Layanan Konsultasi.

Kami dapat memberikan JASA Nasehat Kebijakan terhadap Kepatuhan terhadap Peraturan Perundang-undangan; Pengadaan Barang/Jasa Konstruksi (Perencanaan - Persiapan - Pelaksanaan - Kontrak); dan Pemenangan Tender. Kami juga membantu membuat Kebijakan Perusahaan (Dokumen Tender & Peraturan Direksi terkait Pengadaan). Hubungi bonatua.766hi@gmail.com

Translate

CARI DI BLOG INI

Tampilkan postingan dengan label SEJARAH PENGADAAN PEMERINTAH. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label SEJARAH PENGADAAN PEMERINTAH. Tampilkan semua postingan

24 Juni 2022

Peranan teknologi e-Procurement dalam Pembangunan Ekonomi Kota Surabaya.

Bersama Pelopor Modernisasi PBJ di Indonesia


Pertumbuhan ekonomi adalah kenaikan nilai dan jumlah produksi barang atau jasa dalam kurun waktu tertentu. Pertumbuhan ekonomi sebuah wilayah erat kaitannya dengan tingkat kesejahteraan rakyatnya. Untuk meningkatkan kesejahteraan maka produksi harus dirangsang, salah satu Instrumen yang digunakan negara adalah Procurement/pengadaan barang/jasa dan modal pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara/Daerah (APBN/D) yang selalu dilakukan setiap setahun sekali. Beberapa indikator dari adanya pertumbuhan ekonomi adalah naiknya pendapatan nasional, pendapatan perkapita, jumlah tenaga kerja yang lebih besar dari jumlah pengangguran, serta berkurangnya tingkat kemiskinan.


Pertumbuhan ekonomi dapat diukur secara nominal atau riil (disesuaikan dengan inflasi). Pertumbuhan ekonomi dilihat dan diukur dengan cara membandingkan komponen yang dapat mewakili keadaan ekonomi suatu wilayah masa kini dan periode sebelumnya. Komponen yang digunakan untuk mengukur pertumbuhan ekonomi suatu wilayah adalah angka Produk Domestik Regional Bruto (PDRB). Ekonomi suatu wilayah dapat dikatakan bertumbuh jika kegiatan ekonomi masyarakatnya berdampak langsung kepada kenaikan produksi barang dan jasanya. 


Menurut Prof. M. Suparmoko, terdapat 4 faktor yang mempengaruhi pertumbuhan ekonomi, yaitu Penduduk dan Tenaga Kerja, Kapital, Sumber Daya Alam, dan terakhir Teknologi dan Wiraswasta. Penduduk dan tenaga Kerja adalah individu produktif yang berperan sebagai penggerak suatu organisasi, baik dalam perusahaan maupun institusi, karena manusialah yang kemudian akan mengendalikan faktor lainnya tersebut. Cepat lambatnya proses pembangunan tergantung kepada sejauh mana SDM selaku subjek pembangunan memiliki kompetensi yang memadai untuk melaksanakan proses pertumbuhan ekonomi. Kapital/modal sebagai proses penambahan stok modal fisik buatan manusia berupa peralatan, mesin dan bangunan. Modal dibutuhkan manusia untuk mengolah sumber daya alam dan meningkatkan kualitas IPTEK, modal berupa barang-barang sangat penting bagi perkembangan dan kelancaran pembangunan ekonomi karena juga dapat meningkatkan produktivitas. Sumber daya alam, yaitu sesuatu yang berasal dari alam, mencakup kesuburan tanah, letak dan susunannya, kekayaan alam, mineral, iklim, sumber air, hingga ke sumber kelautan. Bagi pertumbuhan ekonomi, ketersediaan sumber daya alam yang melimpah sangat baik dalam menunjang pembangunan. Perkembangan teknologi yang semakin pesat mendorong percepatan proses pembangunan. Pergantian pola kerja yang semula menggunakan tangan manusia digantikan oleh mesin-mesin canggih berdampak kepada aspek efisiensi, kualitas dan kuantitas. 


Kota Surabaya merupakan salah satu kota metropolitan di Indonesia memiliki luas sekitar 326,37 km2. Sebagian besar wilayah Surabaya merupakan dataran rendah dengan ketinggian 3 – 6 meter di atas permukaan air laut, kecuali di sebelah Selatan dengan ketinggian 25 – 50 meter di atas permukaan air laut. Populasi penduduk Kota Surabaya sampai dengan bulan Juni 2005 mencapai 2.701.312 jiwa, dengan tingkat kepadatan 8.277 jiwa/km2. Secara administrasi pemerintahan kota Surabaya (Pemkot) dikepalai oleh Walikota yang juga membawahi koordinasi atas wilayah administrasi Kecamatan yang dikepalai oleh Camat. Jumlah Kecamatan yang ada di kota Surabaya sebanyak 31 Kecamatan dan jumlah Kelurahan sebanyak 163 Kelurahan dan terbagi lagi menjadi 1.363 RW (Rukun Warga) dan 8.909 RT (Rukun Tetangga). Secara topografi Kota Surabaya merupakan dataran rendah yaitu 80,72 % (25.919,04 Ha) dengan ketinggian antara -0,5 – 5m SHVP atau 3 – 8 m LWS, sedang sisanya merupakan daerah perbukitan yang terletak di Wilayah Surabaya Barat (12,77%) dan Surabaya Selatan (6,52%).


Penyelenggaraan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (PBJ) saat ini dilakukan secara elektronik/e-Procurement (e-Proc) menggunakan sistem informasi yang terdiri atas Sistem Pengadaan Secara Elektronik (SPSE) dan sistem pendukung, yang dikembangkan oleh Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP). Kementerian/Lembaga/Pemerintah Daerah (K/L/PD) menyelenggarakan fungsi layanan pengadaan secara elektronik yaitu suatu layanan pengelolaan Teknologi Informasi (TI) untuk memfasilitasi pelaksanaan PBJ secara elektronik. Secara Global,  Perserikatan Bangsa-Bangsa dan World Trade Organization telah memperkenalkan TI Media Elektronik di dalam Sistem PBJ Dunia, namun Indonesia sendiri baru melibatkan media elektronik setelah dikeluarkannya Keputusan Presiden nomor 18 tahun 2000 itupun sebatas papan pengumuman pada media elektronik atas nama-nama paket yang ditenderkan.


Pada tahun 2002, Ibu Tri Rismaharini (akrab dipanggil Risma) yang saat itu menjabat sebagai Kepala Bagian Bina Pembangunan kota Surabaya dalam rangka menjalankan Keputusan Walikota Surabaya nomor 65 tahun 2001 tentang Rincian Tugas dan Fungsi Sekretariat Daerah Kota Surabaya, berhasil membuat dan mengembangkan e-Proc.  PBJ di kota Surabaya saat itu telah memasuki era digital dimana sebelumnya dari pengumuman paket tender di media elektronik menjadi di website bahkan tahapan prosesnya up to date, dari pengambilan dokumen tender yang awalnya hard copy "berbayar" menjadi Softcopy gratis bahkan bisa didownload melalui internet, dari peserta yang memasukkan dokumen penawaran Hardcopy menjadi softcopy bahkan bisa diupload melalui web portal dari kantor/rumah/warnet. Modernisasi ini secara pasti telah mengatasi permasalahan Jarak, Waktu bahkan Biaya tender, penasaran bagaimana selengkapnya pelaksanaan e-Proc tersebut! silahkan baca Keputusan Walikota Surabaya nomor 50 tahun 2004 tentang Pedoman Pelaksanaan Proses Pemilihan Penyedia Barang/Jasa Pemerintah Daerah dengan Sistem e-Proc.


