Media ini mengulas Kebijakan Pengadaan Indonesia & Dunia (UNCITRAL, WTO & European Union) serta Lembaga Pembiayaan Dunia (WB, ADB, IsDB). Pendekatannya melalui teori Kebijakan Publik terkait Peraturan Presiden nomor 16 tahun 2018 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (Perpres/16/2018 seperti pada gambar atas) sehingga menarik untuk dibaca para Investor Asing, Pengamat, Akademisi, Rantai Pasok, dan pastinya bagi Pelaku Pengadaan Indonesia.
Layanan Konsultasi.
Kami dapat memberikan JASA Nasehat Kebijakan terhadap Kepatuhan terhadap Peraturan Perundang-undangan; Pengadaan Barang/Jasa Konstruksi (Perencanaan - Persiapan - Pelaksanaan - Kontrak); dan Pemenangan Tender. Kami juga membantu membuat Kebijakan Perusahaan (Dokumen Tender & Peraturan Direksi terkait Pengadaan). Hubungi bonatua.766hi@gmail.com
Tidak terasa hari ini ulangtahunnyaPeraturan Komisi Informasi nomor 01 tahun 2021 tentang Standard Layanan Informasi Publik(PerKI 01/21) yang telah diundangkan per tanggal 30 Juni 2021. Seharusnya regulasi yang merupakan pelaksanaan Undang-Undang nomor 14 tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (UU 14/08) ini cukup ditakuti dan hormati serta memberikan kepastian hukum mengingat ini adalah hierarki tertinggi dibawah Undang-Undang Dasar 1945. Semoga Komisi Informasi sebagai salah satu lembaga pelaksana UU 14/08 memberikan evaluasi resmi yang bisa dijadikan acuan pertanggungjawaban terhadap rakyat.
Dalam Siklus Analisis untuk Kebijakan Publik, terdapat tahapan Problem structuring, forecasting,Prescription, Monitoring dan Evaluation. Dalam kasus PerKI 01/21, tahapan yang dijalani saat ini adalah Implementasi dimana jika kita hendak mengukur pelaksanaanya maka harus menggunakan Analisis Monev (Monitoring dan Evaluasi), Analisis ini juga diperlukan untuk melihat apakah ada kepastian Hukum dan mengukur response para stakeholder dilapangan. Dalam hal PerKI 01/21 khususnya terkait Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (PBJ) maka stakeholder yang dimaksud adalah Pejabat Pengelola Informasi & Dokumen (PPID) beserta atasan PPID yaitu pimpinan tertinggi Badan Publik (BP) dari Kementrian/Lembaga/Pemerintahan Daerah (K/L/PD) dan Badan Usaha Milik Negara (BUMN).
Apa saja yang perlu di Monev, dalam konteks PBJ menurut saya cukup satu saja yaitu sudahkah BP mengumumkan secara berkala segala informasi yang dimaksud pada pasal 15 ayat (9) PerKI 01/21? sebelum saya terangkan lebih lanjut mohon dibaca artikel berikut: Sah...Dokumen PBJ ini sudah tidak RAHASIA lagi.
PerKI 01/21 jelas menyebutkan bahwa Informasi terkait PBJ tergolong Informasi Berkala, Undang-Undang nomor 14 tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (UU 14/08) menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan “berkala” adalah secara rutin, teratur, dan
dalam jangka waktu tertentu. UU 14/08 juga menyebutkan bahwa BP wajib memberikan dan menyampaikan Informasi tersebut paling
singkat 6 (enam) bulan sekali.
Informasi yang dimaksud paling sedikit terdiri atas:
tahap perencanaan, meliputi dokumen Rencana Umum Pengadaan (RUP).
tahap pemilihan, meliputi:
Kerangka Acuan Kerja (KAK)
Harga Perkiraan Sendiri (HPS) serta Riwayat HPS;
Spesifikasi Teknis (ST)
Rancangan Kontrak (RK)
Dokumen Persyaratan Penyedia atau Lembar Data Kualifikasi (LDK)
Dokumen Persyaratan Proses Pemilihan atau Lembar Data Pemilihan (LDP)
Daftar Kuantitas dan Harga (DKH)
Jadwal pelaksanaan dan data lokasi pekerjaan;
Gambar Rancangan Pekerjaan (GRP)
Dokumen Studi Kelayakan dan Dokumen Lingkungan Hidup, termasuk
Analisis Mengenai Dampak Lingkungan;
Dokumen Penawaran Administratif;
Surat Penawaran Penyedia
Sertifikat atau Lisensi yang masih berlaku dari Direktorat Jenderal
Kekayaan Intelektual Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia;
Berita Acara Pemberian Penjelasan (BAPP)
Berita Acara Pengumuman Negosiasi (BAPN)
Berita Acara Sanggah dan Sanggah Banding
Berita Acara Penetapan atau Pengumuman
Laporan Hasil Pemilihan Penyedia;
Surat Penunjukan Penyedia Barang/Jasa (SPPBJ)
Surat Perjanjian Kemitraan
Surat Perjanjian Swakelola
Surat Penugasan atau Surat Pembentukan Tim Swakelola;
Nota Kesepahaman atau Memorandum of Understanding.
c. tahap pelaksanaan, meliputi:
Dokumen Kontrak yang telah ditandatangani beserta Perubahan Kontrak yang tidak mengandung informasi yang dikecualikan;
Ringkasan Kontrak yang sekurang-kurangnya mencantumkan informasi mengenai para pihak yang bertandatangan, nama direktur dan pemilik usaha, alamat penyedia, nomor pokok wajib pajak, nilai kontrak, rincian pekerjaan, spesifikasi pekerjaan, lokasi pekerjaan, waktu pekerjaan, sumber dana, jenis kontrak, serta ringkasan perubahan kontrak.
