Layanan Konsultasi.

Kami dapat memberikan JASA Nasehat Kebijakan terhadap Kepatuhan terhadap Peraturan Perundang-undangan; Pengadaan Barang/Jasa Konstruksi (Perencanaan - Persiapan - Pelaksanaan - Kontrak); dan Pemenangan Tender. Kami juga membantu membuat Kebijakan Perusahaan (Dokumen Tender & Peraturan Direksi terkait Pengadaan). Hubungi bonatua.766hi@gmail.com

Translate

CARI DI BLOG INI

26 Februari 2022

Pekerjaan Konstruksi tidak boleh dilakukan secara Swakelola


  

    Undang-Undang nomor 11 tahun 2020 tentang Cipta Kerja Pasal 52 tentang perubahan Undang-Undang nomor 02 tahun 2017 tentang Jasa Konstruksi (UU02/17') telah diterbitkan pertanggal 02 November 2020, terdapat perubahan pasal namun kewajiban memiliki Sertifikat masih tetap dipertahankan yaitu :

  1. Setiap badan usaha yang mengerjakan Jasa Konstruksi (JasKon) wajib memiliki Sertifikat Badan Usaha (SBU) (Pasal 30).
  2. Setiap tenaga kerja konstruksi yang bekerja di bidang Jasa Konstruksi wajib memiliki Sertifikat Kompetensi Kerja (SKK) (Pasal 70). 
berdasarkan UU02/17', 
  • yang dimaksud dengan JasKon adalah layanan jasa konsultansi konstruksi dan/atau pekerjaan konstruksi, 
  • yang dimaksud SBU adalah tanda bukti pengakuan terhadap klasifikasi dan kualifikasi atas kemampuan badan usaha Jasa Konstruksi termasuk hasil penyetaraan kemampuan badan usaha Jasa Konstruksi asing dan 
  • yang dimaksud dengan SKK adalah proses pemberian sertifikat kompetensi melalui uji kompetensi sesuai dengan standar kompetensi kerja nasional Indonesia, standar internasional, dan/atau standar khusus. 

Perizinan Sektor PUPR selurunya masuk kategori kegiatan berbasis Risiko. Berdasarkan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat  nomor 06 tahun 2021 tentang  Standar Kegiatan Usaha dan Produk pada Penyelenggaraan Perizinan berusaha berbasis Risiko sektor Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PM06/21), seluruh Sub Sektor Jaskon tergolong Risiko Menengah Tinggi dan pelaksanaannya dilakukan oleh pelaku usaha yang  memiliki izin NIB dan Serifikat Standar (SBU/SKK).     

Untuk mendukung cipta kerja diperlukan penyesuaian berbagai aspek pengaturan yang berkaitan dengan kemudahan, perlindungan, dan pemberdayaan usaha mikro, & kecil (UMK) dan kesejahteraan pekerja. Terdapat 167.605 perusahaan Konstruksi kelas Kecil (BPS, 2021) dan 1.121.092 orang Pekerja Tetap Perusahaan Konstruksi (BPS, 2018) di Negara kita dan mayoritas bekerja di Jaskon yang diadakan Pemerintah, sebagai data tambahan pada tahun 2021 saja Pemerintah telah menghabiskan 334 T yang tersebar pada 303.606 paket (LKPP, 2022), ini diluar Pekerjaan Konstruksi yang diadakan oleh BUMN dan Pengadaan Barang/Jasa yang dikecualikan, sangat disayangkan baru 51,1 % dari Anggarannya diperuntukkan bagi UMK yang jumlahnya 80% lebih dari total perusahaan konstruksi di Indonesia.

    Dari data diatas tampaknya ini adalah alasan yang sangat tepat mengapa aspek Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (PBJ-P) menjadi salah satu yang menyesuaikan terhadap UU Cipta Kerja sehingga Presiden mengeluarkan Peraturan Presiden Nomor 12 Tahun 2021 tentang Perubahan Peraturan Presiden Nomor 16 Tahun 2018 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah pada tanggal 2 Februari 2021 (PS12/21). Sebagaimana kita ketahui, Presiden disini mengatur Pengadaan Barang/Jasa yang meliputi a. Barang; b. Pekerjaan Konstruksi; c. Jasa Konsultansi; dan d. Jasa Lainnya. Pengadaannya sendiri dilaksanakan dengan cara a. Swakelola; dan/atau b. Penyedia. 