Dalam satu kesempatan sesi Focus Group Discussion (FGD) mini pada hari Jumat tanggal 17 Juni 2022, kami dapat berdiskusi langsung dengan narasumber yaitu Ibu Risma dan didampingi Bapak Robben Ricco dimana kedua orang ini merupakan pihak yang terlibat langsung penerapan TI di Pemkot, terungkap fakta-fakta sebagai berikut:

  1. Kondisi pengelolaan Kota Surabaya sebelum tahun 2000 sangatlah kacau sehingga berakibat buruknya kualitas Fasilitas maupun Pelayanan Publik, diperparah kondisi hampir 75% wilayahnya terkena banjir.
  2. Permasalahan pokok adalah rendahnya anggaran untuk membiayai pembangunan Infrastruktur maupun pendukung pelayanan Publik, belum lagi permasalahan Moral Hazard yang membuat anggaran belanja yang sangat sedikit menjadi semakin tidak efisien. 
  3. Kondisi ini membuat beliau harus mencari solusi koordinasi Pembangunan yang bisa mengatasi kedua masalah diatas secara bersamaan. Untungnya berkat bantuan pakar IT yaitu Profesor Richardus Eko Indrajit lahirlah solusi pembuatan aplikasi e-Proc berbasis web pertama di Indonesia.
  4. Tantangan berikutnya dan paling berat adalah pada saat tahapan implementasi, bisa dibayangkan akibat tender manual dirubah e-Proc maka proses pemilihan menjadi transparan dan dapat diketahui masyarakat secara luas dan tentunya ini menjadi ancaman bagi orang-orang yang selama ini nyaman bermain di sistem yang manual, bahkan hambatan dari SDM internal unsur pemkot juga terjadi, sebagai wujud resistensi, bu Risma dan keluarga pernah mendapatkan ancaman nyawa.
  5. Hasil nyata dari tender yang transparan adalah terciptanya persaingan yang sehat dan memasuki sistem pasar sempurna yang dapat diikuti siapa dan dimana saja tentunya. 
  6. Persaingan sehat memaksa para Penyedia (wiraswasta) menjadi kreatif menciptakan dan menawarkan metode kerja yang efisien. Pernah penawar untuk tender Pekerjaan Penimbunan lahan rendah dimenangkan dengan harga dibawah 75% dari Harga Perkiraan Sendiri (HPS), setelah diklarifikasi ternyata meskipun harga sangat murah namun karena penawar adalah Developer dan tanahnya bersumber dari lahan yang tanahnya berbukit yang akan dijadikan perumahan maka yang seharusnya penawar mengeluarkan ongkos tempat pembuangan tanah malah bisa dialokasikan dan dibeli oleh pemerintah. Sistim teknologi memotong rantai pasok tanah timbunan dari seharusnya melalui broker tanah menjadi langsung dari penjual tanah ke pembeli.
  7. Penerapan IT berefek terjadinya Efisiensi biaya Pagu disetiap paket lelang, akibatnya ada dana menganggur (sisa harga pagu terhadap harga penawaran) yang saat itu regulasinya membolehkan pemanfaatan kembali sepanjang masih di kode rekening dan tahun anggaran yang sama. Sistem PBJ yang cepat membuat proses pemilihan penyedia bisa berlangsung dengan cepat pula tanpa harus melewati tahun anggaran. Dalam hal ini Pemkot langsung belanja barang/jasa dan modal untuk membangun jalan dan memperbaiki saluran agar tidak banjir. Pembangunan infrastruktur kota bisa dipercepat tanpa menunggu tahun anggaran berikutnya. Pak Robben juga menjelaskan bagaimana strategi saat itu agar pemanfaatan hasil efisiensi tender bisa segera digunakan kembali untuk belanja berikutnya dalam tahun anggaran yang sama, pemkot melakukan tender dini yaitu dibulan Oktober sebelum tahun anggaran berjalan, gak perlu menunggu pengesahan APBD tentunya setelah ada pernyataan tidak keberatan dari penyedia apabila anggaran tidak disetujui. 
  8. Terjadi multiplier effect, akibat infrastruktur jalan dan saluran dapat dengan cepat diadakan/diperbaiki, maka akses yang bebas banjir lekas dibangun dan tak lama setelah itu di sepanjang lokasi tersebut bertumbuh pusat-pusat bisnis baru dan effect selanjutnya harga tanah mahal, nilai jual objek pajak  pun naik dan kesemuanya menambah pemasukan daerah. Sebagai contoh adalah lokasi di jalan Mayjen. Sungkono, saat ini telah berdiri Ciputra World Surabaya dan Rumah sakit Mayapada.
  9. Kesuksesan Penerapan teknologi pada e-Proc ternyata menjadi raw model penerapan e-Government terintegrasi yang menghubungkan e-Budgeting, e-Musrenbang, e-Audit, e-Performance dan lainnya.

Foto : Kegiatan FGD dikantor Kementerian Sosial


Data primer hasil FGD tersebut telah kami uji dengan pertama sekali mengetahui kondisi yang terjadi diera sebelum diterapkannya teknologi e-Proc di Surabaya. Menurut penelitian Hayati Hehamahua yang berjudul Analisis APBD Kota Surabaya Suatu Kajian Kemandirian Dan Efektivitas Keuangan Daerah, yang dimuat pada Jurnal Media Trend Vol. 9 No. 1 edisi Maret 2014, bahwa Kondisi keuangan Pemkot saat itu berdasarkan Perkembangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Kota Surabaya Tahun Anggaran 2000 – 2002 (dalam Juta Rupiah) adalah sebagai berikut :   

Hayati Hehamahua menyimpulkan bahwa kondisi sebagian besar pendapatan Pemkot masih diperuntukkan bagi pengeluaran rutin (75,46%), belanja pembangunan maupun untuk pelayanan kepada masyarakat hanya memperoleh bagian yang relatif kecil (14,54%). Ada kesan seolah-olah APBD hanya untuk membiayai gaji/honor, dan perjalanan dinas pegawai Kota Surabaya. Hasil FGD yang menyebutkan kondisi keuangan pemkot yang serba kekurangan sebelum penerapan teknologi e-proc (tahun 2000 s/d 2001) sejalan dengan hasil penelitian.


Dalam hal kebaruan teknologi, kami juga telah menguji dengan meneliti periodisasi kebijakan Pemanfaatan TI pada K/L/PD diseluruh Indonesia. Hasil pencarian menunjukkan bahwa Kementerian Pekerjaan Umum (KemenPU) baru menerapkan e-Proc di tahun 2005 itupun terbatas hanya untuk PBJ Konstruksi saja.  Badan Perencanaan Pembangunan Nasional  (Bappenas) dibawah Pusat Pengembangan Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Publik yang dikepalai Bapak Agus Rahardjo baru menerapkan e-Proc pada tahun 2006,  hingga akhirnya pada tahun 2007, Presiden resmi menunjuk LKPP sebagai satu-satunya institusi pengembang e-Proc dan hasil pengembangan SPSE-nya diterapkan secara Nasional pada seluruh K/L/PD dimulai pada tahun 2010. Penerapan Teknologi e-Proc di Pemkot 3 tahun lebih awal dari KemenPU, ini menjadi klaim kebaruan penerapan teknologi elektronik di sistim PBJ Indonesia.