Surat Perintah Mulai Kerja;
Surat Jaminan Pelaksanaan;
Surat Jaminan Uang Muka;
Surat Jaminan Pemeliharaan;
Surat Tagihan;
Surat Pesanan E-purchasing;
Surat Perintah Membayar;
Surat Perintah Pencairan Dana;
Laporan Pelaksanaan Pekerjaan;
Laporan Penyelesaian Pekerjaan;
Berita Acara Pemeriksaan Hasil Pekerjaan;
Berita Acara Serah Terima Sementara atau Provisional Hand Over;
Berita Acara Serah Terima atau Final Hand Over.
Apakah Dokumen tersebut telah tersedia secara otomatis di PPID masing-masing BP? Hasil Monitoring saya secara terbatas menyatakan "tidak", karena saya belum menemukan adanya Portal PPID yang secara otomatis menayangkan Informasi tersebut, dari 54 jenis Informasi yang mestinya dibuka secara berkala hanya 13 jenis informasi yang dibuka setiap saat itupun melalui Portal LPSE (block warna Hijau diatas), 9 jenis informasi (Block merah huruf putih diatas) hanya terbuka bagi peserta yang mendaftar di tender metode Pascakualifikasi, namun jika Metodenya Prakualifikasi maka dokumen KAK, ST, RK, LDP, DKH dan BRP hanya terbuka bagi peserta yang lolos evaluasi kualifikasi, dan sisanya 33 jenis Informasi masih misteri sulap yang hanya tukang sulap, penyelenggara dan pengawas acara yang tahu.
Hasil monitoring tersebut tentunya menjadi bahan Evaluasi kita bersama bagaimana sesungguhnya Implementasi PerKI 01/21. Dapat disimpulkan bahwa banyak BP menafsirkan sepihak Informasi yang ditayangkan di LPSE adalah sudah cukup dalam konteks kekuasaan pemerintah yang menguasai data, mungkin banyak yang lupa bahwa Informasi Publik diatur oleh Undang-undang yang mendapat persetujuan bersama antara Rakyat (melalui DPR) dan Pemerintah sehingga semua orang/badan harus tunduk termasuk pemerintah itu sendiri. Perlu juga diingat bahwa UU 14/08 memuat aturan sanksi termasuk sanksi pidana bagi Masyarakat/BP yang melakukan pelanggaran.
Informasi adalah Hak Asasi Manusia (HAM) dan Kebebasan Informasi adalah cerminan Demokrasi, memang UU 14/08 masih memberi celah upaya bagi masyarakat untuk memaksa meminta Informasi Berkala tersebut yaitu dengan jalan meminta ke PPID, jika tidak diberi masyarakat bisa mengajukan sengketa Informasi ke Komisi Informasi di wilayah BP bernaung. Jika masih tidak dikabulkan bisa mengajukan keberatan melalui Peradilan Tata Usaha Negara (PTUN) hingga Mahkamah Agung bahkan Peninjauan Kembali. Semua tahapan itu butuh Waktu, Tenaga dan Biaya bagi kedua belah pihak baik Pemohon (masyarakat) dan termohon (atasan PPID). Apakah ini cerminan Demokrasi di Indonesia?
Kabar gembira bagi Masyarakat Penggiat Informasi khususnya terkait PBJ, telah dikeluarkan
Peraturan Komisi Informasi nomor 01 tahun 2021 tentang Standard Layanan Informasi Publik
(PerKI 01/21) yang telah diundangkan dan berlaku sejak tanggal 30 Juni 2021. Dengan
berlakunya perKI 01/21 maka serta merta mencabut Peraturan Komisi Informasi nomor
01 tahun 2010 tentang Standard Layanan Informasi Publik dan Peraturan Komisi Informasi
nomor 01 tahun 2017 tentang Pengklasifikasian Informasi Publik.
Pada aturan tersebut, terkhusus terkait PBJ diatur pada pasal 15 ayat (9) yang berbunyi:
Informasi pengadaan barang dan jasa Pemerintah sebagaimana dimaksud dalam Pasal
14 ayat (2) huruf i paling sedikit terdiri atas:
tahap perencanaan, meliputi dokumen Rencana Umum Pengadaan (RUP).