    Pada pembahasan kali ini mari kita bahas tentang Swakelola saja khususnya yang diatur pada Peraturan Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah Nomor 3 Tahun 2021 Tentang Pedoman Swakelola (PLKPP03/21) yang dikeluarkan pada tanggal 06 Mei 2021.

Apa itu Swakelola ?

Pengadaan Barang/Jasa melalui Swakelola yang selanjutnya disebut Swakelola adalah cara memperoleh barang/jasa yang dikerjakan sendiri oleh Kementerian / Lembaga / Perangkat Daerah (K/L/PD), K/L/PD lain, organisasi kemasyarakatan, atau kelompok masyarakat. 

Apakah Pekerjaan Konstruksi termasuk PBJ Swakelola? yes, sudah pasti menurut PS 12/21 bahkan dipertegas lagi pada PLKPP03/21 yang menyebutkan:

  1. Pembangunan fisik dapat berupa Pekerjaan Konstruksi sederhana yang hanya dapat berbentuk rehabilitasi, renovasi,dan konstruksi sederhana. Konstruksi bangunan baru yang tidak sederhana, dibangun oleh K/L/PD penanggung jawab anggaran untuk selanjutnya diserahkan kepada Kelompok Masyarakat penerima sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
    Contoh: 
      1. Pembangunan/pemeliharaan jalan desa/kampung, 
      2. pembangunan/pemeliharaan saluran irigasi mikro/kecil, 
      3. pengelolaan sampah di permukiman, 
      4. pembangunan sumur resapan, 
      5. pembuatan gapura atau 
      6. pembangunan/peremajaan kebun rakyat. 
Yang menjadi pertanyaan selanjutnya adalah 
"apakah K/L/PD, K/L/PD lain, organisasi kemasyarakatan, atau kelompok masyarakat bisa memiliki SBU/SKK".

Sebelum menjawab pertanyaan terakhir ini silahkan dibaca dulu artikel saya berikut (tinggal klik):
Gimana....apakah saudara/i bisa menyimpulkan bahwa tidak mungkin K/L/PD, K/L/PD lain, organisasi kemasyarakatan, atau kelompok masyarakat memiliki SBU/SKK. Kalau menurut saya sih bagaimana mungkin dapat SBU/SKK, memenuhi persyaratan saja tidak ada jalannya......Kalo kita sepakat, lantas apa solusinya om...!!!!!!!!!
Saya sih menyarankan 2 opsi yaitu :
  1. Beberapa Pekerjaan Konstruksi termasuk yang dicontohkan diatas (angka 1 s/d 6) dikategorikan ke Pekerjaan Risiko Menengah Rendah dengan begitu pelaksanaannya cukup memiliki NIB & Sertifikat Standar berupa pernyataan Pelaku Usaha untuk memenuhi standar usaha dalam rangka melakukan kegiatan usaha sesuai pasal 9 ayat 4 Peraturan Pemerintah nomor 05 tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Perizinan Berusaha Berbasis Risiko (PP05/21). Dengan begitu baik UMK maupun Pengelola Swakelola gampang mengurus/membuat pernyataan terstandar (bisa bentuk sertifikat, pernyataan tertulis dsbg) atau
  2. PS 12/21 harus tunduk ke UU11/21, Pekerjaan konstruksi hanya bisa dikerjakan oleh Penyedia UMK ber NIB & SBU. Selain Hierarki-nya lebih tinggi, tak eloklah Pemerintah berebut lahan pekerjaan dengan UMK, justru sebaliknya mereka harus dilindungi dan dimudahkan sesuai isi BAB V pada PP05/21.
Apapun solusi yang dipilih, menurut saya hanya kedua jawaban tersebut yang memikirkan nasib 167.605 perusahaan Konstruksi kelas UMK dan 1.121.092 orang pekerja konstruksi yang pengurusan SKK-nya mayoritas dibebankan ke perusahaan.


Masih berani mengerjakan Pekerjaan Konstruksi secara Swakelola, ada sanksinya loh....baca sendiri di UU02/17'. 


Salam Kebijakan PBJ