Melihat banyaknya pihak yang terlibat dalam pembuatan Karya Arsitektur, maka siapakah yang berhak memiliki KI atas karya tersebut? apakah Owner/Pengguna Jasa Konstruksi, Perusahaan Konsultan atau Ahli Perorangan. Atas pertanyaan ini melalui wawancara langsung dengan Direktur Penyidikan dan Penyelesaian Sengketa Kementerian Hukum dan HAM Bapak Brigjen (pol) Anom Wibowo, S.I.K., M.Si., diruang kerjanya diperoleh jawaban bahwa dalam hal ini yang berhak memeperoleh pengakuan dan mendapat perlindungan hukum pertama sekali adalah pihak yang terlebih dahulu mencatatkan KI-nya di Negara meskipun siapa yang paling berhak apabila terjadi saling klaim haruslah diputuskan melalui serangkaian penyelidikan terutama terkait hubungan perdata berbagai pihak, disarankan agar sebelum melangkah ketahap yang lebih jauh sebaiknya Karya Arsitektur itu didaftarkan dahulu guna menghindari klaim mengklaim kemudian hari ataupun terkena sanksi Pidana KI yang pada akhirnya bisa menghambat proses Pengadaan Jasa konstruksi tersebut. Bagi pihak-pihak yang belakangan mengklaim bahwa pihaknyalah yang berhak memiliki KI tersebut dapat menempuh beberapa cara seperti Proses Penyelesaian Sengketa Alternatif Mediasi di DJKI, Pengajuan ke Komisi banding di DJKI maupun Persidangan di Pengadilan Negeri.
Media ini mengulas Kebijakan Pengadaan Indonesia & Dunia (UNCITRAL, WTO & European Union) serta Lembaga Pembiayaan Dunia (WB, ADB, IsDB). Pendekatannya melalui teori Kebijakan Publik terkait Peraturan Presiden nomor 16 tahun 2018 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (Perpres/16/2018 seperti pada gambar atas) sehingga menarik untuk dibaca para Investor Asing, Pengamat, Akademisi, Rantai Pasok, dan pastinya bagi Pelaku Pengadaan Indonesia.
Layanan Konsultasi.
Translate
SEKILAS PANDANG
CARI DI BLOG INI
18 Januari 2023
Kekayaan Intelektual di Dunia Konstruksi
Melihat banyaknya pihak yang terlibat dalam pembuatan Karya Arsitektur, maka siapakah yang berhak memiliki KI atas karya tersebut? apakah Owner/Pengguna Jasa Konstruksi, Perusahaan Konsultan atau Ahli Perorangan. Atas pertanyaan ini melalui wawancara langsung dengan Direktur Penyidikan dan Penyelesaian Sengketa Kementerian Hukum dan HAM Bapak Brigjen (pol) Anom Wibowo, S.I.K., M.Si., diruang kerjanya diperoleh jawaban bahwa dalam hal ini yang berhak memeperoleh pengakuan dan mendapat perlindungan hukum pertama sekali adalah pihak yang terlebih dahulu mencatatkan KI-nya di Negara meskipun siapa yang paling berhak apabila terjadi saling klaim haruslah diputuskan melalui serangkaian penyelidikan terutama terkait hubungan perdata berbagai pihak, disarankan agar sebelum melangkah ketahap yang lebih jauh sebaiknya Karya Arsitektur itu didaftarkan dahulu guna menghindari klaim mengklaim kemudian hari ataupun terkena sanksi Pidana KI yang pada akhirnya bisa menghambat proses Pengadaan Jasa konstruksi tersebut. Bagi pihak-pihak yang belakangan mengklaim bahwa pihaknyalah yang berhak memiliki KI tersebut dapat menempuh beberapa cara seperti Proses Penyelesaian Sengketa Alternatif Mediasi di DJKI, Pengajuan ke Komisi banding di DJKI maupun Persidangan di Pengadilan Negeri.
24 Juni 2022
Peranan teknologi e-Procurement dalam Pembangunan Ekonomi Kota Surabaya.