tahap pemilihan, meliputi:
Kerangka Acuan Kerja (KAK);
Harga Perkiraan Sendiri (HPS) serta Riwayat HPS;
Spesifikasi Teknis;
Rancangan Kontrak;
Dokumen Persyaratan Penyedia atau Lembar Data Kualifikasi;
Dokumen Persyaratan Proses Pemilihan atau Lembar Data Pemilihan;
Daftar Kuantitas dan Harga;
Jadwal pelaksanaan dan data lokasi pekerjaan;
Gambar Rancangan Pekerjaan;
Dokumen Studi Kelayakan dan Dokumen Lingkungan Hidup, termasuk
Analisis Mengenai Dampak Lingkungan;
Dokumen Penawaran Administratif;
Surat Penawaran Penyedia;
Sertifikat atau Lisensi yang masih berlaku dari Direktorat Jenderal
Kekayaan Intelektual Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia;
Berita Acara Pemberian Penjelasan;
Berita Acara Pengumuman Negosiasi;
Berita Acara Sanggah dan Sanggah Banding;
Berita Acara Penetapan atau Pengumuman
Laporan Hasil Pemilihan Penyedia;
Surat Penunjukan Penyedia Barang/Jasa (SPPBJ);
Surat Perjanjian Kemitraan;
Surat Perjanjian Swakelola
Surat Penugasan atau Surat Pembentukan Tim Swakelola;
Nota Kesepahaman atau Memorandum of Understanding.
c. tahap pelaksanaan, meliputi:
Dokumen Kontrak yang telah ditandatangani beserta Perubahan Kontrak
yang tidak mengandung informasi yang dikecualikan;
Ringkasan Kontrak yang sekurang-kurangnya mencantumkan informasi
mengenai para pihak yang bertandatangan, nama direktur dan pemilik usaha, alamat penyedia, nomor pokok wajib pajak, nilai kontrak, rincian
pekerjaan, spesifikasi pekerjaan, lokasi pekerjaan, waktu pekerjaan,
sumber dana, jenis kontrak, serta ringkasan perubahan kontrak.
Surat Perintah Mulai Kerja;
Surat Jaminan Pelaksanaan;
Surat Jaminan Uang Muka;
Surat Jaminan Pemeliharaan;
Surat Tagihan;
Surat Pesanan E-purchasing;
Surat Perintah Membayar;
Surat Perintah Pencairan Dana;
Laporan Pelaksanaan Pekerjaan;
Laporan Penyelesaian Pekerjaan;
Berita Acara Pemeriksaan Hasil Pekerjaan;
Berita Acara Serah Terima Sementara atau Provisional Hand Over;
Berita Acara Serah Terima atau Final Hand Over.
Dalam peraturan baru ini ditegaskan bahwa Informasi tentang pengadaan barang dan
jasa adalah tergolong Informasi Publik yang wajib dibuka, disediakan dan
diumumkan secara berkala oleh setiap Badan Publik.
Berdasarkan Undang-Undang nomor 14 tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi
Publik (UU 14/08) bahwa yang dimaksud dengan Badan Publik adalah lembaga
eksekutif, legislatif, yudikatif, dan badan lain yang fungsi dan tugas pokoknya berkaitan
dengan penyelenggaraan negara, yang sebagian atau seluruh dananya bersumber dari
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dan/atau Anggaran Pendapatan dan Belanja
Daerah, atau organisasi nonpemerintah sepanjang sebagian atau seluruh dananya
bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dan/atau Anggaran.Masih
berdasrakan UU 14/08, bahwa yang dimaksud dengan “berkala” adalah secara rutin,
teratur, dan dalam jangka waktu tertentu. Kewajiban tersebut diberikan dan disampaikan
paling singkat 6 (enam) bulan sekali.
Apa yang terjadi jika Badan Publik tidak melakukannya ? masih menurut UU 14/08 maka
setiap Pemohon Informasi Publik dapat mengajukan keberatan secara tertulis kepada atasan
Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi dan apabila Badan Publik tersebut yang
dengan sengaja tidak menyediakan, tidak memberikan, dan/atau tidak menerbitkan
Informasi Publik tersebut, dan mengakibatkan kerugian bagi orang lain dikenakan pidana
kurungan paling lama 1 (satu) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp. 5.000.000,00
(lima juta rupiah).
Kembali ke PerKI 01/21 khususnya terkait PBJ, menurut para pembaca point manakah
yang merupakan terobosan besar dalam kebebasan Informasi yang mencerminkan tingkat
Demokrasi di Indonesia? jawabannya akan kita kaji satu persatu pada artikel
berikutnya...mohon sabar menunggu.
Semalam, sportifitas sebuah kompetisi terselamatkan, harga diri ajang sepak bola sekelas Benua Biru EURO 2020 antara timnas Itali-vs-Austria (27 Juni 2021) terlindungi oleh Video Assistan Referee (VAR), pasalnya kecurangan yang berbuah GOLL oleh pemain Austria dibongkar oleh VAR, bagaimana salah satu pemain menyusup dengan melanggar aturan OFFSIDE dibukakan ke publik sehingga Gollnya dibatalkan wasit. Bagaimana peristiwa itu sesungguhnya terjadi bisa disaksikan pada video berikut ini pada menit 06:00.
Lantas apa hubungannya dengan PBJ?
Pada siklus tahunan APBN/APBD, perencanaan belanja PBJ yang disetujui DPR/DPRD (RKA-K/L/Pemda) akan lanjut ke proses sesuai ketentuan PS 16/18 yaitu tahapan persiapan pengadaan; persiapan pemilihan; pelaksanaan pemilihan; pelaksanaan kontrak hingga akhirnya Serah terima PBJ. Dari keseluruhan tahapan ini maka yang paling menjadi pusat perhatian adalah proses pelaksanaan pemilihan penyedia, bagaimana tidak, ini adalah proses kunci hasil monitoring para oknum penyedia terdepan, eksekutif dan legislator yang dilakukan sebelum RKA-K/L/Pemda ditetapkan. Paket-paket itu nantinya akan seperti Bola yang digiring sampai terjadi GOLL dan Penyedia terdepan keluar sebagai pemenang.
Proses penggiringan bola biasanya mempersiapkan berbagai skenario kecurangan, berbagai cara disusun pada proses persiapan termasuk mengeluarkan jurus dan kunci andalan demi memastikan pada saat pelaksanaan pemilihan terjadi goll yang diharapkan. Jika di breakdown, proses pelaksanaan pemilihan metode tender pascakualifikasi secara garis besarnya dimulai dari tahapan pengumuman; penjelasan; upload penawaran; evaluasi; penetapan pemenang; sanggah; SPPBJ dan terakhir tahap penyelesaian Kontrak. Dari keseluruhan tahapan ini maka yang paling krusial adalah tahapan Evaluasi, tahapan ini ibarat satu atau dua langkah sebelum bola memasuki gawang lawan. Sangking krusial-nya, skenario kecurangan wajib dijalankan demi memastikan penggiringan sesuai keinginan para pemonitor....tak ada cerita, harus GOLLLLLL.
Anti kecurangan yang paling efektif pada kompetisi penggiringan bola saat ini adalah VAR, dimana rekaman dibukakan dan diputar ulang secara detil untuk membuktikan apakah proses terjadinya Goll tersebut benar-benar sah. Bukan hanya pemain, wasit, juri, hakim maupun penonton dilapangan namun masyarakat-pun diluar arenapun bisa melihat kualitas evaluasi penetapan Goll tersebut.
VAR-nya PBJ dimana?
Proses Penetapan pemenang adalah peristiwa Goll-nya sebuah bola, VAR-nya adalah pembukaan Rekamanan Elektronik Dokumen Penawaran yang telah diupload Pemenang melalui aplikasi SPSE. Rekaman ini dipakai pokja sebagai bahan dasar melakukan evaluasi, tidak bisa ditambah kurang karena segala aktivitas tercatat di LOG SERVER dan dijamin oleh Undang-undang ITE.
Kondisi Evaluasi Pemilihan Penyedia PBJ saat ini bagaimana?
Harus kita akui prinsip transparansi telah diterapkan diseluruh proses/tahapan Pelaksanaan Pemilihan PBJ kecuali pada Tahapan Evaluasi pemilihan penyedia. Rusak Susu sebelanga hanya karena Nila setitik, implementasi transparansi PBJ tercemar hanya karena satu proses yang tidak transparan sehingga mengakibatkan Proses evaluasi pemilihan saat ini lebih mirip SULAP, tiba-tiba keluar Pemenang yang merupakan suatu hasil akhir dari kompetisi. Tak ada yang tahu kebenaran evaluasi tersebut kecuali POKJA selaku pendownload dokumen penawaran dan LPSE selaku pemilik server tempat rekaman upload penawaran peserta dikirimkan ataupun para Auditor yang memliki akses ke LPSE.
Para peserta hanya mendapat Berita Acara (BA) yang berisikan nilai raport masing-masing bahkan kadang BA hanya diperlihatkan saja pada halaman LPSE kegiatan paket berlangsung. Isinya adalah suatu Kesimpulan akhir serangkaian prosedur evaluasi yang telah dilakukan evaluator yang pada umumnya mempertunjukkan kekurangan "Looser" atau bahasa kerennya "dikuliti" namun tidak dibarengi pembuktian bahwa dokumen si "Winner" benar-benar sempurna, tidak seperti peserta lainnya yang memiliki kekurangan ataupun kesalahan yang menggugurkan penawaran. Kelompok kerja biasanya berlindung dibalik ULP, dan ULP yang bernaung pada UKPBJ merasa tidak memiliki hak membukakan rekaman tersebut, UKPBJ juga beralasan bahwa terkait Informasi, peserta harus memintanya ke Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi (PPID). Rekaman ini adalah barang mahal, sangat dilindung mengingat isinya besar kemungkinan merekam kecurangan-kecurangan setidaknya asumsi ini berdasarkan hasil pembuktikan pada persidangan kasus OTT KPK ataupun persidangan KPPU.
Upaya yang dilakukan bagaimana?
Pelaksanaan Prinsip Transparansi PBJ yang dimaksudkan pasal 6 PS 16/18 serasa menyempit, boleh terbuka seluas-luasnya asal jangan bukti rekaman berisi Informasi yang dievaluasi. Berharap adanya keterbukaan Informasi pada sistem PBJ adalah kesia-siaan meskipun saat ini telah terbit PerLKPP 12/21, diperparah lagi bahwa ternyata upaya meminta rekaman tersebut diluar sistim PBJ jauh lebih rumit lagi, selain butuh waktu sangat lama juga menghabiskan biaya terbilang lumayan. Faktanya, Upaya meminta ke PPID Pemerintah Provinsi DKI Jakarta makan waktu 71 hari, upaya sidang Ajudikasi non Litigasi di Komisi Informasi Provinsi DKI Jakarta makan waktu 220 hari dan terakhir upaya PTUN Provinsi DKI Jakarta makan waktu 92 hari dan semua institusi tersebut sepakat menolaknya. Total waktu yang saya habiskan untuk memperjuangkan keterbukaan Informasi memakan waktu setahun lebih tepatnya 12,7 bulan dan oleh karena itu untuk aksi #savePBJ pada upaya ini cukup sampai disini saja.
