Layanan Konsultasi.

Kami dapat memberikan JASA Nasehat Kebijakan terhadap Kepatuhan terhadap Peraturan Perundang-undangan; Pengadaan Barang/Jasa Konstruksi (Perencanaan - Persiapan - Pelaksanaan - Kontrak); dan Pemenangan Tender. Kami juga membantu membuat Kebijakan Perusahaan (Dokumen Tender & Peraturan Direksi terkait Pengadaan). Hubungi bonatua.766hi@gmail.com

Translate

CARI DI BLOG INI

01 April 2022

KAJIAN INPRES 02/2021 : PERCEPATAN PENINGKATAN PENGGUNAAN PRODUK DALAM NEGERI DAN PRODUK UMK DAN KOPERASI DALAM RANGKA MENYUKSESKAN GERAKAN NASIONAL BANGGA BUATAN INDONESIA PADA PELAKSANAAN PBJ-P


    
    Apa yang dimaksud dengan PRODUK pada judul Inpres tersebut belum saya temukan pada Undang-Undang Cipta Kerja maupun aturan turunannya termasuk peraturan ini, namun berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesiaprodukadalah n 1 barang atau jasa yang dibuat dan ditambah gunanya atau nilainya dalam proses produksi dan menjadi hasil akhir dari proses produksi itu; 2 benda atau yang bersifat kebendaan seperti barang, bahan, atau bangunan yang merupakan hasil konstruksi; 3 hasil; hasil kerja. Sampai disini, menurut saya sudah cukup jelas bahwa Produk yang dimaksud bisa berupa Barang maupun Jasa. Sedangkan untuk definisi UMK, teman-teman bisa membacanya di artikel Kemudahan, Perlindungan, dan Pemberdayaan UMK dalam PBJ-P.

Ada hal-hal menarik menurut saya yang perlu diperhatikan masyarakat khususnya UMK agar kedepannya Instruksi Bapak Presiden dapat berjalan sesuai harapan. Saya coba menjabarkan hal-hal tersebut beserta catatan maupun saran sebagaimana saya jabarkan dibawah ini:

1. Pada Instruksi Pertama nomor 1 disebutkan : Menetapkan dan/atau mengubah kebijakan dan/atau peraturan perundang-undangan untuk mempercepat peningkatan penggunaan produk dalam negeri dan pemberdayaan UMK dan Koperasi. 

menurut catatan saya, dalam kurun 4 tahun terakhir (2019-2022) pada Rencana Umum Pengadaan terdapat rata-rata 1,39 juta Paket/tahun dengan nilai pagu rata-rata Rp. 322 T/tahun yang dikerjakan secara Swakelola (Monev LKPP, Update) . Paket ini mayoritas bisa dan sangat diminati para Penyedia UMK yang terdaftar di LPSE. Sudah selayaknya kebijakan yang tidak memberdayakan UMK khususnya Peraturan Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah Nomor 3 Tahun 2021 Tentang Pedoman Swakelola (PLKPP 03/21) agar diubah sesuai dengan Instruksi Presiden. Sangat tidak tepat pada situasi Pemulihan Ekonomi saat ini justru Pemerintah ngotot memberdayakan ASN yang sudah memperoleh penghasilan tetap untuk mengerjakan PBJ-P. Pemberdayaan UMK bisa mempekerjakan dan menekan jumlah pengangguran yang telah mencapai 9,1 juta orang (BPS, Agustus 2021

2. Pada Instruksi Pertama nomor 3 disebutkan : Merencanakan, mengalokasikan, dan merealisasikan paling sedikit 40% (empat puluh persen) nilai anggaran belanja barang/jasa untuk menggunakan produk Usaha Mikro, Usaha Kecil, dan Koperasi dari hasil produksi dalam negeri.

Pada tahun 2021, dari 1.141,8 T Pagu Belanja barang/jasa Nasional pada SiRUP, hanya 349,6 T  (30,6%) yang diperuntukkan untuk UMK dan Usaha Menengah (LKPP, Flip 2021). Oleh karena keterbatasan Data, saya menduga untuk UMK tidak sampai 20%.

3. Pada Instruksi Pertama nomor 10 disebutkan : Menghapuskan persyaratan yang menghambat penggunaan produk dalam negeri dan produk UMK, dan Koperasi dalam Pengadaan Barang/ Jasa Pemerintah.
Pada faktanya, UMK dalam mengikuti tender khususnya untuk pekerjaan konstruksi selalu dihadapkan pada persyaratan diluar Sertifikasi Standar dengan alasan untuk memenuhi jaminan Kualitas Output. UMK dalam mendapatkan Sertifikat Standar (SBU) saja sudah sangat susah payah. Secara formal mestinya syarat-syarat tambahan tersebut tidak diperlukan lagi karena menurut Peraturan Pemerintah nomor 05 tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Perizinan Berusaha Berbasis Risiko dan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat  nomor 06 tahun 2021 tentang  Standar Kegiatan Usaha dan Produk pada Penyelenggaraan Perizinan berusaha berbasis Risiko sektor Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat mestinya sudah cukup menjamin Kualifikasi UMK dalam bekerja.