Bersama Pelopor Modernisasi PBJ di Indonesia |
Pertumbuhan ekonomi adalah kenaikan nilai dan jumlah produksi barang atau jasa dalam kurun waktu tertentu. Pertumbuhan ekonomi sebuah wilayah erat kaitannya dengan tingkat kesejahteraan rakyatnya. Untuk meningkatkan kesejahteraan maka produksi harus dirangsang, salah satu Instrumen yang digunakan negara adalah Procurement/pengadaan barang/jasa dan modal pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara/Daerah (APBN/D) yang selalu dilakukan setiap setahun sekali. Beberapa indikator dari adanya pertumbuhan ekonomi adalah naiknya pendapatan nasional, pendapatan perkapita, jumlah tenaga kerja yang lebih besar dari jumlah pengangguran, serta berkurangnya tingkat kemiskinan.
Pertumbuhan ekonomi dapat diukur secara nominal atau riil (disesuaikan dengan inflasi). Pertumbuhan ekonomi dilihat dan diukur dengan cara membandingkan komponen yang dapat mewakili keadaan ekonomi suatu wilayah masa kini dan periode sebelumnya. Komponen yang digunakan untuk mengukur pertumbuhan ekonomi suatu wilayah adalah angka Produk Domestik Regional Bruto (PDRB). Ekonomi suatu wilayah dapat dikatakan bertumbuh jika kegiatan ekonomi masyarakatnya berdampak langsung kepada kenaikan produksi barang dan jasanya.
Menurut Prof. M. Suparmoko, terdapat 4 faktor yang mempengaruhi pertumbuhan ekonomi, yaitu Penduduk dan Tenaga Kerja, Kapital, Sumber Daya Alam, dan terakhir Teknologi dan Wiraswasta. Penduduk dan tenaga Kerja adalah individu produktif yang berperan sebagai penggerak suatu organisasi, baik dalam perusahaan maupun institusi, karena manusialah yang kemudian akan mengendalikan faktor lainnya tersebut. Cepat lambatnya proses pembangunan tergantung kepada sejauh mana SDM selaku subjek pembangunan memiliki kompetensi yang memadai untuk melaksanakan proses pertumbuhan ekonomi. Kapital/modal sebagai proses penambahan stok modal fisik buatan manusia berupa peralatan, mesin dan bangunan. Modal dibutuhkan manusia untuk mengolah sumber daya alam dan meningkatkan kualitas IPTEK, modal berupa barang-barang sangat penting bagi perkembangan dan kelancaran pembangunan ekonomi karena juga dapat meningkatkan produktivitas. Sumber daya alam, yaitu sesuatu yang berasal dari alam, mencakup kesuburan tanah, letak dan susunannya, kekayaan alam, mineral, iklim, sumber air, hingga ke sumber kelautan. Bagi pertumbuhan ekonomi, ketersediaan sumber daya alam yang melimpah sangat baik dalam menunjang pembangunan. Perkembangan teknologi yang semakin pesat mendorong percepatan proses pembangunan. Pergantian pola kerja yang semula menggunakan tangan manusia digantikan oleh mesin-mesin canggih berdampak kepada aspek efisiensi, kualitas dan kuantitas.
Kota Surabaya merupakan salah satu kota metropolitan di Indonesia memiliki luas sekitar 326,37 km2. Sebagian besar wilayah Surabaya merupakan dataran rendah dengan ketinggian 3 – 6 meter di atas permukaan air laut, kecuali di sebelah Selatan dengan ketinggian 25 – 50 meter di atas permukaan air laut. Populasi penduduk Kota Surabaya sampai dengan bulan Juni 2005 mencapai 2.701.312 jiwa, dengan tingkat kepadatan 8.277 jiwa/km2. Secara administrasi pemerintahan kota Surabaya (Pemkot) dikepalai oleh Walikota yang juga membawahi koordinasi atas wilayah administrasi Kecamatan yang dikepalai oleh Camat. Jumlah Kecamatan yang ada di kota Surabaya sebanyak 31 Kecamatan dan jumlah Kelurahan sebanyak 163 Kelurahan dan terbagi lagi menjadi 1.363 RW (Rukun Warga) dan 8.909 RT (Rukun Tetangga). Secara topografi Kota Surabaya merupakan dataran rendah yaitu 80,72 % (25.919,04 Ha) dengan ketinggian antara -0,5 – 5m SHVP atau 3 – 8 m LWS, sedang sisanya merupakan daerah perbukitan yang terletak di Wilayah Surabaya Barat (12,77%) dan Surabaya Selatan (6,52%).
