Salah satu kepentingan tertinggi Negara saat ini adalah memberikan kemudahan, perlindungan, dan pemberdayaan UMK, dan hal ini menjadi bahan pertimbangan yang melatarbelakangi dikeluarkannya Undang-Undang nomor 11 tahun 2020 tentang Cipta Kerja (UU11/20). Terkait kepentingan tersebut, Pemerintah telah mengeluarkan Peraturan nomor 07 tahun 2021 tentang Kemudahan, Perlindungan, dan Pemberdayaan Koperasi dan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (PP07/21).
Pada sisi Pelaku Usaha, Pemerintah menentukan bahwa yang dimaksud dengan Usaha Mikro (UM) adalah usaha produktif milik orang perorangan dan/atau badan usaha perorangan yang memenuhi kriteria Usaha Mikro dan yang dimaksud dengan Usaha Kecil (UK) adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang dilakukan oleh orang perorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak perusahaan atau bukan cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi bagian baik langsung maupun tidak langsung dari Usaha Menengah atau usaha besar yang memenuhi kriteria Usaha Kecil. Adapun kriteria yang dimaksud adalah:
a. Usaha Mikro memiliki:- modal usaha sampai dengan paling banyak Rp. 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha atau
- hasil penjualan tahunan sampai dengan paling banyak Rp. 2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah);
- modal usaha lebih dari Rp. 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) sampai dengan paling banyak Rp. 5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha; atau
- hasil penjualan tahunan lebih dari Rp. 2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah) sampai dengan paling banyak Rp. 15.000.000.000,00 (lima belas miliar rupiah);
Pasal 81
(1) Kementerian/lembaga pemerintah nonkementerian dan perangkat daerah wajib menggunakan barang/jasa Usaha Mikro dan Usaha Kecil serta Koperasi dari hasil produksi dalam negeri dalam pengadaan barang/jasa Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah.
(2) Kementerian/lembaga pemerintah nonkementerian dan perangkat daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib mengalokasikan paling sedikit 40% (empat puluh persen) dari nilai anggaran belanja barang/jasa Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah.
(3) Pemberian pengalokasian sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan dengan pengadaan barang/jasa pemerintah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai pengadaan barang/jasa pemerintah.
(4) Penyedia usaha besar dan Usaha Menengah yang melaksanakan pekerjaan harus melakukan kerja sama usaha dalam bentuk kemitraan dengan Usaha Mikro dan Usaha Kecil yang memiliki kemampuan di bidang yang bersangkutan.
Pasal 82
(1) Kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang badan usaha milik negara mendorong badan usaha milik negara untuk mengutamakan penggunaan hasil produksi Usaha Mikro, Usaha Kecil, dan Koperasi dalam pengadaan barang/jasa.(2) Pemerintah Daerah mendorong badan usaha milik daerah untuk mengutamakan penggunaan hasil produksi Usaha Mikro, Usaha Kecil, dan Koperasi dalam pengadaan barang/jasa.
Pasal 83
(2) Rencana belanja tahun mendatang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diintegrasikan dengan sistem informasi data tunggal.
Pasal 84
(2) Pembayaran kontrak pengadaan barang/jasa pemerintah untuk Usaha Mikro, Usaha Kecil, serta Koperasi dengan nilai pagu anggaran/kontrak antara Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) sampai dengan Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) diberikan uang muka paling sedikit 50% (lima puluh persen).
(3) Pembayaran kontrak pengadaan barang/jasa pemerintah untuk Usaha Mikro, Usaha Kecil, serta Koperasi dengan nilai pagu anggaran/kontrak antara nilai lebih dari Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) sampai dengan nilai Rp2.500.000.000,00 (dua miliar lima ratus juta rupiah) diberikan uang muka paling sedikit 30% (tiga puluh persen).
Pasal 85
(2) Menteri berkoordinasi dengan lembaga pemerintah nonkementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pengawasan keuangan negara/daerah dan pembangunan nasional untuk melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan pengadaan barang/jasa bagi Usaha Mikro, Usaha Kecil, serta Koperasi.
(3) Pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi kegiatan:
b. reviu;
c. pemantauan;
d. evaluasi; dan/atau
(4) Penyelenggaraan mekanisme pengaduan (whistleblowing system) sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf e dapat menggunakan penyelenggaraan mekanisme pengaduan (whistleblowing system) yang sudah berjalan.
(5) Pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan dari tahap:
b. penganggaran;
c. persiapan;
d. pemilihan penyedia;
e. pelaksanaan kontrak; dan
(6) Ruang lingkup pengawasan keterlibatan Usaha Mikro, Usaha Kecil, serta Koperasi pada pengadaan barang/jasa meliputi:
(7) Hasil pengawasan digunakan untuk pengendalian pelaksanaan pengadaan barang/jasa.
Pasal 86
(1) Monitoring dan evaluasi pengadaan barang/jasa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 85 dilakukan oleh Menteri.
(3) Monitoring dan evaluasi dilakukan secara reguler dan dilaporkan kepada Presiden paling sedikit 2 (dua) kali dalam 1 (satu) tahun pada bulan Juni dan Desember pada tahun berjalan.
Pasal 87
Realisasi pelaksanaan pengalokasian 40% (empat puluh persen) pengadaan barang/jasa Usaha Mikro, Usaha Kecil, serta Koperasi yang dilakukan kementerian/lembaga pemerintah nonkementerian dan perangkat daerah dipublikasikan secara transparan kepada masyarakat.
Paragraf 6 pada PP07/16 adalah Norma baru bagi Peraturan Presiden Nomor 16 Tahun 2018 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (PS16/18) dan turunannya dengan kata lain apabila ada pertentangan/multi tafsir maka sesuai Undang-Undang nomor 12 tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan maka PP07/16 yang harus diikuti .
Melihat adanya kebijakan Alokasi 40% anggaran; Usaha Menengah-Besar harus memberdayakan UMK; K/L/PD/BUMN/BUMD harus mengutamakan UMK; paket-paket UMK diumumkan di SiRUP/Data tunggal paling lambat bulan November dan adanya skema Pemberian Uang Muka pastinya serasa mimpi ditengah resesi ekonomi dimasa pandemi, semoga tidak di PHP-in he3x.
Lantas bagaimana dengan :
- Belanja PBJ pada SiRUP 2022 apakah minimal 40% nya diperuntukkan ke UMK dan apakah telah selesai diumumkan pada bulan November 2021.
- PBJ cara Swakelola yang ternyata pilihan favorit K/L/PD sehingga berebut lahan dengan Penyedia UMK yang ditaksir hampir 50% Pagu biaya PBJ adalah untuk Swakelola (belum ada data realisasi yg jelas dari pihak LKPP).
- Banyaknya UMK diberdayakan menjadi subkon perusahaan Menengah-Besar namun justru terjebak pada pembayaran yang lebih banyak biaya nagihnya ketimbang untungnya.
- Rendahnya minat UMK mendaftar di LPSE.
Ini akan kita bahas pada artikel selanjutnya selagi menunggu LKPP menyiapkan data yang valid, transparan dan teruji.
Mari kita sukseskan program pemerintah, selamatkan UMK, sebarkan berita baik ini sebagai gerakan moral agar K/L/PD/BUMN/BUMD tidak lalai mengikuti Perintah
Salam Kebijakan PBJ
"the best way to pull an economy out of a recession is for the government to increase demand by infusing the economy with capital. In short, consumption (spending) is the key to economic recovery. (John Maynard Keynes )"