Saya tidak kecewa, hasil studiku setidaknya membuktikan bahwa prosedur dan persidangan yang saya jalani dan yakin bisa menyelamatkan PBJ dari praktek-praktek kecurangan ternyata butuh Komitmen Besar dari Negara, bukan hanya dari Pemerintah, Pelaku PBJ, KPK, Komisi Informasi, Hakim atau bahkan seorang teoritis seperti saya. Semoga kedepannya makin banyak pegiat PBJ maupun pegiat Hak Informasi tertarik melanjutkan upaya saya tentunya dengan belajar dari kesalahan penyusunan permohonan yang saya jalani, beberpa orang sudah ada yang tertarik dan untuk itu akan saya dukung penuh.
Dalam pandangan saya, setidaknya telah berusaha menunjukkan kepada para stakeholder negara ini bahwa keterbukaan Rekaman Pemenang mampu menghemat waktu dan biaya proses pemilihan, menguragi keterlibatan para penggiring paket, meringankan kerja APIP/D dan Auditor, serta mencegah masuknya oknum APH main proyek. Tentunya harapan terbesar dan terpenting kita mampu menutup kebocoran anggaran PBJ yang ditaksir sebesar 10% setiap tahunnya. Perhitungan saya, kita bisa menghemat sekitar 100 Triliun pertahun dari APBN/APBD yang biaya PBJ-nya bisa sampai 1.000 T. Ini bisa melunasi hutang negara bahkan serasa air setitik ditengah kekeringan akibat pandemi yang membuat cashflow negara berkontraksi hebat.
Harapannya bahwa dengan membukakan rekaman dokumen penyedia, kemenangan yang diperoleh melalui proses kecurangan bisa dibatalkan. Akibatnya celah kesempatan berbuat curang tertutup. Jika tidak ada jaminan penggiringan paket akan berhasil maka Penyedia Terdepan pasti berhenti menggiring dan tidak ikut-ikut membuat jurus kuncian dalam persyaratan tender. Tidak ada juga oknum-oknum yang menjadikan kecurangan sebagai bahan perasan yang ujungnya minta paket juga. Saya rasa Value For Money pasti bukanlah angan-angan semata.
Masih terkait Aksi PBJ, dalam rangka Peduli, Pahami dan awasi pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara, khususnya dalam Pengadaan Barang/Jasa di NKRI yang
ditaksir 1.000 T/tahun maka Transparansi dan Keterbukaan Informasi terkait Evaluasi Tender
adalah cara paling efektif sebagai upaya preventif tindakan penyelewengan#UangKita2021. Fakta bahwa segala penggiringan belanja barang/jasa yang
dimulai sejak perencanaan akan sangat ditentukan pada proses penetapan pemenang tender.
Sebagai aktivis yang konsisten dalam pembenahan sistem PBJ jalur konstitusi khususnya
perjuangan Prinsip "Transparansi dan Terbuka" (Pasal 6, PS 16/2018), aksi saya kini masuk pada
tahapan Sidang ketiga pada PTUN Provinsi DKI Jakarta. Pada sidang ini (27 Mei 2021),
majelis hakim memberikan kesempatan kepada kami untuk mengajukan bukti baru yang sangat penting karena menyangkut referensi pembenaran atas tuntutan kami.
Adapun bukti tersebut adalah:
BUKTI P – 10
Video wawancara secara langsung Aiman Witjaksono dari Kompas TV dengan Basuki
Tjahaja Purnama (Ahok) Gubernur DKI Jakarta Periode 2014-2017 di Balai Kota pada
acara Kompas Petang Tanggal 17 Maret 2015 (sumber: KompasTV), transkrip pembicaraan
(terjemahan ke textual) pernyataan beliau tentang Transparansi tender bisa dilihat sebagai berikut:
a. Pada Durasi ke 31:36
Ahok: di backup pak Jokowi...memang e-budgeting, semua dari dia dari dulu kok.
"Untuk membuktikan bahwa Gubernur Basuki Tjahaja Purnama meneruskan
kebijakan Gubernur sebelumnya yaitu Gubernur Jokowi (Periode DKI Jakarta 2012-2014)"
b. Pada Durasi ke 32:06.
Ahok: tuh liat lelang-lelang di DKI Pernah ga habis lelang dibuka sampe RAB nya perusahaannya seperti apa speknya ga pernah dibuka.
Aiman: ga pernah dibuka ga pernah diawasi?
Ahok:sekarang saya sudah buka supaya orang tahu kenapa dia menang kenapa dia kalah
"Untuk membuktikan bahwa Pejabat Publik sebelumnya yaitu Gubernur Basuki
Tjahaja Purnama (Gubernur DKI Jakarta Periode 2014-2017) dengan tegas menyatakan
telah membuka seluruh informasi terkait Evaluasi lelang proyek DKI Jakarta"
Keterangan Fakta:
Peraturan Perundang-undangan pada zaman Gubernur Joko Widodo dan Gubernur Ahok saat itu berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 Tentang
Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah dan pada saat ini telah diganti dengan PERPRES
16/2018 sebagaimana telah diubah dengan PERPRES 12/2021. Namun ketentuan yang
mengatur tentang transparansi tidak mengalami perubahan sedikitpun pada kedua
PERPRES tersebut maupun turunannya.