Penambahan syarat-syarat ini berbanding terbalik apabila yang mengerjakannya bukan Penyedia alias dikerjakan secara swakelola. Sebagai contoh dalam pekerjaan Penambahan Ruang Kelas Baru, apabila dilakukan oleh penyedia maka persyaratan SBU, Peralatan, Tenaga Terampil, Dukungan Supplier/Vendor Alat dan Material, Saldo Bank, Jaminan Penawaran, jika menang harus memberikan Jaminan Pelaksanaan/Uang Muka/Pembayaran dan dibebani tanggungjawab Struktur sampai 10 tahun dan pastinya para Penyedia harus fight banting-bantingan Harga. Coba kita lihat persyaratan jika dikerjakan secara Swakelola, praktis tidak ada, negosiasi tidak transparan dan seakan-akan tidak tunduk pada Undang-undang Jasa Konstruksi. Tidak ada jaminan Output yang dipekerjakan ASN/Ormas/Pokmas akan lebih baik ketimbang dikerjakan Penyedia yang telah tersertifikasi.

4. Pada Instruksi Kedua, Khusus kepada (5) Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi untuk : (a). meningkatkan penggunaan produk dalam negeri dan/atau produk Usaha Mikro, Usaha Kecil, dan Koperasi termasuk belanja yang dialokasikan melalui transfer daerah.

Dana Alokasi Khusus pekerjaan konstruksi pada sekolah faktanya banyak tidak menggunakan produk UMK. Adanya pilihan bisa diadakan secara Swakelola menjadi favorit choice meskipun tidak memiliki persyaratan kualifikasi dalam mengerjakan kegiatan beresiko Menengah Tinggi (kajiannya bisa dibaca pada artikel Pekerjaan Konstruksi tidak boleh dilakukan secara Swakelola).

5. Pada Instruksi Kedua, Khusus kepada (11) Menteri Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah untuk: memfasilitasi kemudahan penerbitan perizinan berusaha bagi Usaha Mikro, Usaha Kecil, dan Koperasi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; 

Sejak awal tahun 2020, UMK terimbas bahkan sampai saat ini, banyak yang tidak mendapatkan pekerjaan. Adanya persyaratan harus memiliki pengalaman pekerjaan kurun 3 tahun terakhir sebagai persyaratan agar bisa mendapatkan perizinan (SBU) tentunya menjadi jauh dari kata kemudahan. Semoga Kementrian Koperasi & UMKM bisa memfasilitasi para UMK.

6. Pada Instruksi Kedua, Khusus kepada (17) Kepala Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah untuk: (c). melakukan penyempurnaan peraturan perundang-undangan dan sistem Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah dalam rangka percepatan peningkatan penggunaan produk dalam negeri dan produk Usaha Mikro, Usaha Kecil, dan Koperasi untuk menyukseskan Gerakan Nasional Bangga Buatan Indonesia pada pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah;  

Terkait PLKPP 03/21, diharapkan swakelola diperketat hanya untuk pekerjaan yang tidak bisa diadakan/diminati Penyedia. Untuk tahun 2022 saya melihat terdapat 3,19 juta paket yang direncanakan, apabila 3 juta paket saja diserahkan ke UMK dengan asumsi seluruh penyedia yang terdaftar di LPSE sebanyak 373.778 (Profile Pengadaan 2019) adalah UMK semua maka masing-masing Penyedia bisa mendapat 8 Paket, kalo sudah begini saya rasa tidak perlu dilakukan Tender, sesekali Pemerintah berbagi Proyek ke UMK ditengah Pandemi toh Swakelola bisa dilakukan tanpa harus tender, cukup Negosiasi Harga saja. Saya menyarankan pemilihan penyedianya diserahkan ke Asosiasi ataupun K/L/PD yang melakukan pembinaan dan diawasi secara transparan oleh masyarakat.

Demikianlah kajian ini saya sajikan, meskipun terdapat beberapa asumsi namun pendekatannya dipastikan tidak mengurangi akurasi analisa terhadap kesimpulan. Menjadi suatu pembelajaran bahwa Data seperti ini sangat mahal harganya di NKRI yang baru belajar Transparansi dalam memenuhi Hak Asasi akan Informasi Publik sebagaimana diatur di Undang-undang Informasi Publik.


Salam Kebijakan Publik