Dalam hal apakah benar terjadi pertumbuhan ekonomi di Kota Surabaya, maka salah satu komponen yang kami pilih untuk mengujinya adalah angka Produk Domestik Regional Bruto (PDRB). Secara lengkap gambaran tentang PDRB dan nilai PDRB perkapita di Kota Surabaya selama tiga periode (2002-2004) dapat dilihat pada Tabel  berikut:  


Sumber : Rencana Pembangunan Jangka Menengah kota Surabaya 2005


Penggunaan teknologi e-Proc pada tahun 2002 terbukti secara significant meningkatkan PDRB perkapita masyarakat Surabaya menjadi naik sebesar 5 juta rupiah di tahun 2004. Besaran nilai PDRB ini secara nyata mampu memberikan gambaran mengenai nilai tambah bruto yang dihasilkan unit-unit produksi pada suatu daerah dalam periode tertentu. Lebih jauh, perkembangan besaran nilai PDRB merupakan salah satu indikator yang dapat dijadikan ukuran untuk menilai keberhasilan pembangunan suatu daerah, atau dengan kata lain pertumbuhan ekonomi suatu daerah dapat tercermin melalui pertumbuhan nilai PDRB. Meskipun dalam tulisan ini kami hanya membahas komponen PDRB, namun berdasarkan komponen lain seperti angka Inflasi yang bisa dilihat pada dokumen Rencana Pembangunan Jangka Menengah kota Surabaya 2005, juga menunjukan benar telah terjadi pertumbuhan ekonomi.


Keberhasilan pembangunan ekonomi Kota Surabaya dapat juga diukur secara kualitatif dari berbagai prestasi yang relevan yang diterima oleh Kota Surabaya maupun tokoh Sentral yang berperan didalamnya. Secara personal, Ibu Risma yang semula Kepala Bagian Bina Pembangunan (2002) dan mempelopori e-Proc diangkat menjadi Kepala Bagian Penelitian dan Pengembangan (2005), Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Kota Surabaya (2008), Kepala Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kota Surabaya (2010), Wali Kota Surabaya (2010—2015 ; 2016—2020) hingga akhirnya menjadi Menteri Sosial RI (2020—sekarang). Secara institusi, kota Surabaya juga diberi penghargaan e-Proc dari LKPP pada tanggal 20 November 2013 karena Kota Surabaya adalah pelopor penerapan sistem lelang elektronik di tahun 2002. Penggunaan TI pada sistim Pemkot seperti e-Government, e-Budgeting, e-Proc, e-Musrenbang, e-Audit, e-Performance, dan berbagai sistem penunjang secara terintegrasi lainnya banyak diadopsi oleh K/L/PD lain seperti LKPP dan Komisi Pemberantasan Korupsi.


Pertumbuhan Pembangunan Ekonomi wilayah Surabaya melalui penerapan teknologi sangat sesuai dengan teori ilmu ekonomi yaitu ilmu yang mempelajari segala tingkah laku dan aktivitas manusia untuk mendapatkan sesuatu dengan sumber daya yang terbatas. Berawal dari terbatasnya alokasi Anggaran untuk pembangunan Kota Surabaya, diciptakanlah teknologi e-Proc untuk mengatasi sifat Moral Hazard birokrasi yang merupakan SDM pengelola PBJ. Teknologi tersebut terbukti menghasilkan efisiensi anggaran sehingga tercapai Nilai Value for Money secara maksimal dan output selanjutnya adalah ketersediaan infrastruktur seperti jalan dan saluran. Teknologi e-Proc juga meningkatkan kualitas dari PBJ, hanya penyedia yang benar-benar menguasai metode pekerjaan yang berani menawarkan harga ketat tanpa mengurangi kualitas. Kompetisi memaksa efisiensi produksi dengan cara penggunaan SDM tepat jumlah dan tepat guna, peralatan yang masih kondisi Prima dan material yang memangkas rantai pasok ataupun hal-hal yang tidak perlu yang menyebabkan pemborosan dan pembengkakan biaya produksi termasuk melayani pungli. Teknologi e-Proc juga terbukti meningkatkan kuantitas frekuensi tender, monitoring waktu tender dapat diamati bersama dan mampu mengidentifikasi dini potensi keterlambatan. Dengan bantuan sistem, SDM pengelola PBJ menjadi berubah dari Hardworker menjadi smartworker. Hampir semua kegiatan bisa dilakukan melalui aplikasi, pertemuan fisik hanya untuk bagian-bagian yang tidak dapat digantikan teknologi saja seperti klarifikasi alat dan penandatangan kontrak.


Sebagai outcomenya dari teknologi e-Proc adalah terciptanya bisnis dan investasi di suatu wilayah yang berdampak multiplier effect berkelanjutan termasuk bertambahnya Pendapatan Asli Daerah, terbelinya produksi barang/jasa para wiraswasta hingga akhirnya menaikkan PDRB masyarakat Kota Surabaya. Dengan meningkatnya parameter PDRB perkapita tersebut dapat menjadi indikasi bahwa Pertumbuhan Perkembangan Ekonomi Surabaya saat itu telah berhasil.

 

 

Daftar Referensi: 


  1. Hayati Hehamahua, Analisis APBD Kota Surabaya Suatu Kajian Kemandirian Dan Efektivitas Keuangan Daerah, Jurnal Media Trend Vol. 9 No. 1 Maret 2014.
  2. Irawan dan Suparmoko. 2002. Ekonomika Pembangunan. Yogyakarta:BPTE Yogyakarta.
  3. Keputusan Walikota Surabaya nomor 65 tahun 2001 tentang Rincian Tugas dan Fungsi Sekretariat Daerah Kota Surabaya.
  4. Keputusan Walikota Surabaya nomor 50 tahun 2004 tentang Pedoman Pelaksanaan Proses Pemilihan Penyedia Barang/Jasa Pemerintah Daerah dengan Sistem e-Procurement.
  5. Rencana Pembangunan Jangka Menengah kota Surabaya 2002-2004, link : https://www.surabaya.go.id/uploads/attachments/profilpemerintah/rpjm/Bab2.pdf.
  6. Wikipedia, link : https://id.wikipedia.org/wiki/Tri_Rismaharini.




Perhatian : 
Seluruh atau sebagian dari artikel ini sangat memungkinkan menjadi bagian dari Makalah ataupun Disertasi saya terkait Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah, mohon mengkomunikasikan apabila hendak dipakai di forum resmi demi menghindari Praktek Plagiatisme. Terimakasih

01 Agustus 2020

KEBIJAKAN PENGADAAN LINTAS PENGUASA


Tahukah teman-teman bahwa Pemerintah Indonesia baru mulai bisa mengatur Pengadaan Barang/Jasa-nya (PBJ) secara khusus setelah Indonesia memasuki era Reformasi setelah kejatuhan Rezim Orde Baru? dan tahukan anda bahwa Kebijakan PBJ begitu seksinya serta sarat kepentingan sehingga jika dirata-ratakan maka terdapat sangat banyak perubahan kebijakan pertahunnya baik dilevel Norma maupun di petunjuk pelaksanaanya.