Penyelenggaraan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (PBJ) saat ini dilakukan secara elektronik/e-Procurement (e-Proc) menggunakan sistem informasi yang terdiri atas Sistem Pengadaan Secara Elektronik (SPSE) dan sistem pendukung, yang dikembangkan oleh Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP). Kementerian/Lembaga/Pemerintah Daerah (K/L/PD) menyelenggarakan fungsi layanan pengadaan secara elektronik yaitu suatu layanan pengelolaan Teknologi Informasi (TI) untuk memfasilitasi pelaksanaan PBJ secara elektronik. Secara Global, Perserikatan Bangsa-Bangsa dan World Trade Organization telah memperkenalkan TI Media Elektronik di dalam Sistem PBJ Dunia, namun Indonesia sendiri baru melibatkan media elektronik setelah dikeluarkannya Keputusan Presiden nomor 18 tahun 2000 itupun sebatas papan pengumuman pada media elektronik atas nama-nama paket yang ditenderkan.
Pada tahun 2002, Ibu Tri Rismaharini (akrab dipanggil Risma) yang saat itu menjabat sebagai Kepala Bagian Bina Pembangunan kota Surabaya dalam rangka menjalankan Keputusan Walikota Surabaya nomor 65 tahun 2001 tentang Rincian Tugas dan Fungsi Sekretariat Daerah Kota Surabaya, berhasil membuat dan mengembangkan e-Proc. PBJ di kota Surabaya saat itu telah memasuki era digital dimana sebelumnya dari pengumuman paket tender di media elektronik menjadi di website bahkan tahapan prosesnya up to date, dari pengambilan dokumen tender yang awalnya hard copy "berbayar" menjadi Softcopy gratis bahkan bisa didownload melalui internet, dari peserta yang memasukkan dokumen penawaran Hardcopy menjadi softcopy bahkan bisa diupload melalui web portal dari kantor/rumah/warnet. Modernisasi ini secara pasti telah mengatasi permasalahan Jarak, Waktu bahkan Biaya tender, penasaran bagaimana selengkapnya pelaksanaan e-Proc tersebut! silahkan baca Keputusan Walikota Surabaya nomor 50 tahun 2004 tentang Pedoman Pelaksanaan Proses Pemilihan Penyedia Barang/Jasa Pemerintah Daerah dengan Sistem e-Proc.
Dalam satu kesempatan sesi Focus Group Discussion (FGD) mini pada hari Jumat tanggal 17 Juni 2022, kami dapat berdiskusi langsung dengan narasumber yaitu Ibu Risma dan didampingi Bapak Robben Ricco dimana kedua orang ini merupakan pihak yang terlibat langsung penerapan TI di Pemkot, terungkap fakta-fakta sebagai berikut:
- Kondisi pengelolaan Kota Surabaya sebelum tahun 2000 sangatlah kacau sehingga berakibat buruknya kualitas Fasilitas maupun Pelayanan Publik, diperparah kondisi hampir 75% wilayahnya terkena banjir.
- Permasalahan pokok adalah rendahnya anggaran untuk membiayai pembangunan Infrastruktur maupun pendukung pelayanan Publik, belum lagi permasalahan Moral Hazard yang membuat anggaran belanja yang sangat sedikit menjadi semakin tidak efisien.
- Kondisi ini membuat beliau harus mencari solusi koordinasi Pembangunan yang bisa mengatasi kedua masalah diatas secara bersamaan. Untungnya berkat bantuan pakar IT yaitu Profesor Richardus Eko Indrajit lahirlah solusi pembuatan aplikasi e-Proc berbasis web pertama di Indonesia.