Terdapat 2 (dua) Implementasi kebijakan yang berbeda dan saling bertentangan ditangan Pejabat Publik yang berbeda meskipun
memiliki ketentuan transparansi dan Badan Publik yang sama.
Adanya perbedaan Implementasi ini memberikan contoh ketidakpastian hukum pada
masyarakat terkait transparansi tender dan telah mewariskan kebingungan pada para
pejabat publik saat ini dan masa datang.
BUKTI P – 11
Keputusan PPID Nomor 2 Tahun 2019 Tentang Penetapan Klasifikasi Informasi Publik
Yang Dikecualikan Dokumen Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah di Lingkungan
LKPP. (download di https://ppid.lkpp.go.id)
Untuk membuktikan bahwa:
Termohon telah salah mengambil referensi peraturan yaitu Keputusan PPID Nomor 4 Tahun 2019 Tentang Penetapan Klasifikasi Informasi Publik Yang Dikecualikan di Lingkungan LKPP sebagai referensi pembenaran keputusannya.
Peraturan ini (Keputusan PPID Nomor 2 Tahun 2019) justru menyatakan bahwa Dokumen Pengadaan Barang/Jasa masuk kategori dikecualikan selama proses pemilihan berlangsung.
Bagi para pelaku PBJ khususnya PENYEDIA yang eksist tahun 2012 s/d 2017 di DKI
Jakarta mungkin masih ingat bagaimana seluruh dokumen tender dibuka, dan akibatnya ada yang tanda bintangnya hilang di LPSE, SPMK tak kunjung turun, proses tender dihentikan dan para penggiring bola kepanasan. Sangat sulit membuktikan keberadaan peristiwa lampau tersebut di Pengadilan, untungnya
Media profesional sekelas Kompas masih menayangkan jejak digital yang menunjukkan
TRANSPARANSI itu Ada dan Nyata.
Fakta lain yang mengejutkan dan uniknya tidak banyak yang tahu bahwa LKPP selaku
Badan Publik percontohan Pengelolaan PBJ di NKRI ternyata memiliki kebijakan yang hampir
mirip dengan Gubernur DKI. Meskipun tidak seterbuka mereka namun ini cukup membuktikan
pembukaan dokumen tender pasca pengumuman hasil adalah sesuai amanat Transparansi oleh
Presiden. Semoga Pejabat Publik lain mau dan tidak ragu untuk TRANSPARAN, lagian ini
duit PUBLIK harusnya terbuka dalam pengelolaannya...emangnya ini duit nenek moyang
lu...!!
Catatan :
Aksi #SavePBJ saya murni terkait Badan Publik, Pejabat Publik dan Kebijakan
Publik. NO SARA, NO POLITICS, just PUBLIC DOMAIN.
#savePBJ : Babak Baru Perjuangan Transparansi Tender dan Penyelamatan PBJ
Sebagai kelanjutan aksi saya dalam perjuangan Transparansi dan Keterbukaan Informasi terkait Evaluasi Tender, dengan update aksi terakhir yaitu melakukan permohon kepada Komisi Informasi Provinsi DKI Jakarta namun ditolak dengan alasan yang sangat disayangkan lari dari pembuktian status Informasi yang dimohonkan. Maka terkait penolakan tersebut, selaku Publik yang hak konstitusinya dilindungi undang-undang langsung mendaftarkan keberatan di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) pertanggal 10 Maret 2021 dan siang tadi, Rabu 05 Mei 2021 telah pula menjalani sidang perdana. Sepertinya kasus yang saya jalani ini memang sifatnya khusus dan belum pernah ada sehingga butuh waktu hampir sebulan persiapan sidangnya.
Upaya hukum kali ini akan sangat berbeda, selain karena diajukannya bukti baru bahwa sebelumnya pernah ada Pejabat Publik yang terang-terangan berani membuka dokumen tender, juga semakin jelas bahwa ada 2 type Pejabat Publik dalam menafsir Transparansi yaitu
Pejabat Publik yang ngotot melindungi kerahasiaan Penyedia dengan bermacam alasan dan
Pejabat Publik yang membuka informasi seluas-luasnya karena menyangkut Dana Publik sekaligus menjadi tools dalam Society Control.
Mari kita nantikan Hakim PTUN menentukan Pejabat Publik mana yang tidak sesuai aturan.
Adalah Gubernur Jokowi dan Gubernur Basuki Tjahaja Purnama yang menurut saya Tokoh PBJ yang berani membukakan seluruh informasi terkait Hasil Lelang seperti RAB, Perusahaan pemenang seperti apa, Spec yang ditawarkan bagaimana yang semuanya demi dan agar publik tahu kenapa penawaran bisa menang ataupun kalah. Namun saat ini justru tindakan mereka tidak ditiru oleh Pejabat Publik lainnya, ramai-ramai Badan Publik menetapkan kerahasiaan Informasi terkait Evaluasi Tender bahkan ada yang mempatenkan tidak bisa dibuka selama 30 tahun kedepan. Pada titik ini Majelis Hakim akan memutuskan dan keputusan tersebut akan menjadi kepastian hukum di seluruh NKRI.
Menurut saya, Aksi kedua tokoh publik tersebut diataslah yang jelas mengimplementasikan Transparansi yang dimaksud oleh Peraturan Presiden nomor 54 tahun 2010 tentang Pengadaan Barang Jasa Pemerintah. Meskipun saat ini peraturan yang berlaku adalah Peraturan Presiden nomor 16 tahun 2018 tentang Pengadaan Barang Jasa Pemerintah yang telah diubah dengan Peraturan Presiden nomor 12 tahun 2021, namun ketentuan tentang Transparansi tetap sama termasuk pada aturan turunannya seperti Peraturan Kepala LKPP maupun Peraturan Menteri PUPR.
Video Wawancara Exclusif Gubernur Ahok dengan Aiman (Kompas)
Sedikit intermezo, Video diatas adalah jejak digital bagaimana perjuangan tokoh PBJ tersebut dalam menghadapi para Mafia PBJ, ini sekaligus menjawab keraguan Pejabat Publik lainnya apakah membuka seluruh dokumen tender para penawar pasca penetapan pemenang adalah melanggar hukum. Saya meyakini justru ini adalah implementasi hukum yang sebenarnya mengingat sampai detik ini tidak ada orang maupun badan usaha yang melakukan gugatan atas tindakan tersebut......jadi jangan Ragu para Pejabat Publik hasil pemilu kemarin...bisa dipastikan Rakyat bersamamu dan Anda-lah pemimpin masa depan.
Semoga Yang Mulia Majelis Hakim PTUN DKI Jakarta bisa memandang permohonan saya ini dari kacamata Penyelamatan Keuangan Negara khususnya terkait PBJ karena menurut pengamatan saya, Kondisi PBJ saat ini harusnya sudah layak dikategorikan membahayakan sehingga perlu diselamatkan mengingat adanya fakta-fakta sebagai berikut:
Update, 27 Mei 2021, Prof. Dr. Mohammad Mahfud MD, S.H., S.U.,
M.I.P., selaku Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan pada
acara Kabar Petang TV One mengatakan bahwa korupsi saat ini (era reformasi) lebih parah dibandingkan zaman sebelumnya, kini dalam bentuk bagi-bagi proyek yang melibatkan Eksekutif, Legeslatif dan Yudikatif bahkan telah dimulai sebelum Anggaran (APBN/APBD) belum disahkan.
Indeks Demokrasi di Indonesian juga terendah sepanjang 14 tahun ini, hal ini terkait Informasi yang menjadi salah satu indikator Demokrasi ternyata masih dikekang Oknum Pejabat Publik. Informasi tersebut sejatinya adalah Hak asasi manusia, dengan pengekangan informasi terkait PBJ maka pastilah menjadi contoh untuk pengekangan informasi lainnya.
Jadi rasanya tidak salah kalo kita bersama-sama menggaungkan aksi #savePBJ demi tercapainya Value for Money yang diamanatkan bapak Presiden.
Selamat buat POLRI yang telah berhasil melakukan Peresmiannya Etle di indonesia.
Meskipun kalo dipikir-pikir sangat banyak Privasi Individu yang akan terganggu karena dipantau CCTV namun memang selayaknya kepentingan Bangsa jauh lebih tinggi ketimbang kepentingan Evaluasi Transaksional Pelanggaran Lalu Lintas di jalanan sehingga PNBP (Penghasilan Negara Bukan Pajak) dari Biaya Denda dipastikan 100% masuk ke Kas Negara....sekali lagi selamat buat POLRI PRESISI.
Next-nya bagaimana dengan PBJ (Pengadaan Barang/Jasa) kita, ibarat Panggang, masih jauh dari Api, Tender PBJ di APBN/D justru semakin melibatkan Transaksi Elektronik justru hasilnya makin tertutup dari Kontrol Masyarakat dan meredam ciri Demokrasi di Indonesia. INFORMASI adalah Hak Asasi Manusia (HAM) apalagi informasi yang diminta terkait pengelolaan Dana Publik.
Bagaimana tidak, perintah Keterbukaan Informasi yang diatur pada pasal 17b UU 14/2008 dan Prinsip PBJ yang Terbuka dan Transparansi yang diatur pada pasal 6 PS 16/2018 kalah dengan Kepentingan Individu Pengusaha dan Hasil Uji Konsekuensi Badan Publik pelaksana Tender. Implementasi Peraturan perUndang-undangan tersebut GATOT (GAgal TOTal) dengan alasan Privasi dan Peraturan PPID....tidak tanggung-tanggung, kerahasian Dokumen Tender mereka buat berlaku 30 tahun kedepan, akibatnya secara praktis kecurangan PBJ hanya bisa diketahui setelah Pengadilan membukakannya itupun jika terjerat Aparat penegak Hukum.
"Kalo sistim PBJ puluhan tahun terjadi pembiaran begini, bisa jadi para Pelaku yang terjerat Hukum justru adalah "KORBAN SISTEM".
