- menteri di kementerian;
- pimpinan lembaga di lembaga pemerintah nonkementerian;
- sekretaris jenderal di sekretariat lembaga negaradan lembaga nonstruktural;
- gubernur di provinsi; dan bupati/walikota di kabupaten/kota.
Dikecualikan dari ketentuan diatas yaitu untuk pengangkatan, pemindahan, dan pemberhentian bagi:
- pejabat pimpinan tinggi utama,
- pejabat pimpinan tinggi madya, dan
- pejabat fungsional keahlian utama.
Pengadaan PNS merupakan kegiatan untuk mengisi kebutuhan:
- Jabatan Administrasi, khusus pada Jabatan Pelaksana;
- Jabatan Fungsional Keahlian, khusus pada JF ahli pertama dan JF ahli muda; dan
- Jabatan Fungsional Keterampilan, khusus pada JF pemula dan terampil.
Persyaratan untuk dapat diangkat dalam Jabatan administrator memiliki pengalaman dalam JF yang setingkat dengan Jabatan pengawas sesuai dengan bidang tugas Jabatan yang akan diduduki;
Persyaratan untuk dapat diangkat dalam Jabatan pengawas memiliki pengalaman dalam JF yang setingkat dengan Jabatan pelaksana sesuai dengan bidang tugas Jabatan yang akan diduduki;
Pejabat Fungsional berkedudukan dibawah danbertanggung jawab secara langsung kepada pejabat pimpinan tinggi madya, pejabat pimpinan tinggi pratama, pejabat administrator, atau pejabat pengawas yang memiliki keterkaitan dengan pelaksanaan tugas JF. Penentuan berkedudukan dan bertanggung jawab secara langsung disesuaikan dengan struktur organisasi masing-masing instansi pemerintah.
Selanjutnya tentang Jabatan fungsional diatur secara khusus pada Bagian Ketiga Jabatan Fungsional dengan kutipan sebagai berikut:
Pasal 69
(1) Kategori JF terdiri atas:
JF keahlian; dan
JF keterampilan.
(2) Jenjang JF keahlian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, terdiri atas:
ahli utama;
ahli madya;
ahli muda; dan
ahli pertama.
(3) Jenjang JF keterampilan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, terdiri atas:
a. penyelia;b. mahir;c. erampil; dand. pemula.
(5) Jenjang JF ahli madya sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b, melaksanakan tugas dan fungsi utama yang mensyaratkan kualifikasi profesional tingkat tinggi.
(6) Jenjang JF ahli muda sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c, melaksanakan tugas dan fungsi utama yang mensyaratkan kualifikasi profesional tingkat lanjutan.
(7) Jenjang JF ahli pertama sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf d, melaksanakan tugas dan fungsi utama yang mensyaratkan kualifikasi profesional tingkat dasar.
(8) Jenjang JF penyelia sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a, melaksanakan tugas dan fungsi koordinasi dalam JF keterampilan.
(9) Jenjang JF mahir sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf b, melaksanakan tugas dan fungsi utama dalam JF keterampilan.
(10) Jenjang JF terampil sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf c, melaksanakan tugas dan fungsi yang bersifat lanjutan dalam JF keterampilan.
(11) Jenjang JF pemula sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf d, melaksanakan tugas dan fungsi yang bersifat dasar dalam JF keterampilan.
Pasal 70
JF ditetapkan dengan kriteria sebagai berikut:
- fungsi dan tugasnya berkaitan dengan pelaksanaan fungsi dan tugas Instansi Pemerintah;
- mensyaratkan keahlian atau keterampilan tertentu yang dibuktikan dengan sertifikasi dan/atau penilaian tertentu;
- dapat disusun dalam suatu jenjang Jabatan berdasarkan tingkat kesulitan dan kompetensi;
- pelaksanaan tugas yang bersifat mandiri dalam menjalankan tugas profesinya; dan
- kegiatannya dapat diukur dengan satuan nilai atau akumulasi nilai butir-butir kegiatan dalam bentuk angka kredit.