- Tantangan berikutnya dan paling berat adalah pada saat tahapan implementasi, bisa dibayangkan akibat tender manual dirubah e-Proc maka proses pemilihan menjadi transparan dan dapat diketahui masyarakat secara luas dan tentunya ini menjadi ancaman bagi orang-orang yang selama ini nyaman bermain di sistem yang manual, bahkan hambatan dari SDM internal unsur pemkot juga terjadi, sebagai wujud resistensi, bu Risma dan keluarga pernah mendapatkan ancaman nyawa.
- Hasil nyata dari tender yang transparan adalah terciptanya persaingan yang sehat dan memasuki sistem pasar sempurna yang dapat diikuti siapa dan dimana saja tentunya.
- Persaingan sehat memaksa para Penyedia (wiraswasta) menjadi kreatif menciptakan dan menawarkan metode kerja yang efisien. Pernah penawar untuk tender Pekerjaan Penimbunan lahan rendah dimenangkan dengan harga dibawah 75% dari Harga Perkiraan Sendiri (HPS), setelah diklarifikasi ternyata meskipun harga sangat murah namun karena penawar adalah Developer dan tanahnya bersumber dari lahan yang tanahnya berbukit yang akan dijadikan perumahan maka yang seharusnya penawar mengeluarkan ongkos tempat pembuangan tanah malah bisa dialokasikan dan dibeli oleh pemerintah. Sistim teknologi memotong rantai pasok tanah timbunan dari seharusnya melalui broker tanah menjadi langsung dari penjual tanah ke pembeli.
- Penerapan IT berefek terjadinya Efisiensi biaya Pagu disetiap paket lelang, akibatnya ada dana menganggur (sisa harga pagu terhadap harga penawaran) yang saat itu regulasinya membolehkan pemanfaatan kembali sepanjang masih di kode rekening dan tahun anggaran yang sama. Sistem PBJ yang cepat membuat proses pemilihan penyedia bisa berlangsung dengan cepat pula tanpa harus melewati tahun anggaran. Dalam hal ini Pemkot langsung belanja barang/jasa dan modal untuk membangun jalan dan memperbaiki saluran agar tidak banjir. Pembangunan infrastruktur kota bisa dipercepat tanpa menunggu tahun anggaran berikutnya. Pak Robben juga menjelaskan bagaimana strategi saat itu agar pemanfaatan hasil efisiensi tender bisa segera digunakan kembali untuk belanja berikutnya dalam tahun anggaran yang sama, pemkot melakukan tender dini yaitu dibulan Oktober sebelum tahun anggaran berjalan, gak perlu menunggu pengesahan APBD tentunya setelah ada pernyataan tidak keberatan dari penyedia apabila anggaran tidak disetujui.
- Terjadi multiplier effect, akibat infrastruktur jalan dan saluran dapat dengan cepat diadakan/diperbaiki, maka akses yang bebas banjir lekas dibangun dan tak lama setelah itu di sepanjang lokasi tersebut bertumbuh pusat-pusat bisnis baru dan effect selanjutnya harga tanah mahal, nilai jual objek pajak pun naik dan kesemuanya menambah pemasukan daerah. Sebagai contoh adalah lokasi di jalan Mayjen. Sungkono, saat ini telah berdiri Ciputra World Surabaya dan Rumah sakit Mayapada.
- Kesuksesan Penerapan teknologi pada e-Proc ternyata menjadi raw model penerapan e-Government terintegrasi yang menghubungkan e-Budgeting, e-Musrenbang, e-Audit, e-Performance dan lainnya.
