Layanan Konsultasi.

Kami dapat memberikan JASA Nasehat Kebijakan terhadap Kepatuhan terhadap Peraturan Perundang-undangan; Pengadaan Barang/Jasa Konstruksi (Perencanaan - Persiapan - Pelaksanaan - Kontrak); dan Pemenangan Tender. Kami juga membantu membuat Kebijakan Perusahaan (Dokumen Tender & Peraturan Direksi terkait Pengadaan). Hubungi bonatua.766hi@gmail.com

Translate

CARI DI BLOG INI

02 Juni 2021

Polemik ALPALHANKAM 1,7 kuadriliun, PENGADAAN YANG DIKECUALIKAN.


Beberapa hari belakangan ramai dibahas pengadaan alat peralatan pertahanan dan keamanan (alpalhankam*) pada Kementerian Pertahanan yang menelan biaya Rp 1.773 T, selain karena jumlahnya yang fantastis yang hampir 2x lipat total Biaya Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (PBJ) nasional pertahun ternyata proses penunjukan Penyedianya diduga sarat dengan kepentingan. Beredar kabar bahwa PT Teknologi Militer Indonesia (PT. TMI) telah ditunjuk langsung sebagai kontraktornya meskipun hal itu telah dibantah dan pihak PT. TMI yang menegaskan bahwa mereka tidak ditugaskan untuk pembelian atau pengadaan oleh Kementerian Pertahanan. Sebagai pengamat PBJ yang fokus pada Kebijakan Publiknya (No Politics, No SARA) maka sangat dirasa perlu menggambarkan duduk persoalan polemik ini dari sudut Kebijakan PBJ.

Sebagai pengetahuan bersama, ketentuan tentang Pengadaan, Pemeliharaan, dan Perbaikan alpalhankam ada diatur di bagian ketujuh dari Undang-Undang nomor 16 tahun 2012 tentang Industri Pertahanan (UU16/12) sebagaimana telah dirubah oleh Undang-Undang nomor 11 tahun 2020 tentang Cipta Kerja Pasal 74, bahkan untuk pelaksanaanya, pada pasal 44 angka (4) disebutkan bahwa Ketentuan lebih lanjut mengenai syarat dan tata cara pengadaan Alat Peralatan Pertahanan dan Keamanan diatur dengan Peraturan Presiden dan Peraturan yang dimaksud telah terbit yaitu Peraturan Presiden Nomor 27 Tahun 2019 tentang SYARAT DAN TATA CARA PENGADAAN ALAT PERALATAN PERTAHANAN DAN KEAMANAN PRODUK INDUSTRI PERTAHANAN KONTRAK JANGKA PANJANG (PS27/19).

Peraturan presiden yang dimaksud diatas ternyata bukanlah Peraturan Presiden Nomor12 Tahun 2021 tentang Perubahan Peraturan Presiden Nomor 16 Tahun 2018 tentangPengadaan Barang/Jasa Pemerintah (PS16/18), secara umum pastinya masyarakat menduga itu adalah PS16/18 karena Peraturan Perundang-Undangan (PPU) tersebut khusus mengatur ketentuan Pengadaan Pemerintah namun ternyata berdasarkan keterangan pihak terkait di media bahwa Peraturan Presiden yang dimaksud justru belum keluar karena saat ini masih dalam tahap penyusunan, mungkin maksudnya adalah perubahan ataupun pergantian PS27/19?  apapun maksudnya celakanya draftnya belum lagi final namun sudah bocor duluan ke publik sehingga menimbulkan perhatian masyarakat luas dari berbagai kalangan.

Mengingat PS16/18 adalah PPU yang spesial mengatur PBJ di negara kita, lantas perntanyaannya apakah diperbolehkan pengadaan tersebut tidak mengikuti Pedoman yang diatur oleh PS16/18? jawabannya ternyata ada terdapat pada pasal 61 PS16/18 yang menegaskan bahwa ada PBJ yang dikecualikan dari PS16/18, salah satunya adalah PBJ yang diatur dengan ketentuan PPU lainnya, lebih lanjut aturan pelaksanaanya telah dikeluarkan PeraturanLKPP nomor 05 tahun 2021 tentang Pedoman Pengadaan Barang/Jasa yang Dikecualikan padaPengadaan Barang/Jasa Pemerintah (PLKPP05/21).

Pada PLLKPP05/21, lampiran II, angka 3 disebutkan bahwa DAFTAR PENGADAAN BARANG/JASA YANG DIKECUALIKAN PADA PENGADAAN BARANG/JASA PEMERINTAH kategori Pengadaan Barang/Jasa yang diatur dengan ketentuan PPU Lainnya salah satunya adalah bidang Industri Pertahanan karena telah diatur oleh UU16/12 yaitu Pengadaan alparhankam dengan keterangan sebagai berikut:

  • Pasal 43 mengatur pengadaan alparhankam untuk produk luar negeri melalui proses langsung antar pemerintah atau kepada pabrikan.
  • Pasal 44 mengatur mengenai pengadaan alparhankam dengan kontrak jangka panjang, dimana ketentuan lebih lanjut mengenai syarat dan tata cara pengadaannya diamanatkan untuk diatur lebih lanjut dengan Perpres
  • Pasal 45 mengatur Pengadaan untuk Kebutuhan mendesak dilakukan melalui pembelian langsung.