Melanjutkan artikel sebelumnya bagaimana Porsi PBJ pada APBN, dimana rata-rata Pengeluaran/Belanja PBJ negara pada 3 tahun terakhir sebesar Rp.534 T pertahun. Dan Besaran Belanja yang ditetapkan di APBN adalah merupakan Keputusan politik yang ditetapkan para Politisi Senayan bersama Pemerintah. Bisa dibayangkan bagaimana alotnya Proses pengajuan anggaran Pengeluaran/ Belanja dimulai, diusulkan, disetujui, direncanakan, ditentukan penyedianya, dikerjakan dan sampai pembayaran. Sangat banyak pihak yang berkepentingan baik di eksekutif, legislatif terutama Pengusaha (Penyedia). Mengingat hampir ¼ belanja negara adalah PBJ, menurut saya Idealnya Regulasi yang mengaturnya harusnya sekelas Undang-undang, sedangkan saat ini PBJ baru diatur Peraturan Presiden  nomor 12 tahun 2021 dan Peraturan Pemerintah nomor 14 tahun 2021, namun meskipun begitu patut kita syukuri jika dibandingkan dengan zaman sebelum-sebelumnya.

Berikut adalah kebijakan Pengadaan yang dilakukan pada setiap era Presiden sebagai Penangunggungjawab Pengelolaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara:

Sebagai rangkuman dari setiap Peraturan Presiden terkait PBJ dari awal dibentuk sampai yang saat ini yang berlaku (update Juni 2024), maka coba saya rangkumkan sebagai berikut:



Kebijakan PBJ di Negara Indonesia menurut saya harus dirombak secara Total Fundamental, bukan menuduh tapi data berbicara bahwa 70% kasus Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) adalah terkai masalah PBJ, malah jika dikaitkan maka 100%-nya pasti terkait PBJ. Untuk hal ini saya telah melakukan penelitian dalam rangka pembuatan tesis dimana hasilnya sangat bersesuaian dengan Hipotesa pandangan KPK, Lembaga Survey maupun Pejabar Negara. Jika tertarik silahkan dibaca artikel saya pada Social Science Research Network (SSRN) atau langsung diklik pada link berikut : 
Salam Kebijakan Publik


Perhatian : 
Seluruh atau sebagian dari konten ini sangat memungkinkan menjadi bagian dari Makalah, Tesis ataupun Disertasi saya terkait Kebijakan Publik, mohon mengkomunikasikan kepada saya apabila hendak dipakai di forum resmi demi menghindari Praktek Plagiatisme. Terimakasih. 
 

KEBIJAKAN PENGADAAN PRESIDEN JOKO WIDODO

PRESIDEN JOKO WIDODO
Masa jabatan
20 Oktober 2014 – sekarang

PRESIDEN JOKO WIDODO pada tanggal 28 November 2014, melakukan perubahan terhadap Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah dan disusul dengan 3x perubahan lagi dengan masing-masing perubahan sebagai berikut:

  1. Peraturan Presiden Nomor 172 Tahun 2014 tentang Perubahan Ketiga Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah
  2. Peraturan Presiden Nomor 4 Tahun 2015 tentang Perubahan Keempat Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah
  3. Peraturan Presiden Nomor 16 Tahun 2018 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah
  4. Peraturan Presiden Nomor 12 Tahun 2021 tentang Perubahan Peraturan Presiden Nomor 16 Tahun 2018 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah

Disamping itu dikeluarkan pula aturan Pengadaan Barang/Jasa (PBJ) khusus:

  1. Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2015 tentang Bentuk dan Mekanisme Pendanaan Perguruan Tinggi Negeri Badan Hukum
  2. Peraturan Presiden Nomor 38 tahun 2015 tentang Kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha dalam Penyediaan Infrastruktur
  3. Peraturan Presiden Nomor 3 Tahun 2016 tentang Percepatan Pelaksanaan Proyek Strategis Nasional
  4. Peraturan Presiden Nomor 48 Tahun 2017 tentang Penyelenggaraan Asian Games XVIII Tahun 2018
  5. Peraturan Presiden Nomor 40 Tahun 2018 tentang Pembaruan Sistem Administrasi Perpajakan
  6. Selain itu, sampai saat ini telah dikeluarkan pula kebijakan terkait PBJ antara lain:
  7. Undang-Undang nomor 5 tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara
  8. UU nomor 23 tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah
  9. Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah 
  10. Undang-Undang nomor 30 tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan
  11. Peraturan Presiden nomor 157 tahun 2014 Perubahan atas Peraturan Presiden Nomor 106 Tahun 2007 tentang Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP)
  12. Peraturan Presiden nomor 87 tahun 2014 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang nomor 12 tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan
  13. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah Menjadi Undang-Undang
  14. Undang-Undang nomor 9 tahun 2015 tentang Perubahan Kedua atas UU nomor 23 tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah
  15. Peraturan Presiden nomor 15 tahun 2015 tentang Kementrian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat
  16. Undang-Undang nomor 02 tahun 2017 tentang Jasa Konstruksi 
  17. Peraturan Pemerintah nomor 22 tahun 2020 tentang Pelaksanaan Undang-Undang  nomor 02 tahun 2017 tentang Jasa konstruksi
  18. Peraturan Pemerintah nomor 14 tahun 2021 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah nomor 22 tahun 2020 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Uundang nomor 2 tahun 2017 tentang Jasa Konstruksi
  19. Peraturan Presiden Nomor 95 Tahun 2018 tentang Sistem Pemerintahan Berbasis Elektronik
  20. Undang-Undang nomor 11 tahun 2020 tentang Cipta Kerja Pasal 52 tentang perubahan Undang-Undang nomor 02 tahun 2017 tentang Jasa Konstruksi
  21. Peraturan Presiden Nomor 88 Tahun 2019 tentang Petunjuk Teknis Dana Alokasi Khusus Fisik Tahun Anggaran 2020
  22. Peraturan Presiden Nomor 27 Tahun 2020 tentang Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat

Ada kontroversi yang menurut saya merupakan pertentangan kebijakan, tepatnya tanggal 21 April 2020, PRESIDEN JOKO WIDODO mengeluarkan kebijakan Peraturan Pemerintah (PP) nomor 22 tahun 2020 tentang Pelaksanaan Undang-Undang  nomor 02 tahun 2017 tentang Jasa konstruksi. Peraturan perundangan-undangan ini ternyata masuk mengatur Pedoman PBJ khusus Konstruksi. Selain kedudukan Hierarkinya lebih tinggi dari Peraturan Presiden, kedua-duanya juga mengatur materi yang sama, tidak seperti PP nomor 29 tahun 2000, pada pasal 70 PP yang baru ada menugaskan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyata (PUPR) untuk membuat Ketentuan lebih lanjut mengenai Pemilihan. Sesuatu yang baru juga mengingat selama ini PBJ Konstruksi tidak pernah diatur tersendiri yang menugaskan Mentri PUPR membuat ketentuan PBJ Konstruksi. Peraturan Presiden (Perpres) nomor 16 tahun 18 melalui pasal Pasal 61 ayat (1) huruf d sangat jelas menafsirkan bahwa karena Pengadaan Konstruksi sudah diatur khusus oleh PP maka seharusnya Tender Konstruksi tidak lagi mengacu ke Peraturan Presiden ini. Awalnya saya menduga hal ini dipersiapkan untuk Regulasi Pemindahan Ibukota baru yang kabarnya biaya konstruksinya senilai paling rendah 450 T namun belakangan ini PP nomor 22 tahun 20 diubah oleh PP nomor 14 tahun 2021 dimana disisipkan Pasal 74A yang menyatakan bahwa ketentuan Pemilihan penyedia diatur oleh Peraturan presiden. Tampaknya peraturan presiden yang dimaksud adalah nomor 12 tahun 2021, jika begitu maka Konstruksi kembali diatur oleh LKPP sebagai pelaksana Perpres nomor 12 tahun 21 meskipun peraturan menteri merupakan turunan dari pasal 70 PP 14/21 belum dicabut. 