Foto : Kegiatan FGD dikantor Kementerian Sosial
Data primer hasil FGD tersebut telah kami uji dengan pertama sekali mengetahui kondisi yang terjadi diera sebelum diterapkannya teknologi e-Proc di Surabaya. Menurut penelitian Hayati Hehamahua yang berjudul Analisis APBD Kota Surabaya Suatu Kajian Kemandirian Dan Efektivitas Keuangan Daerah, yang dimuat pada Jurnal Media Trend Vol. 9 No. 1 edisi Maret 2014, bahwa Kondisi keuangan Pemkot saat itu berdasarkan Perkembangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Kota Surabaya Tahun Anggaran 2000 – 2002 (dalam Juta Rupiah) adalah sebagai berikut :
Hayati Hehamahua menyimpulkan bahwa kondisi sebagian besar pendapatan Pemkot masih diperuntukkan bagi pengeluaran rutin (75,46%), belanja pembangunan maupun untuk pelayanan kepada masyarakat hanya memperoleh bagian yang relatif kecil (14,54%). Ada kesan seolah-olah APBD hanya untuk membiayai gaji/honor, dan perjalanan dinas pegawai Kota Surabaya. Hasil FGD yang menyebutkan kondisi keuangan pemkot yang serba kekurangan sebelum penerapan teknologi e-proc (tahun 2000 s/d 2001) sejalan dengan hasil penelitian.
Dalam hal kebaruan teknologi, kami juga telah menguji dengan meneliti periodisasi kebijakan Pemanfaatan TI pada K/L/PD diseluruh Indonesia. Hasil pencarian menunjukkan bahwa Kementerian Pekerjaan Umum (KemenPU) baru menerapkan e-Proc di tahun 2005 itupun terbatas hanya untuk PBJ Konstruksi saja. Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) dibawah Pusat Pengembangan Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Publik yang dikepalai Bapak Agus Rahardjo baru menerapkan e-Proc pada tahun 2006, hingga akhirnya pada tahun 2007, Presiden resmi menunjuk LKPP sebagai satu-satunya institusi pengembang e-Proc dan hasil pengembangan SPSE-nya diterapkan secara Nasional pada seluruh K/L/PD dimulai pada tahun 2010. Penerapan Teknologi e-Proc di Pemkot 3 tahun lebih awal dari KemenPU, ini menjadi klaim kebaruan penerapan teknologi elektronik di sistim PBJ Indonesia.
Dalam hal apakah benar terjadi pertumbuhan ekonomi di Kota Surabaya, maka salah satu komponen yang kami pilih untuk mengujinya adalah angka Produk Domestik Regional Bruto (PDRB). Secara lengkap gambaran tentang PDRB dan nilai PDRB perkapita di Kota Surabaya selama tiga periode (2002-2004) dapat dilihat pada Tabel berikut:
Penggunaan teknologi e-Proc pada tahun 2002 terbukti secara significant meningkatkan PDRB perkapita masyarakat Surabaya menjadi naik sebesar 5 juta rupiah di tahun 2004. Besaran nilai PDRB ini secara nyata mampu memberikan gambaran mengenai nilai tambah bruto yang dihasilkan unit-unit produksi pada suatu daerah dalam periode tertentu. Lebih jauh, perkembangan besaran nilai PDRB merupakan salah satu indikator yang dapat dijadikan ukuran untuk menilai keberhasilan pembangunan suatu daerah, atau dengan kata lain pertumbuhan ekonomi suatu daerah dapat tercermin melalui pertumbuhan nilai PDRB. Meskipun dalam tulisan ini kami hanya membahas komponen PDRB, namun berdasarkan komponen lain seperti angka Inflasi yang bisa dilihat pada dokumen Rencana Pembangunan Jangka Menengah kota Surabaya 2005, juga menunjukan benar telah terjadi pertumbuhan ekonomi.
Keberhasilan pembangunan ekonomi Kota Surabaya dapat juga diukur secara kualitatif dari berbagai prestasi yang relevan yang diterima oleh Kota Surabaya maupun tokoh Sentral yang berperan didalamnya. Secara personal, Ibu Risma yang semula Kepala Bagian Bina Pembangunan (2002) dan mempelopori e-Proc diangkat menjadi Kepala Bagian Penelitian dan Pengembangan (2005), Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Kota Surabaya (2008), Kepala Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kota Surabaya (2010), Wali Kota Surabaya (2010—2015 ; 2016—2020) hingga akhirnya menjadi Menteri Sosial RI (2020—sekarang). Secara institusi, kota Surabaya juga diberi penghargaan e-Proc dari LKPP pada tanggal 20 November 2013 karena Kota Surabaya adalah pelopor penerapan sistem lelang elektronik di tahun 2002. Penggunaan TI pada sistim Pemkot seperti e-Government, e-Budgeting, e-Proc, e-Musrenbang, e-Audit, e-Performance, dan berbagai sistem penunjang secara terintegrasi lainnya banyak diadopsi oleh K/L/PD lain seperti LKPP dan Komisi Pemberantasan Korupsi.