Pasal 71
(1) Setiap pejabat fungsional harus menjamin akuntabilitas Jabatan.(2) Akuntabilitas Jabatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi terlaksananya:
- pelayanan fungsional berdasarkan keahlian tertentu yang dimiliki dalam rangka peningkatan kinerja organisasi secara berkesinambungan bagi JF keahlian; dan
- pelayanan fungsional berdasarkan keterampilan tertentu yang dimiliki dalam rangka peningkatan kinerja organisasi secara berkesinambungan bagi JF keterampilan.
Klasifikasi Jabatan Fungsional
Pasal 72
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai klasifikasi Jabatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Menteri.
Paragraf 3
Penetapan Jabatan Fungsional
Pasal 73
(1) Penetapan JF dilakukan oleh Menteri berdasarkan usulan dari pimpinan Instansi Pemerintah dengan mengacu pada klasifikasi dan kriteria JF.(2) Dalam hal diperlukan, Menteri dapat menetapkan JF tanpa usulan dari pimpinan Instansi Pemerintah.
Pengangkatan dan Persyaratan Jabatan Fungsional
Pasal 74
- pertama;
- perpindahan dari Jabatan lain;
- penyesuaian; atau
- promosi.
(3) Jenis JF tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dengan Peraturan Presiden.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pengangkatan JF melalui pengangkatan PPPK diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 75
(1) Pengangkatan dalam JF keahlian melalui pengangkatan pertama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 74 huruf a harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:
berstatus PNS;
memiliki integritas dan moralitas yang baik;
sehat jasmani dan rohani;
berijazah paling rendah sarjana atau diploma IV sesuai dengan kualifikasi pendidikan yang dibutuhkan;
dihapus
nilai prestasi kerja paling sedikit bernilai baik dalam 1 (satu) tahun terakhir; dan
syarat lainnya yang ditetapkan oleh Menteri.
(2) Pengangkatan pertama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan pengangkatan untuk mengisi lowongan kebutuhan JF yang telah ditetapkan melalui pengadaan PNS.
berstatus PNS;
memiliki integritas dan moralitas yang baik;
sehat jasmani dan rohani;
berijazah paling rendah sarjana atau diploma IV sesuai dengan kualifikasi pendidikan yang
dibutuhkan;
mengikuti dan lulus uji Kompetensi Teknis, Kompetensi Manajerial, dan Kompetensi Sosial Kultural sesuai dengan standar kompetensi yang telah disusun oleh instansi pembina;
memiliki pengalaman dalam pelaksanaan tugas di bidang JF yang akan diduduki paling kurang 2 (dua) tahun;
nilai prestasi kerja paling sedikit bernilai baik dalam 2 (dua) tahun terakhir;
berusia paling tinggi:
1. 53 (lima puluh tiga) tahun untuk JF ahli pertama dan JF ahli muda;2. 55 (lima puluh lima) tahun untuk JF ahli madya; dan
3. 60 (enam puluh) tahun untuk JF ahli utama bagi PNS yang telah menduduki JPT; dan
- syarat lainnya yang ditetapkan oleh Menteri.
(2) Pengangkatan JF keahlian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus mempertimbangkan ketersediaan lowongan kebutuhan untuk JF yang akan diduduki.
Pasal 77
(1) Pengangkatan dalam JF keahlian melalui penyesuaian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 74 huruf c harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:
berstatus PNS;
memiliki integritas dan moralitas yang baik;
sehat jasmani dan rohani;
berijazah paling rendah sarjana atau diploma IV;
memiliki pengalaman dalam pelaksanaan tugas di bidang JF yang akan diduduki paling kurang 2 (dua) tahun;
nilai prestasi kerja paling sedikit bernilai baik dalam 2 (dua) tahun terakhir; dan
syarat lainnya yang ditetapkan oleh Menteri.
(2) Pengangkatan dalam JF keahlian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan apabila PNS yang bersangkutan pada saat penetapan JF oleh Menteri memiliki pengalaman dan masih menjalankan tugas di bidang JF yang akan diduduki berdasarkan keputusan PyB.
- (3) Penyesuaian dilaksanakan 1 (satu) kali untuk paling lama 2 (dua) tahun sejak penetapan JF dengan mempertimbangkan kebutuhan Jabatan.