Mengikuti perubahan kebijakan diatasnya, LKPP dan Menteri PUPR pun melakukan perubahan sebagai berikut:

A. Perubahan Peraturan Menteri.

  1. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Nomor 31/PRT/M/2015 tentang Perubahan Ketiga atas Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 07/PRT/M/2011 tentang Standar dan Pedoman Pengadaan Pekerjaan Konstruksi dan Jasa Konsultansi 
  2. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Nomor 12 Tahun 2017 tentang  Standar dan Pedoman Pengadaan Pekerjaan Konstruksi Terintegrasi Rancang dan Bangun Melalui Penyedia.
  3. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat  nomor 28 tahun 2016 tentang Pedoman Analisis Harga Satuan Pekerjaan Bidang Pekerjaan Umum.

B. Perubahan Peraturan LKPP

  1. Perka LKPP nomor 1 tahun 2015 tentang e-Tendering
  2. Peraturan Kepala LKPP Nomor 2 Tahun 2015 Tentang Perubahan Atas Peraturan Kepala Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah Nomor 5 Tahun 2012 Tentang Unit Layanan Pengadaan
  3. Peraturan Kepala LKPP Nomor 5 Tahun 2015 Tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Kepala Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah Nomor 5 Tahun 2012 Tentang Unit Layanan Pengadaan
  4. Peraturan Kepala LKPP Nomor 11 Tahun 2015 Tentang Perubahan Atas Peraturan Kepala Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah Nomor 11 Tahun 2014 Tentang Whistleblowing System Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah
  5. Peraturan LKPP nomor 22 tahun 2015 tentang PERUBAHAN atas Perka LKPP nomor 13 tahun 2013 tentang Pedoman Tata Cara Pengadaan Barang.Jasa di Desa
  6. Perka LKPP NOMOR 4 TAHUN 2016 TENTANG LAYANAN PENYELESAIAN SENGKETA PENGADAAN BARANG/JASA PEMERINTAH
  7. Peraturan LKPP nomor  7 tahun 2016 tentang Pengembangan dan Pembinaan Kompetensi Pejabat Fungsional Pengelola Pengadaan Barang/Jasa
  8. Peraturan LKPP nomor  2 tahun 2017 tentang Penetapan Kelas Jabatan Bagi Jabatan Fungsional Pengelola Pengadaan Barang/Jasa
  9. Peraturan Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah Nomor 2 Tahun 2018 tentang Perubahan Atas Peraturan Kepala Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah Nomor 6 Tahun 2016 tentang Katalog Elektronik Dan E- Purchasing 

Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah akhirnya dicabut juga dan diganti dengan Peraturan Presiden Nomor 16 Tahun 2018 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah. Kembali lagi...mengikuti perubahan kebijakan diatasnya, LKPP dan Menteri PUPR pun melakukan perubahan sebagai berikut:

A. Perubahan Peraturan Menteri

  1. Peraturan Menteri PUPR nomor 07 tahun 2019 tentang Standar dan Pedoman Pengadaan Jasa Konstruksi Melalui Penyedia (PM 07/19)
  2. Peraturan Menteri PUPR nomor 01 tahun 2020 tentang Standar dan Pedoman Pengadaan Pekerjaan Konstruksi Terintegrasi Rancang Bangun Melalui Penyedia (PM 01/20)
  3. Peraturan Menteri PUPR nomor 25 tahun 2020 tentang perubahan PM 01/20 (PM 25/20).
  4. Peraturan Menteri PUPR nomor 14 tahun 2020 tentang Standar dan Pedoman Pengadaan Jasa Konstruksi Melalui Penyedia (PM 14/20) mencabut dan menggantikan PM 07/19.
  5. Surat Edaran Menteri Pekerjaan UmumPerumahan Rakyat nomor 22/SE/M/2020 tentang Persyaratan Pemilihan dan Evaluasi Dokumen Penawaran Pengadaan Jasa Konstruksi sesuai Peraturan Menteri Pekerjaan.

B. Perubahan Peraturan LKPP

  1. Peraturan Kepala LKPP Nomor 4 Tahun 2018 Tentang Pelatihan Pengadaan Barang/Jasa
  2. Peraturan LKPP nomor 07 tahun 2018 tentang Pedoman Perencanaan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah
  3. Peraturan Lembaga Nomor 8 Tahun 2018 Tentang Pedoman Swakelola
  4. Peraturan LKPP nomor 09 tahun 2018 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan BarangJasa Melalui Penyedia
  5. Peraturan Lembaga Nomor 11 Tahun 2018 Tentang Katalog Elektronik
  6. Peraturan Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah Nomor 12 Tahun 2018 tentang Pedoman Pengadaan Barang/Jasa yang Dikecualikan pada Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah
  7. Peraturan LKPP nomor 13 tahun 2018 tentang Pengadaan Barang/Jasa Dalam Penanganan Keadaan Darurat
  8. PERATURAN LKPP REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2018 TENTANG PELAKU PENGADAAN BARANG/JASA
  9. Peraturan Lembaga Nomor 16 Tahun 2018 Tentang Agen Pengadaan
  10. Peraturan Lembaga Nomor 17 Tahun 2018 Tentang Sanksi Daftar Hitam Dalam Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah
  11. PERATURAN LKPP NOMOR 18 TAHUN 2018 TENTANG LAYANAN PENYELESAIAN SENGKETA KONTRAK PENGADAAN BARANG/JASA PEMERINTAH
  12. Peraturan Lembaga Nomor 19 Tahun 2018 Tentang Pengembangan Sistem dan Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa
  13. Peraturan Lembaga Nomor 29 Tahun 2018 Tentang Tata Cara Pengadaan Badan Usaha Pelaksana Penyediaan Infrastruktur Melalui Kerjasama Pemerintah Dengan Badan Usaha Atas Prakarsa Menteri/Kepala Lembaga/Kepala Daerah
  14. Peraturan LKPP nomor 06 tahun 2019 tentang Sertifikasi Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah
  15. Peraturan LKPP nomor 08 tahun 2019 tentang Kamus Kompetensi Teknis Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah
  16. Peraturan Lembaga Nomor 12 Tahun 2019 Tentang Pedoman Penyusunan Tata Cara Pengadaan Barang/Jasa Di Desa
  17. PERATURAN LKPP REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2019 TENTANG PEDOMAN PENANGANAN PENGADUAN MASYARAKAT DI LKPP
  18. Peraturan Lembaga Nomor 18 Tahun 2019 Tentang Pengelolaan Pengaduan Whistleblowing System Internal Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah
  19. PERATURAN LKPP NOMOR 19 TAHUN 2019 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN LKPP NOMOR 15 TAHUN 2018 TENTANG PELAKU PENGADAAN BARANG/JASA
  20. Peraturan Lembaga Nomor 4 Tahun 2020 Tentang Pelatihan Pengadaan Barang/Jasa
  21. Peraturan Lembaga Nomor 5 Tahun 2020 Tentang Konfirmasi Status Wajib Pajak Dalam Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah
  22. Peraturan LKPP nomor 06 tahun 2020 tentang Perubahan Atas Peraturan Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah Nomor 8 Tahun 2019 Tentang Kamus Kompetensi Teknis Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah
  23. Peraturan Lembaga Nomor 7 Tahun 2020 Tentang Perubahan Atas Peraturan Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah Nomor 11 Tahun 2018 Tentang Katalog Elektronik
  24. Peraturan Lembaga Nomor 2 Tahun 2021 Tentang Pedoman Penyelenggaraan Sayembara/Kontes
  25. Peraturan Lembaga Nomor 4 Tahun 2021 Tentang Pembinaan Pelaku Usaha Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah

Saat ini Peraturan Presiden Nomor 16 Tahun 2018 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah telah diubah dengan Peraturan Presiden Nomor 12 Tahun 2021 yang diundangkan pertanggal  02 Feb 2021. Kembali lagi...mengikuti perubahan kebijakan diatasnya, LKPP dan Menteri PUPR pun melakukan perubahan sebagai berikut:

A. Perubahan Peraturan Menteri

  1. Peraturan LKPP nomor 12 tahun 2021 tentang Pedoman pelaksanaan pengadaan barang/jasa pemerintah melalui penyedia  (PerLKPP 12/21) yang mencabut dan menggantikan PM 14/20 dan PM 25/20
  2. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat  nomor 06 tahun 2021 tentang  STANDAR KEGIATAN USAHA DAN PRODUK PADA PENYELENGGARAAN PERIZINAN BERUSAHA BERBASIS RISIKO SEKTOR PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT
  3. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Nomor 7 Tahun 2021 tentang Pencatatan Sumber Daya Material dan Peralatan Konstruksi
  4. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Nomor 10 Tahun 2021 tentang Pedoman Sistem Manajemen Keselamatan Konstruksi

B. Perubahan Peraturan LKPP

  1. Peraturan LKPP nomor 05 tahun 2021 tentang Pedoman Pengadaan Barang/Jasa yang Dikecualikan pada Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah
  2. Peraturan LKPP nomor 06 tahun 2021 tentang Pedoman Penyusunan dan Pengelolaan Rencana Aksi Pemenuhan Pengelola Pengadaan Barang/Jasa
  3. Peraturan LKPP nomor 07 tahun 2021 tentang Sumber Daya Manusia Pengadaan Barang/Jasa.
  4. PERATURAN LEMBAGA KEBIJAKAN PENGADAAN BARANG/JASA PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2021 TENTANG TOKO DARING DAN KATALOG ELEKTRONIK DALAM PENGADAAN BARANG/JASA PEMERINTAH
  5. Peraturan Lembaga Nomor 10 Tahun 2021 Tentang Unit Kerja Pengadaan Barang/Jasa
  6. Peraturan LKPP nomor 11 tahun 2021 tentang Pedoman Perencanaan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah
  7. Peraturan LKPP nomor 12 tahun 2021 tentang Pedoman pelaksanaan pengadaan barang/jasa pemerintah melalui penyedia  
  8. Surat Edaran Bersama 01/2021 tentang Percepatan Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa Dalam Pengelolaan Keuangan Daerah


KEBIJAKAN PENGADAAN PRESIDEN SUSILO BAMBANG YUDHOYONO

 

PRESIDEN SUSILO BAMBANG YUDHOYONO
Masa jabatan
20 Oktober 2004 – 20 Oktober 2014

Tidak genap setahun menjabat tepatnya pada tanggal 20 April 2005, Presiden Dr. H. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO merubah Keputusan Presiden Nomor 61 Tahun 2004 tentang Perubahan Pertama Keppres 80 tahun 2003 tentang Pedoman Pelaksana Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah menjadi Peraturan Presiden Nomor 32 Tahun 2005 tentang Perubahan Kedua Keppres 80 tahun 2003 tentang Pedoman Pelaksana Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah, dan selanjutnya di rezim yang sama kebijakan tersebut telah berubah 5 kali sebelum akhirnya dicabut. Berikut adalah perubahanya:

  1. Peraturan Presiden Nomor 70 Tahun 2005 tentang Perubahan Ketiga Keppres 80 tahun 2003 tentang Pedoman Pelaksana Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah
  2. Peraturan Presiden Nomor 8 Tahun 2006 tentang Perubahan Keempat Keppres 80 tahun 2003 tentang Pedoman Pelaksana Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah
  3. Peraturan Presiden Nomor 79 Tahun 2006 tentang Perubahan Kelima Keppres 80 tahun 2003 tentang Pedoman Pelaksana Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah
  4. Peraturan Presiden Nomor 85 Tahun 2006 tentang Perubahan Keenam Keppres 80 tahun 2003 tentang Pedoman Pelaksana Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah
  5. Peraturan Presiden Nomor 95 Tahun 2007 tentang Perubahan Ketujuh Keppres 80 tahun 2003 tentang Pedoman Pelaksana Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah

Disamping itu dikeluarkan Pengadaan khusus : 

  1. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2007 tentang Cukai
  2. Peraturan Presiden Nomor 106 Tahun 2007 tentang LKPP
  3. Peraturan Presiden nomor 80 tahun 2008 tentang Perubahan atas Keputusan Presiden Nomor 75 tahun 1999 tentang Komisi Persaingan Usaha
  4. Peraturan KPPU Nomor 2 Tahun 2010 Tentang Pedoman Pasal 22 Tentang Larangan Persekongkolan dalam Tender
  5. Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2012 tentang Industri Pertahanan
  6. Peraturan Presiden Nomor 71 Tahun 2012 sebagaimana diubah terakhir dengan Peraturan Presiden Nomor 148 Tahun 2015 tentang Penyelenggaraan Pengadaan Tanah bagi Pembangunan untuk kepentingan Umum
  7. Peraturan Pemerintah nomor 31 Tahun 2013 Tentang Peraturan Pelaksanaan Nomor 6 Undang-Undang Tahun 2011 tentang Keimigrasian
  8. Peraturan Presiden Nomor 11 Tahun 2008 tentang Tata Cara Pengadaan, Penetapan Status, dan Pengalihan Hak atas Rumah Negara

Keppres 80 tahun 2003 tentang Pedoman Pelaksana Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah dicabut dan diganti dengan Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah, diperiode ke-2 Presiden Dr. H. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO ternyata masih melakukan 2 kali perubahan serta mengeluarkan 4 peraturan perundang-undangan lainnya yang terkait Pengadaan Barang/Jasa (PBJ) yaitu:

  1. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2011 tentang Mata Uang 
  2. Peraturan Presiden Nomor 35 Tahun 2011 tentang Perubahan Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah
  3. Peraturan Presiden Nomor 70 Tahun 2012 tentang Perubahan Kedua Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah 
  4. Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 2013 tentang Tata Cara Pelaksanaan Anggaran Pendapatan Dan Belanja Negara
  5. Peraturan Presiden Nomor 52 tahun 2014 tentang Pengadaan dan Standar Rumah Bagi Mantan Presiden dan/atau Mantan Wakil Presiden.
  6. Peraturan Presiden Nomor 75 Tahun 2014 dan Perubahannya tentang Percepatan Penyediaan Infrastruktur Prioritas

Sebagai catatan, pergantian ini mengubah istilah Pedoman menjadi lebih umum yaitu tentang PBJ. Cakupan PBJ sangatluas yaitu dari mulai tahap perencanaan , pemilihan penyedia sampai dengan berita aacara serah terima, dimana pedoman adalah bagian tahapan PBJ dan ketentuannya selanjutnya ditetapkan oleh LKPP sebagai satu-satunya lembaga pemerintah yang mempunyai tugas mengembangkan dan merumuskan kebijakan pengadaan barang/jasa Pemerintah.