Pertumbuhan Pembangunan Ekonomi wilayah Surabaya melalui penerapan teknologi sangat sesuai dengan teori ilmu ekonomi yaitu ilmu yang mempelajari segala tingkah laku dan aktivitas manusia untuk mendapatkan sesuatu dengan sumber daya yang terbatas. Berawal dari terbatasnya alokasi Anggaran untuk pembangunan Kota Surabaya, diciptakanlah teknologi e-Proc untuk mengatasi sifat Moral Hazard birokrasi yang merupakan SDM pengelola PBJ. Teknologi tersebut terbukti menghasilkan efisiensi anggaran sehingga tercapai Nilai Value for Money secara maksimal dan output selanjutnya adalah ketersediaan infrastruktur seperti jalan dan saluran. Teknologi e-Proc juga meningkatkan kualitas dari PBJ, hanya penyedia yang benar-benar menguasai metode pekerjaan yang berani menawarkan harga ketat tanpa mengurangi kualitas. Kompetisi memaksa efisiensi produksi dengan cara penggunaan SDM tepat jumlah dan tepat guna, peralatan yang masih kondisi Prima dan material yang memangkas rantai pasok ataupun hal-hal yang tidak perlu yang menyebabkan pemborosan dan pembengkakan biaya produksi termasuk melayani pungli. Teknologi e-Proc juga terbukti meningkatkan kuantitas frekuensi tender, monitoring waktu tender dapat diamati bersama dan mampu mengidentifikasi dini potensi keterlambatan. Dengan bantuan sistem, SDM pengelola PBJ menjadi berubah dari Hardworker menjadi smartworker. Hampir semua kegiatan bisa dilakukan melalui aplikasi, pertemuan fisik hanya untuk bagian-bagian yang tidak dapat digantikan teknologi saja seperti klarifikasi alat dan penandatangan kontrak.
Sebagai outcomenya dari teknologi e-Proc adalah terciptanya bisnis dan investasi di suatu wilayah yang berdampak multiplier effect berkelanjutan termasuk bertambahnya Pendapatan Asli Daerah, terbelinya produksi barang/jasa para wiraswasta hingga akhirnya menaikkan PDRB masyarakat Kota Surabaya. Dengan meningkatnya parameter PDRB perkapita tersebut dapat menjadi indikasi bahwa Pertumbuhan Perkembangan Ekonomi Surabaya saat itu telah berhasil.
Daftar Referensi:
- Hayati Hehamahua, Analisis APBD Kota Surabaya Suatu Kajian Kemandirian Dan Efektivitas Keuangan Daerah, Jurnal Media Trend Vol. 9 No. 1 Maret 2014.
- Irawan dan Suparmoko. 2002. Ekonomika Pembangunan. Yogyakarta:BPTE Yogyakarta.
- Keputusan Walikota Surabaya nomor 65 tahun 2001 tentang Rincian Tugas dan Fungsi Sekretariat Daerah Kota Surabaya.
- Keputusan Walikota Surabaya nomor 50 tahun 2004 tentang Pedoman Pelaksanaan Proses Pemilihan Penyedia Barang/Jasa Pemerintah Daerah dengan Sistem e-Procurement.
- Rencana Pembangunan Jangka Menengah kota Surabaya 2002-2004, link : https://www.surabaya.go.id/uploads/attachments/profilpemerintah/rpjm/Bab2.pdf.
- Wikipedia, link : https://id.wikipedia.org/wiki/Tri_Rismaharini.
Seluruh atau sebagian dari artikel ini sangat memungkinkan menjadi bagian dari Makalah ataupun Disertasi saya terkait Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah, mohon mengkomunikasikan apabila hendak dipakai di forum resmi demi menghindari Praktek Plagiatisme. Terimakasih