Pasal 78
(1) Pengangkatan dalam JF keterampilan melalui pengangkatan pertama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 74 huruf a harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:
berstatus PNS;
memiliki integritas dan moralitas yang baik;
sehat jasmani dan rohani;
berijazah paling rendah sekolah lanjutan tingkat atas atau setara sesuai dengan kualifikasi pendidikan yang dibutuhkan;
dihapus;
nilai prestasi kerja paling sedikit bernilai baik dalam 1 (satu) tahun terakhir; dan
syarat lainnya yang ditetapkan oleh Menteri.
(2) Pengangkatan pertama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan pengangkatan untuk mengisi lowongan kebutuhan JF yang telah ditetapkan melalui pengadaan PNS.
berstatus PNS;
memiliki integritas dan moralitas yang baik;
sehat jasmani dan rohani;
berijazah paling rendah sekolah lanjutan tingkat atas atau setara sesuai dengan kualifikasi pendidikan yang dibutuhkan;
e. mengikuti dan lulus uji Kompetensi Teknis, Kompetensi Manajerial, dan Kompetensi Sosial Kultural sesuai standar kompetensi yang telah disusun oleh instansi pembina;
memiliki pengalaman dalam pelaksanaan tugas di bidang JF yang akan diduduki paling kurang 2 (dua) tahun;
nilai prestasi kerja paling sedikit bernilai baik dalam 2 (dua) tahun terakhir;
usia paling tinggi 53 (lima puluh tiga) tahun; dan
syarat lainnya yang ditetapkan oleh Menteri.
(2) Pengangkatan JF keterampilan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus mempertimbangkan ketersediaan lowongan kebutuhan untuk JF yang akan diduduki.
Pasal 80
(1) Pengangkatan dalam JF keterampilan melalui penyesuaian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 74 huruf c harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:
berstatus PNS;
memiliki integritas dan moralitas yang baik;
sehat jasmani dan rohani;
berijazah paling rendah sekolah lanjutan tingkat atas atau setara;
memiliki pengalaman dalam pelaksanaan tugas di bidang JF yang akan diduduki paling singkat 2 (dua) tahun;
nilai prestasi kerja paling sedikit bernilai baik dalam 2 (dua) tahun terakhir; dan
syarat lainnya yang ditetapkan oleh Menteri.
(3) Penyesuaian dilaksanakan 1 (satu) kali untuk jangka waktu paling lama 2 (dua) tahun terhitung sejak tanggal penetapan JF dengan mempertimbangkan kebutuhan Jabatan.
Pasal 81
(1) Pengangkatan dalam JF keahlian dan JF keterampilan melalui promosi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 74 huruf d harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:
mengikuti dan lulus uji Kompetensi Teknis, Kompetensi Manajerial, dan Kompetensi Sosial Kultural sesuai standar kompetensi yang telah disusun oleh instansi pembina;
nilai prestasi kerja paling sedikit bernilai baik dalam 2 (dua) tahun terakhir; dan
syarat lainnya yang ditetapkan oleh Menteri.
Tata Cara Pengangkatan Pertama dalam Jabatan Fungsional
Pasal 82
(1) PyB mengusulkan pengangkatan pertama PNS dalam JF kepada PPK untuk:
JF ahli pertama;
JF ahli muda;
JF pemula; dan
JF terampil.
Tata Cara Pengangkatan dalam Jabatan Fungsional melalui Perpindahan Jabatan
Pasal 83
(1) Pengangkatan dalam JF melalui perpindahan Jabatan diusulkan oleh:
PPK kepada Presiden bagi PNS yang akan menduduki JF ahli utama; atau
PyB kepada PPK bagi PNS yang akan menduduki JF selain JF ahli utama sebagaimana dimaksud dalam huruf a.
(3) Pengangkatan dalam JF sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b ditetapkan oleh PPK.
Pasal 84
(1) Pengangkatan PNS yang akan menduduki JF melalui penyesuaian diusulkan oleh PyB kepada PPK.(2) Pengangkatan PNS dalam JF sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh PPK.
Pasal 85
(1) Pengangkatan dalam JF melalui promosi diusulkan oleh:
PPK kepada Presiden bagi PNS yang akan menduduki JF ahli utama; atau
PyB kepada PPK bagi PNS yang akan menduduki JF selain JF ahli utama sebagaimana dimaksud dalam huruf a.
(3) Pengangkatan dalam JF sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b ditetapkan oleh PPK.