Terkhusus aturan Pedoman, Standard Dokumen dan lainnya yang terkait ke Penyedia, sebagai turunan PS 54/10, LKPP tercatat telah mengeluarkan  banyak kebijakan yaitu antara lain:

  1. Peraturan LKPP nomor  02 tahun 2010 tentang Perubahan Kesatu atas Perka LKPP nomor 6 tahun 2010 tentang Standar Dokumen Pengadaan Barang Jasa Pemerintah 
  2. Peraturan LKPP nomor 05 tahun 2010 tentang Standar Dokumen Pengadaan Barang Jasa Pemerintah  secara elektronik.
  3. Perka LKPP nomor 06 tahun 2010 tentang Standar Dokumen Pengadaan Barang Jasa Pemerintah 
  4. Peraturan LKPP nomor  01 tahun 2011 tentang Tata Cara E-Tendering
  5. Peraturan LKPP nomor 12 tahun 2011 tentang PEDOMAN UMUM PERENCANAAN PENGADAAN BARANGJASA PEMERINTAH.
  6. Peraturan LKPP nomor 05 tahun 2012 tentang Unit Layanan Pengadaan
  7. Perka LKPP nomor 15 tahun 2012 tentang Standar Dokumen Pengadaan Barang Jasa Pemerintah 
  8. Perka LKPP REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2012 TENTANG E-PURCHASING
  9. Perka LKPP nomor 18 tahun 2012 tentang e-Tendering
  10. Perka LKPP nomor 13 tahun 2013 tentang Pedoman Tata Cara Pengadaan Barang.Jasa di Desa
  11. Peraturan Kepala LKPP Nomor 11 Tahun 2014 Tentang Whistleblowing System Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah
  12. Peraturan LKPP nomor  19 tahun 2014 tentang PEMBAYARAN PRESTASI PEKERJAAN PADA PEKERJAAN KONSTRUKSI.

Secara hampir bersamaan, Menteri Pekerjaan Umum ternyata turut pula mengeluarkan Kebijakan terkait Pedoman untuk Konstruksi terkait  Penyedia dengan menjadikan dasar hukumnya sebagai berikut:

  1. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2000 tentang Usaha dan Peran Masyarakat Jasa Konstruksi (Lembaran Negara RI Tahun 2000 Nomor 63, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3955) sebagaimana telah diubah terakhir dengan Peraturan Pemerintah Nomor 92 Tahun 2010 (Lembaran Negara RI Tahun 2010 Nomor 157);
  2. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 29 Tahun 2000 tentang Penyelenggaraan Jasa Konstruksi (Lembaran Negara RI Tahun 2000 Nomor 64, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3956) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 59 Tahun 2010 (Lembaran Negara RI Tahun 2010 Nomor 95);
  3. Peraturan Pemerintah Nomor 30 Tahun 2000 tentang Penyelenggaraan Pembinaan Jasa Konstruksi (Lembaran Negara RI Tahun 2000 Nomor 65, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3957);
  4. Peraturan Presiden Nomor 47 Tahun 2009 tentang Pembentukan dan Organisasi Kementerian Negara;
  5. Peraturan Presiden Nomor 24 Tahun 2010 tentang Kedudukan, Tugas dan Fungsi Kementerian Negara serta Susunan Organisasi, Tugas dan Fungsi Eselon I Kementerian Negara Republik Indonesia;
  6. Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah;
  7. Keputusan Presiden Nomor 42 Tahun 2002 tentang Pedoman Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Presiden Nomor 53 Tahun 2010;
  8. Keputusan Presiden Nomor 84/P Tahun 2009 tentang pembentukan kabinet.
  9. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 08/PRT/M/2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Pekerjaan Umum;
  10. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 21/PRT/M/2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Unit Pelaksana Teknis Kementerian Pekerjaan Umum.
  11. Peraturan Menteri Perindustrian RI Nomor 15/M- IND/PER/2/2011 tentang Pedoman Penggunaan Produk Dalam Negeri Dalam Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah.

Membaca semua (11) dasar hukum diatas saya sama sekali tidak menemukan adanya penugasan dari peraturan perundang-undangan yang memerintahkan KemenPU membuat ketentuan tentang Standar dan Pedoman Pengadaan Pekerjaan Konstruksi dan Jasa Konsultansi, man teman coba bantu saya siapa tahu nemu namun jika seandainya saya benar maka Peraturan Menteri PU ini tidak memiliki kekuatan hukum dan mengingat hal ini jelas diatur di Undang-Undang nomor 12 tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, pasal 8 ayat 1 & 2 berbunyi Peraturan Perundang-undangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diakui keberadaannya dan mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang diperintahkan oleh Peraturan Perundang-undangan yang lebih tinggi atau dibentuk berdasarkan kewenangan.  Apakah keluarnya PermenPU atas dasar kewenangannya? saya rasa tidak karena Pada Peraturan Presiden Nomor 106 Tahun 2007 tentang LKPP, Pasal 2, ayat (2) jelas disebutkan bahwa LKPP merupakan satu-satunya lembaga pemerintah yang mempunyai tugas mengembangkan dan merumuskan kebijakan pengadaan barang/jasa Pemerintah, PP 29/00 hanya menugaskan Menteri PUPR dalam menetapkan syarat-syarat pemilihan penyedia jasa terintegrasi. Apa mungkin kebijakan pengaturan kewenangan di internal Presiden terjadi tumpang tindih kewenangan?...mungkin akan kita bahas disesi khusus.Yang jelas KemenPU telah mengeluarkan PermenPU berikut ini:

  1. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 207 tahun 2005 tentang Pedoman Pengadaan Jasa Konstruksi Pemerintah Secara Elektronik
  2. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 07/PRT/M/2011 tentang Standar dan Pedoman Pengadaan Pekerjaan Konstruksi dan Jasa Konsultansi
  3. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 14/PRT/M/2013 tentang PERUBAHAN Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 07/PRT/M/2011 tentang Standar dan Pedoman Pengadaan Pekerjaan Konstruksi dan Jasa Konsultansi.
  4. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 07/PRT/M/2014 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 07/PRT/M/2011 tentang Standar dan Pedoman Pengadaan Pekerjaan Konstruksi dan Jasa Konsultansi.
Pada periode ini, Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) juga telah mengeluarkan Pedoman agar PBJ terhindar dari praktek persekongkolan maupun praktek lain yang dilarang dalam proses pemilihan penyedia. Adapun regulasi yang dikeluarkannya adalah sebagai berikut:
  1. Peraturan Komisi Pengawas Persaingan Usaha Nomor 2 Tahun 2010 Tentang Pedoman Pasal 22 Tentang Larangan Persekongkolan dalam Tender.
  2. Peraturan Komisi Pengawas Persaingan Usaha Nomor 3 Tahun 2010 Tentang Pedoman Pelaksanaan Ketentuan Pasal 51 UU No. 5 Tahun 1999 tentang Monopoli
  3. Peraturan Komisi Pengawas Persaingan Usaha Nomor 4 Tahun 2010 Tentang Pedoman Pelaksanaan Pasal 11 Tentang Kartel
  4. Peraturan Komisi Pengawas Persaingan Usaha Nomor 6 Tahun 2010 Tentang Pedoman Pelaksanaan Pasal 25 Tentang Penyalahgunaan Posisi Dominan
  5. Peraturan Komisi Pengawas Persaingan Usaha Nomor 7 Tahun 2010 Tentang Pedoman Pasal 50 huruf d Tentang Pengecualian terhadap Perjanjian dalam Rangka Keagenan
  6. Peraturan Komisi Pengawas Persaingan Usaha Nomor TENTANG PEDOMAN PASAL 5 (PENETAPAN HARGA) UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1999 TENTANG LARANGAN PRAKTEK MONOPOLI DAN PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT
  7. Peraturan Komisi Pengawas Persaingan Usaha Nomor  11 TAHUN 2011 TENTANG PEDOMAN PASAL 17 (PRAKTEK MONOPOLI) UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1999 TENTANG LARANGAN PRAKTEK MONOPOLI DAN PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT.

