sinkronisasi, dan pengendalian urusan kementerian dalam penyelenggaraan pemerintahan di bidang perekonomian melalui surat Kemenko Perekonomian No. EODB-196/SES.M.EKON/04/2022 Tgl 1 April 2022.

    Menurut PMPUPR 08/22, Pelaku Usaha Subsektor Jasa Konstruksi meliputi: a.BUJK; b. TKK; dan c. lembaga sertifikasi Jasa Konstruksi, dan setiap Pelaku Usaha Subsektor Jasa Konstruksi wajib memiliki Sertifikat Standar Jasa Konstruksi. Terkait sertifikasi BUJK, PMPUPR 08/22 menetapkan bahwa Permohonan SBU disampaikan kepada Menteri melalui Lembaga Sertifikasi Badan Usaha (LSBU). Permohonan tersebut meliputi: a. permohonan baru; b. permohonan perpanjangan; dan c. permohonan perubahan data. Dalam hal Permohonan dilakukan dengan cara antara lain (menyampaikan) data dan dokumen persyaratan sertifikasi badan usaha memuat antara lain data Ketersediaan TKK dan data penjualan tahunan, data ketersediaan TKK, dan data kemampuan dalam menyediakan peralatan Konstruksi sebagaimana dimaksud dalam huruf c angka 1, angka 3, dan angka 4 menggunakan data yang telah tercatat dalam SIJK terintegrasi. 

Penetapan kualifikasi BUJK yang bersifat umum maupun spesialis dilakukan berdasarkan penilaian kelayakan terhadap dokumen salah satunya adalah ketersediaan TKK. Penilaian terhadap ketersediaan TKK meliputi penilaian atas ketersediaan:

a. Penanggung Jawab Badan Usaha (PJBU);

b. Penanggung Jawab Teknis Badan Usaha (PJTBU); dan/atau

c. Penanggung Jawab Subklasifikasi Badan Usaha (PJSKBU).

Ketersediaan TKK dinilai berdasarkan tenaga tetap BUJK yang tidak boleh merangkap jabatan pada BUJK lain. 

a. Ketentuan terhadap PJBU dan PJTBU:

Penilaian terhadap ketersediaan PJBU dan PJTBU sebagaimana dimaksud pada huruf a dan huruf b dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

b. Ketentuan terhadap PJSKBU:

  1. Jumlah TKK yang menjabat sebagai PJSKBU dinilai sesuai dengan jumlah dan kualifikasi Subklasifikasi yang dimiliki. 
  2. TKK yang menjabat sebagai PJSKBU dapat merangkap paling banyak 5 (lima) Subklasifikasi dalam 1 (satu) Klasifikasi atas 1 (satu) BUJK. 
  3. PJSKBU memiliki bidang keilmuan untuk masing-masing Subklasifikasi usaha Jasa Konstruksi sebagaimana tercantum dalam PM 08/21, Lampiran huruf B tentang BIDANG KEILMUAN PJSKBU UNTUK MASING-MASING SUBKLASIFIKASI USAHA JASA KONSTRUKSI (hal 51).
  4. Dalam hal persyaratan jenjang PJKSBU untuk BUJK kualifikasi kecil belum dapat dipenuhi, PJSKBU dapat dijabat oleh TKK lulusan sekolah menengah atas dengan pengalaman paling sedikit 4 (empat) tahun atau sekolah menengah kejuruan dengan pengalaman paling sedikit 3 (tiga) tahun di bidang Jasa Konstruksi. Pemenuhan persyaratan jenjang PJSKBU hanya berlaku untuk 1 (satu) kali permohonan SBU.

c. Ketentuan kepemilikan SKK Konstruksi bagi setiap TKK terdiri atas:

  1. untuk kualifikasi jabatan operator, memiliki paling banyak 5 (lima) SKK Konstruksi pada paling banyak 3 (tiga) Klasifikasi yang berbeda;
  2. untuk kualifikasi jabatan teknisi atau analis, memiliki paling banyak 5 (lima) SKK Konstruksi pada paling banyak 2 (dua) Klasifikasi yang berbeda; dan
  3. untuk kualifikasi jabatan ahli, memiliki paling banyak 5 SKK Konstruksi pada 2 (dua) Klasifikasi yang berbeda dimana salah satunya merupakan Klasifikasi manajemen pelaksanaan.
  4. Sertifikat keahlian dan sertifikat keterampilan kerja yang menggunakan kualifikasi, Klasifikasi, dan Subklasifikasi berdasarkan Peraturan Lembaga Pengembangan Jasa Konstruksi Nasional Nomor 5 Tahun 2017 tentang Sertifikasi dan Registrasi Tenaga Ahli dan Peraturan Lembaga Pengembangan Jasa Konstruksi Nasional Nomor 6 Tahun 2017 tentang Sertifikasi dan Registrasi Tenaga Terampil, yang telah diterbitkan Lembaga Pengembangan Jasa Konstruksi Nasional dan Lembaga Pengembangan Jasa Konstruksi Provinsi serta Tim Penyelenggara Sertifikasi Kompetensi Kerja, tetap berlaku sampai berakhir masa berlakunya.
  5. TKK yang memiliki sertifikat keahlian kerja dan sertifikat keterampilan kerja bidang Jasa Konstruksi dan sertifikat keahlian kerja arsitek mengajukan permohonan pencatatan kepada LPJK.