Paragraf 9
Pendelegasian Pengangkatan dalam Jabatan Fungsional
Pasal 86
(1) PPK dapat memberikan kuasa kepada pejabat yang ditunjuk di lingkungannya untuk menetapkan pengangkatan dalam JF selain JF ahli madya.(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pemberian kuasa pengangkatan dalam JF sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Menteri.
Pasal 87
Setiap PNS yang diangkat menjadi pejabat fungsional wajib dilantik dan diambil sumpah/janji menurut agama atau kepercayaannya kepada Tuhan Yang Maha Esa.
"Demi Allah, saya bersumpah:
bahwa saya, akan setia dan taat kepada Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 serta akan menjalankan segala peraturan perundang-undangan dengan selurus-lurusnya, demi dharma bakti saya kepada bangsa dan negara;
bahwa saya dalam menjalankan tugas Jabatan, akan menjunjung etika Jabatan, bekerja dengan sebaik-baiknya, dan dengan penuh rasa tanggung jawab;
bahwa saya, akan menjaga integritas, tidak menyalahgunakan kewenangan, serta menghindarkan diri dari perbuatan tercela.
Tuhan menolong saya”.
(4) Bagi PNS yang beragama Hindu, maka frasa “Demi Allah” sebagaimana dimaksud dalam Pasal 88 diganti dengan “Om Atah Paramawisesa”.
(5) Bagi PNS yang beragama Budha, maka frasa “Demi Allah” sebagaimana dimaksud dalam Pasal 88 diganti dengan “Demi Sang Hyang Adi Budha”.
(6) Bagi PNS yang beragama Khonghucu maka frasa “Demi Allah” sebagaimana dimaksud dalam Pasal 88 diganti dengan “Kehadirat Tian di tempat yang Maha tinggi dengan bimbingan rohani Nabi Kong Zi, Dipermuliakanlah”.
(7) Bagi PNS yang berkepercayaan kepada Tuhan Yang Maha Esa selain beragama Islam, Kristen, Hindu, Budha, dan Khonghucu maka frasa “Demi Allah” sebagaimana dimaksud dalam Pasal 88 diganti dengan kalimat lain yang sesuai dengan kepercayaannya terhadap Tuhan Yang Maha Esa.
(2) PPK sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat menunjuk pejabat lain di lingkungannya untuk mengambil sumpah/janji Jabatan.
Pasal 91
(1) Pengambilan sumpah/janji Jabatan dilakukan dalam suatu upacara khidmat.(2) PNS yang mengangkat sumpah/janji Jabatan didampingi oleh seorang rohaniwan.
(3) Pengambilan sumpah/janji Jabatan disaksikan oleh dua orang PNS yang Jabatannya serendah rendahnya sama dengan Jabatan PNS yang mengangkat sumpah/janji Jabatan.
Pasal 92
(1) Pejabat yang mengambil sumpah/janji Jabatan membuat berita acara tentang pengambilan sumpah/ janji Jabatan tersebut.(2) Berita acara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditandatangani oleh pejabat yang mengambil sumpah/janji Jabatan, PNS yang mengangkat sumpah/janji Jabatan, dan saksi.
Pasal 93
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pelantikan dan pengambilan sumpah/janji JF diatur dengan Peraturan Kepala BKN.
Paragraf 11
Pemberhentian dari Jabatan Fungsional
Pasal 94
(1) PNS diberhentikan dari JF apabila:
mengundurkan diri dari Jabatan;
diberhentikan sementara sebagai PNS;
menjalani cuti di luar tanggungan negara;
menjalani tugas belajar lebih dari 6 (enam) bulan;
ditugaskan secara penuh di luar JF; atau
tidak memenuhi persyaratan Jabatan.
(2) PNS yang diberhentikan dari JF karena alasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, huruf c, huruf d, dan huruf e dapat diangkat kembali sesuai dengan jenjang JF terakhir apabila tersedia lowongan Jabatan.
Pasal 95
(1) Pemberhentian dari JF diusulkan oleh:
PPK kepada Presiden bagi PNS yang menduduki JF ahli utama; atau
PyB kepada PPK bagi PNS yang menduduki JF selain JF ahli utama sebagaimana dimaksud dalam huruf a.
(3) Pemberhentian dari JF sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b ditetapkan oleh PPK.