Jadi sampai disini sudah sangat jelas bahwa syarat dan tata cara pengadaan ALPARHANKAM nantinya akan diatur oleh peraturan presiden tersendiri. Namun jangan keliru, hal ini khusus hanya alparhankam sedangkan PBJ lain yang tidak terkait alparhankam tetap mengacu ke PS16/18.

Syarat dan Tata cara pengadaanya sudah diatur, lantas bagaimana ketentuan Imbal Dagang jika Alpalhankam didatangkan dari luar negeri? ternyata telah diatur pula pada PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 76 TAHUN 2014 TENTANG MEKANISME IMBAL DAGANG DALAM PENGADAAN ALAT PERALATAN PERTAHANAN DAN KEAMANAN DARI LUAR NEGERI (PP76/14). Pada pasal 4 peraturan ini disebutkan bahwa Pengadaan Alpalhankam dari luar negeri meliputi pembelian, perbaikan dan/atau pemeliharaan dimana Pengadaan Alpalhankam dilakukan melalui mekanisme Imbal Dagang, Kandungan Lokal, dan/atau Ofset. Lebih lanjut Imbal Dagang dilakukan melalui barter dan/atau imbal beli. 

Sedangkan tentang Perizinan Produksi, Ekspor Alpalhankam, dan Impor Alpalhankam juga telah diatur pada PERATURAN MENTERI PERTAHANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2017 TENTANG PENETAPAN INDUSTRI PERTAHANAN, PERIZINAN PRODUKSI, EKSPOR, DAN IMPOR ALAT PERALATAN PERTAHANAN DAN KEAMANAN. Bagi yang kepo syarat-syarat administrasi dan teknis Impor Alpalhankam maka saya sarankan membaca aturan ini dengan begitu bisa dipakai menilai PT TMI.

Sambil menunggu keluarnya perubahan/pergantian PS27/19 tersebut saya rasa tidak salah jika kita mengutip apa sih hebatnya PS16/18 yang bisa saja kita jadikan sebagai pembanding nantinya. Syarat dan tata cara pengadaan yang diatur pada PS16/18 pelaksanaan PBJ-nya haruslah berprinsipkan kepada efisien; efektif; transparan; terbuka; bersaing; adil; dan akuntabel. Persyaratan yang harus dipenuhi dan tata cara pemilihan penyedianya juga sudah sangat lengkap diatur pada peraturan tururunan yang dikeluarkan LKPP dan Menteri PUPR. Biasanya metode pemilihan penyedianya dipakai adalah metode seleksi/tender dan dilakukan secara elektronik pada Layanan Pengadaan Secara Elektronik (LPSE) secara terbuka dan transparan (kecuali terkait informasi dokumen penawaran pemenang). Dilain sisi, asas Penyelenggaraan Industri Pertahanan berdasarkan UU16/12 sendiri adalah prioritas; keterpaduan; berkesinambungan; efektif dan efisien berkeadilan; akuntabilitas; visioner; prima; profesional; kualitas; kerahasiaan; tepat waktu; tepat sasaran; tepat guna; pemberdayaan sumber daya manusia nasional; dan kemandirian. Dengan membandingkan prinsip PS16/18 dan azas UU16/12 terdapat perbedaan yang kontradiksi. Pada Peraturan Presiden yang dipakai adalah prinsip transparan; terbuka dan bersaing sedangkan pada UU16/12 justru azas yang dipakai adalah kerahasiaan, jadi sangat wajar publik bereaksi beraneka ragam karena adanya Asimetris Informasi tersebut.

Meskipun begitu Publik tetap berharap Peraturan Presiden yang akan keluar nantinya sesuai dengan tujuan dikeluarkannya PLKPP05/21 yaitu untuk mewujudkan pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa yang dikecualikan yang mudah dengan tata kelola yang jelas dan memberikan value for money. Peraturan Presiden tersebut kiranya tetap juga menyamakan pelaku PBJ sesuai Lampiran I pada PLKPP05/21, pada angka 1.3 tentang Pelaku Pengadaan dalam Pengadaan Barang/Jasa yang dikecualikan pada Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah meliputi:

  1. Penguna Anggaran (PA)/Kuasa Penguna Anggaran (KPA);

  2. Pejabat Pembuat Komitmen (PPK);

  3. Pejabat Pengadaan;

  4. Pokja Pemilihan;

  5. Penyedia; dan

  6. Pihak lainnya, meliputi:

1) pihak yang dibutuhkan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan; atau 

2) pihak yang dibutuhkan sesuai peraturan pimpinan BLU/BLUD.

Demikianlah kajian ini saya sampaikan, bila ada kekeliruan mohon dimaklumi dan akan dilakukan perbaikan.

catt: 

* Media, UU, PP dan PS27/19 menyebut istilah alpalhankam namun PL 05/21 mengistilahkannya dengan alparhankam