Selain itu terbit pula peraturan dari kementrian lain yang terkait PBJ yaitu antara lain:

  1. Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi nomor 77 tahun 2012 tentang Jabatan Fungsional Pengelola Pengadaan Barang/Jasa dan Angka Kreditnya
  2. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 190 tahun 2012 tentang Tata Cara Pembayaran dalam rangka Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara

KEBIJAKAN PENGADAAN PRESIDEN MEGAWATI SOEKARNOPUTRI


PRESIDEN MEGAWATI SOEKARNOPUTRI
Masa jabatan
23 Juli 2001 – 20 Oktober 2004

Pada tanggal 3 November 2003, Presiden mencabut Keputusan Presiden Nomor 18 Tahun 2000 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah dan Keputusan Presiden Nomor 16 Tahun 1994 tentang Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara, diganti dengan Keputusan Presiden Nomor 80 Tahun 2003 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa Publik.

Penggantian tersebut atas dasar pertimbangan bahwa agar pengadaan barang/jasa pemerintah yang dibiayai dengan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara/Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBN/APBD) dapat dilaksanakan dengan efektif dan efisien dengan prinsip persaingan sehat, transparan, terbuka, dan perlakuan yang adil bagi semua pihak, sehingga hasilnya dapat dipertanggungjawabkan baik dari segi fisik, keuangan maupun manfaatnya bagi kelancaran tugas Pemerintah dan pelayanan masyarakat, dipandang perlu menyempurnakan Keputusan Presiden Nomor 18 Tahun 2000 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa Instansi Pemerintah;

Tidak genap setahun, tanggal 5 Agustus 2004 kebijakan tersebut dirubah dengan Keputusan Presiden Nomor 61 Tahun 2004 tentang Perubahan Pertama Keppres 80 tahun 2003 tentang Pedoman Pelaksana Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah dengan pertimbangan utama:

  1. bahwa penyelesaian pekerjaan yang menjadi tugas pemerintah berkaitan dengan pengakhiran tugas dan pembubaran badan khusus yang dibentuk untuk penyehatan perbankan sebagaimana dimaksud dalam undang-undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana telah diubah dengan Undang- undang Nomor 10 Tahun 1998 harus diselesaikan dengan cepat;
  2. bahwa sehubungan dengan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan dalam upaya percepatan pengembalian kekayaan negara dan menunjang perbaikan kondisi ekonomi nasional, dipandang perlu segera menetapkan konsultan penilai melalui penunjukan langsung dengan tetap mengacu pada kaidah-kaidah yang berlaku dalam pedoman pelaksanaan pengadaan barang/jasa Pemerintah;

KEBIJAKAN PENGADAAN PRESIDEN ABDURRAHMAN WAHID

PRESIDEN ABDURRAHMAN WAHID
Masa jabatan
20 Oktober 1999 – 23 Juli 2001

Pedoman Pelaksanaan PBJ secara resmi dikeluarkan tanggal 21 Februari 2000 melalui Keputusan Presiden Nomor 18 Tahun 2000 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (Kepres 18/00).  PRESIDEN ABDURRAHMAN WAHID pada saat itu menimbang  bahwa agar pengadaan barang/jasa Instansi Pemerintah dapat dilaksanakan dengan efektif dan efisien dengan prinsip persaingan sehat, transparan, terbuka dan perlakuan yang adil dan layak bagi semua pihak, sehingga hasilnya dapat dipertanggungjawabkan baik dari segi fisik, keuangan maupun manfaatnya bagi kelancaran tugas Pemerintah dan pelayanan masyarakat, dipandang perlu menyempurnakan ketentuan sebagaimana pelaksanaan pengadaan barang/jasa Instansi Pemerintah dalam Keputusan Presiden Nomor 16 Tahun 1994 tentang Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara sebagaimana telah diubah, terakhir dengan Keputusan Presiden Nomor 6 Tahun 1999. 

Mengikuti semangat Reformasi, pada awalnya Kebijakan Perdana ini didasari sangat banyak pertimbangan yaitu:

  1. Pasal 4 Ayat (1) dan Pasal 23 Undang-undang Dasar 1945
  2. Indische Comptabiliteitswet (Staatsblad 1925 Nomor 448) sebagaimana telah diubah, terakhir dengan Undang-undang Nomor 9 Tahun 1968 tentang Perubahan Pasal 7 Indische Comptabiliteitswet.
  3. Undang-undang Nomor 9 Tahun 1995 tentang Usaha Kecil
  4. Undang-undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat
  5. Undang-undang Nomor 18 Tahun 1999 tentang Jasa Konstruksi
  6. Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah
  7. Undang-undang Nomor 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah
  8. Undang-undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggara Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme.

    Tak lama berselang, tepatnya tanggal 30 Mei 2000, Pemerintah mengeluarkan Peraturan Pemerintah nomor 29 Tahun 2000 tentang Penyelenggaraan Jasa Konstruksi (PP 29/00) yang isinya antara lain bahwa Petunjuk pelaksanaan pemilihan penyedia jasa dalam rangka pelaksanaan pekerjaan konstruksi yang pembiayaannya dibebankan pada anggaran Negara yang meliputi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara, Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah maupun dana bantuan luar negeri, ditetapkan dengan Keputusan Presiden dan untuk Syarat-syarat Pemilihan penyedia jasa terintegrasi ketentuannya dilaksanakan oleh Menteri yang bertanggung jawab dalam bidang konstruksi. 

KEBIJAKAN PENGADAAN : PRESIDEN B.J. HABIBIE

PRESIDEN  B.J. HABIBIE
Masa jabatan 
21 Mei 1998 – 20 Oktober 1999

Demokrasi dalam bidang ekonomi menghendaki adanya kesempatan yang sama bagi setiap warga negara untuk berpartisipasi di dalam proses produksi dan pemasaran barang dan atau jasa, dalam iklim usaha yang sehat, efektif, dan efisien sehingga dapat mendorong pertumbuhan ekonomi dan bekerjanya ekonomi pasar yang wajar. 

Setiap orang yang berusaha di Indonesia harus berada dalam situasi persaingan yang sehat dan wajar, sehingga tidak menimbulkan adanya pemusatan kekuatan ekonomi pada pelaku usaha tertentu, dengan tidak terlepas dari kesepakatan yang telah dilaksanakan oleh Negara Republik Indonesia terhadap perjanjian-perjanjian internasional. 

Atas usul inisiatif Dewan Perwakilan Rakyat untuk pertamakalinya kebijakan Tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat yaitu Undang-undang nomor 05 tahun 1999 (UU 05/99) yang diundangkan pertanggal 03 Maret 1999 sebagai cikal bakal keluarnya pedoman larangan persekongkolan dalam tender oleh KPPU. Khusus Jasa Konstruksi, tanggal 07 Mei 1999 telah pula dikeluarkan Undang-Undang nomor 18 tahun 1999 tentang Jasa Konstruksi (UU 18/99) sebagai cikal bakal keluarnya pedoman pemilihan penyedia jasa konstruksi oleh Kementrian Pekerjaan Umum. Kedua kebijakan tersebut dikeluarkan pada zaman PRESIDEN  B.J. HABIBIE. Disaat itu terbit pula Keputusan Presiden Nomor 75 tahun 1999 tentang Komisi Persaingan Usaha sebagai Komisi yang melaksanakan perintah UU 05/99 yaitu membentuk Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU).