Layanan Konsultasi.

Kami dapat memberikan JASA Nasehat Kebijakan terhadap Kepatuhan terhadap Peraturan Perundang-undangan; Pengadaan Barang/Jasa Konstruksi (Perencanaan - Persiapan - Pelaksanaan - Kontrak); dan Pemenangan Tender. Kami juga membantu membuat Kebijakan Perusahaan (Dokumen Tender & Peraturan Direksi terkait Pengadaan). Hubungi bonatua.766hi@gmail.com

Translate

CARI DI BLOG INI

Tampilkan postingan dengan label DATA. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label DATA. Tampilkan semua postingan

25 Februari 2022

JUMLAH dan SEBARAN Perusahaan Konstruksi





Sumber: Direktori Perusahaan Konstruksi
Access Time: February 25, 2022, 8:40 am

06 Oktober 2021

Rincian Jumlah Pelaku PBJ

Pasal 8 PS 16/18 jo PS 12/21 menyebutkan bahwa Pelaku Pengadaan Barang/Jasa terdiri atas: 
a. Pengguna Anggaran (PA): ---tidak ada data---
b. Kuasa Pengguna Anggaran (KPA): ---tidak ada data---
c. Pejabat Pembuat Komitmen (PPK): 28.350 orang
d. Pejabat Pengadaan: 12.796 orang
e. Kelompok Kerja (Pokja) Pemilihan: 16.798 orang
f. Agen Pengadaan; ---tidak ada data---
g. PjPHP/PPHP; dihilangkan
h. Penyelenggara Swakelola: 7.772 orang dan 
i. Penyedia : 429.868 penyedia

Berikut sumber data selengkapnya: 

21 Agustus 2020

KUE PBJ DI 34 PROVINSI


Hai teman-teman, salam sehat !!

Melanjutkan artikel sebelumnya tentang PORSI PENGADAAN BARANG/JASA (PBJ) PADA BELANJA NEGARA yang bisa dilihat juga pada tautan berikut ini : https://www.kebijakanpublikpengadaanbarangjasapemerintah.com/2020/08/porsi-pengadaan-barangjasa-pada-belanja.html , kali ini saya coba masuk lebih ke dalam lagi yaitu berapa besar Porsi PBJ per APBD di setiap Provinsi di Indonesia. 

Namun sebelum masuk ke pembahasan izinkan saya melalui tulisan ini mengucapkan terimakasih dan apresiasi yang sebesar-besarnya kepada Bapak Dr. Ir. Roni Dwi Susanto., M.Si selaku Kepala LKPP beserta para Jajarannya, tanpa komitmen Keterbukaan Informasi mustahil data-data emas tersebut bisa dinikmati publik termasuk saya. Semoga Kementrian/Lembaga/Pemda se-Indonesia meniru semangat LKPP yang betul-betul Open Data sehingga monitoring dan evaluasi PBJ di NKRI telah telanjang habis....kalo boleh pak... Dokumen Pemenang tender yang sudah habis masa kerahasiaannya secara otomatis dibuka juga di SPSE toh itu juga perintah PS 16/18, Perlem 09/18 dan PM 14/20, selain azas transparansi sangat jelas pula disebutkan bahwa masa kerahasiaan dokumen penawaran adalah sampai Hasil Kualifikasi/Pemenang diumumkan, biar kita-kita masyarakat pemerhati, akademisi dan  penyedia PBJ terutama Para Pembayar Pajak bisa mengawal APBN/APBD dari rumah.

Back to the topic, berdasarkan kompilasi data Monev LKPP (https://monev.lkpp.go.id/), diperoleh data sebagai berikut:

dan jika dibuat kedalam bentuk grafik, dihasilkan beberapa ujung jarum yang mencolok sebagai berikut:


Ternyata Provinsi DKI belanja PBJ nya sangat fantastis ketimbang provinsi lain, rata-rata 20,48 T dalam 3 tahun terakhir pantesan aja adem ayem Penyedia Jasanya dan pastinya rebutan abis agar terpilih jadi Pejabat Pembina-nya. Kalo diandaikan untung para penyedia rata-rata 5% saja..... sudah 1 T duit beredar di Pengusaha.....bolehlah dibagi-bagi 1% aja he3x.

Dari data diatas, Pusat Pertumbuhan baru muncul diujung Barat Indonesia meskipun Pulau Jawa masih tetap jadi Pusat Pertumbuhan Nasional ....waduh pantesan orang kampung gue pada meranto dimari ya. 

Terkait sebaran PBJ diatas biar agak nyambung dikit dengan Teori Ilmu Ekonomi Pembangunan Wilayah yang gue pelajari, coba kukutip statement dosen berikut ini:
"Teori pembangunan yang sampai saat ini masih dipakai meskipun sudah dikembangkan secara lebih canggih adalah teori dari Evsey Domar dan Roy Harrod. Kedua ahli ekonomi yang bekerja secara terpisah ini, mencapai kesimpulan yang sama yakni bahwa pertumbuhan ekonomi ditentukan oleh tingginya tabungan dan investasi. Jika tabungan dan investasi rendah, pertumbuhan ekonomi masyarakat negara tersebut juga akan rendah. Hubungan antara pertumbuhan ekonomi, tabungan dan investasi ini kemudian dirumuskan dalam rumus Harrod-Domar yang sangat terkenal di kalangan para ahli ekonomi pembangunan. "Melihat perbedaan yang tampak antara wilayah-wilayah industri dan wilayah yang sedang berkembang, dibuatlah usaha-usaha untuk menggambarkan tingkat dan macam- macam aspek dari keterbelakangan suatu daerah. Persoalan keterbelakangan kemudian dirumuskan sebagai masalah kekurangan, yakni kekurangan modal." Hubungan yang terjadi antara peningkatan modal serta pergeseran kurva permintaan bisa dijelaskan bahwa kenaikan modal akan membuat masyarakat mampu menghasilkan output potensial yang lebih besar. Hubungan output potensial dengan besarnya stok modal dinamakan ICOR (Incremental Capital Output Ratio). Pengkajian mengenai ICOR menjadi sangat menarik karena ICOR dapat merefleksikan besarnya produktivitas kapital yang pada akhirnya menyangkut besarnya pertumbuhan ekonomi yang bisa dicapai". 

Menurutku besarnya anggaran PBJ dalam APBD adalah diistilahkan sebagai Investasi yang disebut oleh teori diatas, semakin banyak Investasi di daerah maka akan semakin meninggikan kesejahteraan masyarakat daerahnya dan tentunya kalo sudah sejahtera (wellfare) pastinya akan bisa menabung  pula ". Kalo sudah ada tabungan....cadangan makanan pasti meningkatlah ya apalagi kalo kondisi Covid begini pasti bisa digunakan beli makan. Sekian terimakasih.

Semoga teman-teman penyedia kebagian Kue Pembangunan di APBD masing-masing.

Mari kita kawal APBN/D dimulai dari Data, data dan data.


catt: Gambar diambil dari https://www.bisnis.com/ 

02 Agustus 2020

PORSI PENGADAAN BARANG/JASA PADA BELANJA NEGARA

Berangkat dari artikel sebelumnya tentang Belanja Negara dapat disimpulkan bahwa baik Pemerintahan Pusat maupun Pemerintah Daerah memiliki kewenangan dalam mengatur Belanja/Pengeluarannya terutama dalam bentuk Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (disingkat PBJ). Menurut Peraturan Presiden Nomor 16 Tahun 2018 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (update: telah diubah oleh Peraturan Presiden Nomor 12 Tahun 2021) disingkat PS 16/18, PBJ  meliputi:

  1. Barang;
  2. Pekerjaan Konstruksi;
  3. Jasa Konsultansi; dan
  4. Jasa Lainnya. 

Khusus PBJ yang pembiayaanya bersumber dari APBN/APBD dimana ketentuan Pengadaanya tunduk pada aturan PS 16/18, pelaksanaan PBJ-nya di Monev (Monitoring dan Evaluasi) oleh LKPP yang penyajian datanya dapat diakses secara online pada link berikut https://monev.lkpp.go.id. Untuk data PBJ dari tahun 2017 s/d 2021 coba saya sadur sebagai berkut :

catt: 
Pandemi Covid 19 terjadi sejak Februari 2020 dan tentunya kondisi ini sangat mempengaruhi penggunanaan anggaran terutama Belanja dalam upaya mengatasi pandemi dan pemulihan ekonomi sebagai dampak kelanjutan pandemi.

Berapakah porsi PBJ diatas dalam kurun waktu 5 tahun tersebut dalam struktur Belanja pada APBN/APBD kita?  berdasarkan olahan data dari LKPP dan Kementrian Keuangan dalam rentang 5 tahun terakhir maka coba saya simpulkan sebagai berikut:  

Ternyata total Kue APBN/APBD yang diperebutkan oleh 429.868 Penyedia Barang/Jasa (terverifikasi LKPP) nilainya sangat Fantastis yaitu rata-rata sebesar Rp. 1.167 T, namun sangat disayangkan hanya 549 T (50%) saja yang Pengadaannya mengacu ke PS 16/18 dengan begitu setengahnya adalah PBJ yang dikecualikan dalam artian tidak harus mengikuti keseluruhan 7 Prinsip pelaksanaan PJB-P yaitu :
  1. efisien;
  2. efektif;
  3. transparan;
  4. terbuka;
  5. bersaing;
  6. adil; dan
  7. akuntabel 

PBJ yang dikecualikan seperti Alparhankam, Badan Layanan Umum, Aseangames/seagames. PBJ tersebut belum juga termasuk Pengadaan Barang Jasa yang diadakan oleh BUMN/D yang bersumber dari Kekayaan Negara meskipun secara teori harusnya tetap mengikuti PS 16/18 karena modalnya bersumber dari APBN/D, khusus terkait Covid dikecualikan juga atas dasar Perpres 54/2020 & Perpres 72/2020.

Apabila diandaikan saja keuntungan para penyedia bersih 5% maka bisa dipastikan Dana APBN/APBD menggerakkan ekonomi nasional beredar sebesar 60 T/tahun. Bagaimana jika ternyata Dana sebesar yang sama tersebut juga bocor akibat adanya Moral Hazards para Pelaku PBJ ……hmmmm sudah cukup untuk APBD Provinsi Sumatera Utara selama 5 tahun.

Terkait potensi kebocoran tersebut akan kita bahas di artikel selanjutnya, intinya kita semua sama-sama memahami besarnya Kue APBN/APBD sangat menjelaskan akan tingginya kepentingan didalamnya dan sangat diperlukan Kebijakan Publik Pengadaan Barang/Jasa yang berpihak kepada pengamanan keuangan Negara.


Perhatian : 
Seluruh atau sebagian dari konten ini sangat memungkinkan menjadi bagian dari makalah, tesis atau Disertasi saya terkait Kebijakan Publik, mohon mengkomunikasikan kepada saya apabila hendak dipakai di forum resmi demi menghindari Praktek Plagiatisme. Terimakasih.

BELANJA NEGARA DALAM APBN