"lantas dimana UPAYA PENCEGAHAN-nya
Secara Keuangan Negara, rasanya pemasukan Kas Negara dari para Pelanggar Lalu Lintas sangat jauh jumlahnya dari pembiayaan PBJ yang alokasinya di APBN rata-rata 500 Triliun pertahun, ini belum lagi yang bersumber dari APBD, BUMN, BUMD dan BLU Pusat dan Daerah....jika sudah begini Para Pengguna Anggaran apa masih mikir kepentingan lain selain Value for Money-nya PBJ.
Catatan kecil saya bahwa dulu ada 2 Pejabat Publik yang telah melakukan keterbukaan transparansi total terhadap PBJ yaitu Gubernur Jokowi dan Gubernur Ahok, namun saya terus terang menjadi bingung melihat regulasi PBJ saat ini. Berikut adalah bukti bahwa mereka telah menanamkan transparansi dokumen peserta lelang :
Presiden dan DPR RI sepakat berpandangan bahwa Keterbukaan Informasi Publik penting dalam upaya untuk mengembangkan masyarakat informasi (pertimbangan UU 14/2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik ). Atas dasar itu timbul niat saya melakukan gerakan/aksi-aksi perjuangan Hak Publik khususnya terkait PBJ.
Sebagai Aksi nyata demi pemenuhan hak konstitusional selaku bagian dari publik, salah satunya saya telah menempuh jalan persidangan Ajudikasi Non Litigasi Informasi terkait Evaluasi Tender yang diadakan di Badan Publik dalam hal ini Pemerintahan Provinsi DKI Jakarta. Selanjutnya terkait proses sidang tersebut telah pula saya tuangkan pada artikel berikut:
Sebagai proses yang memiliki awal maka pastilah memiliki ujung juga, dimana pada akhirnya Majelis Komisioner "Menolak permohonan Sengketa", meskipun pahit namun demi Hak-hak Publik maka saya tetap akan melanjutkan upaya hukum melalui PTUN dalam mencari keadilan.
Sedikit membahas alasan saya melakukan gugatan ke Pengadilan nantinya, selain karena telah diatur di BAB X tentang GUGATAN KE PENGADILAN DAN KASASI pada UNDANG-UNDANG NOMOR 14 TAHUN 2008 TENTANG KETERBUKAAN
INFORMASI PUBLIK, saya juga menilai bahwa seharusnya Majelis Komisioner memperdalam tentang status hukum terhadap Informasi yang saya mohonkan, bukan mengkorek-korek alasan pribadi pemohon serasa ini adalah peradilan umum. Selain terbukti bahwa pemohon adalah Publik kewarganegaraan Indonesia yang memiliki hak konstitusi, pada putusan Majelis sendiri sudah menyatakan bahwa Legal Standing Pemohon terpenuhi.
Agak aneh rasanya permohonan saya ditolak dengan didasari pendapat majelis yang menyebut "pemohon tidak mengikuti proses penyelesaian sengketa
informasi publik dengan sungguh-sungguh dan itikad baik". Perlu saya terangkan bahwa pada awalnya memang permohonan tersebut saya mintakan terkait tesis S-2 Kebijakan Publik yaitu untuk menguji kepatuhan Badan Publik terhadap salah satunya UNDANG-UNDANG
NOMOR 14 TAHUN 2008 TENTANG KETERBUKAAN INFORMASI
PUBLIK (24/04/2020). Sejak Pendaftaran Sidang Sengketa per tanggal 29 Juli 2020 faktanya persidangan perdana baru bisa dilakukan pada tanggal 17 Desember 2020...lamanya proses peradilan tersebut membuat alasan awal saya meminta informasi menjadi tidak kredibel lagi untuk dipertahankan.
Bicara Kesungguhan dan itikad baik, justru harusnya saya yang meragukan apakah persidangan ini akan berjalan dengan sungguh-sungguh dan itikad baik, karena pada Faktanya ketiga Majelis Komisioner ternyata anggota partai pendukung Gubernur DKI sekarang (termohon) malah salah satunya adalah Caleg Gagal (jejak digitalnya dimana-mana), Operasional lembaga ini juga dibiayai APBD dan Pengurusnya pun dilantik oleh Gubernur yg notabene adalah termohon pula.....hmmm mohonlah Pak Presiden dan DPR-RI terhormat agar UU 14/2008 diubah entah dengan mensyaratkan calon anggota Komisi tidak boleh anggota partai apalagi sempat Caleg atau dibukakan pintu bagi pemohon untuk memilih persidangan di Komisi Informasi Pusat....kalo sudah begini siapa sebenarnya yang tidak sungguh-sungguh dan beritikad baik?.
Harusnya majelis fokus di Pokok Perkara Informasinya, bukan ngurusin motivasi pribadi pemohon....terbukti di persidangan bahwa termohon tidak bisa membuktikan hasil Uji Konsekuensi, terbukti juga tidak ada peraturan perundang-undangan manapun menyebut kerahasian Informasi yang saya minta jangka waktunya 30 tahun.....ini namanya tindakan semena-mena penguasa tanpa berdasar hukum.
Akhir kata, mungkin upaya saya memperjuangkan Hak-hak Informasi Publik baik di Pemerintahan Provinsi maupun Komisi Informasi Provinsi DKI Jakarta telah kandas, namun saya yakin Lembaga Peradilan, Dewan Perwakilan Rakyat dan Kepala Negara akan memberikan keadilan bagi Hak-hak Publik.
Berikut adalah putusan Komisi Informasi provinsi DKI Jakarta.