Pasal 96
PPK sebagaimana dimaksud dalam Pasal 95 ayat (3) dapat memberikan kuasa kepada pejabat yang ditunjuk di lingkungannya untuk menetapkan pemberhentian dari JF selain JF ahli madya.
Paragraf 13
Rangkap Jabatan
Paragraf 14
Instansi Pembina
Pasal 99
(1) Instansi pembina JF merupakan kementerian, lembaga pemerintah nonkementerian, atau kesekretariatan lembaga negara yang sesuai kekhususan tugas dan fungsinya ditetapkan menjadi instansi pembina suatu JF.(2) Instansi pembina berperan sebagai pengelola JF yang menjadi tanggung jawabnya untuk menjamin terwujudnya standar kualitas dan profesionalitas Jabatan.
(3) Dalam melaksanakan peran sebagaimana dimaksud pada ayat (2), instansi pembina memiliki tugas sebagai berikut:
- menyusun pedoman formasi JF;
- menyusun standar kompetensi JF;
- menyusun petunjuk pelaksanaan dan petunjuk teknis JF;
- menyusun standar kualitas hasil kerja dan pedoman penilaian kualitas hasil kerja pejabat fungsional;
- menyusun pedoman penulisan karya tulis/karya ilmiah yang bersifat inovatif di bidang tugas JF;
- menyusun kurikulum pelatihan JF;
- menyelenggarakan pelatihan JF;
- membina penyelenggaraan pelatihan fungsional pada lembaga pelatihan;
- menyelenggarakan uji kompetensi JF;
- menganalisis kebutuhan pelatihan fungsional di bidang tugas JF;
- melakukan sosialisasi petunjuk pelaksanaan dan petunjuk teknis JF;
- mengembangkan sistem informasi JF;
- memfasilitasi pelaksanaan tugas pokok JF;
- memfasilitasi pembentukan organisasi profesi JF;
- memfasilitasi penyusunan dan penetapan kode etik profesi dan kode perilaku JF;
- melakukan akreditasi pelatihan fungsional dengan mengacu kepada ketentuan yang telah ditetapkan oleh LAN;
- melakukan pemantauan dan evaluasi penerapan JF di seluruh Instansi Pemerintah yang menggunakan Jabatan tersebut; dan
- melakukan koordinasi dengan instansi pengguna dalam rangka pembinaan karier pejabat fungsional.
- menyusun informasi faktor jabatan untuk evaluasi jabatan.
(5) Instansi pembina dalam melaksanakan tugas pengelolaan wajib menyampaikan secara berkala setiap tahun hasil pelaksanaan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a, huruf b, huruf c, huruf d, huruf e, huruf i, huruf k, huruf l, huruf m, huruf n, huruf o, huruf q, dan huruf r, pengelolaan JF yang dibinanya sesuai dengan perkembangan pelaksanaan JF kepada Menteri dengan tembusan Kepala BKN.
(6) Instansi pembina menyampaikan secara berkala setiap tahun pelaksanaan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf f, huruf g, huruf h, huruf j, dan huruf p kepada Menteri dengan tembusan Kepala LAN.
(7) Ketentuan lebih lanjut mengenai penyelenggaraan uji kompetensi JF sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf i diatur dengan Peraturan Menteri.
Paragraf 15
Organisasi Profesi
Pasal 101
(1) Setiap JF yang telah ditetapkan wajib memiliki 1 (satu) organisasi profesi JF dalam jangka waktu paling lama 5 (lima) tahun terhitung sejak tanggal penetapan JF.(2) Setiap pejabat fungsional wajib menjadi anggota organisasi profesi JF.
(3) Pembentukan organisasi profesi JF sebagaimana dimaksud pada ayat (1) difasilitasi instansi pembina.
(4) Organisasi profesi JF sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib menyusun kode etik dan kode perilaku profesi.
(5) Organisasi profesi JF mempunyai tugas:
- menyusun kode etik dan kode perilaku profesi
- memberikan advokasi; dan
- memeriksa dan memberikan rekomendasi atas pelanggaran kode etik dan kode perilaku profesi.
(7) Ketentuan lebih lanjut mengenai syarat dan tata cara pembentukan organisasi profesi JF dan hubungan kerja instansi pembina dengan organisasi profesi JF diatur dengan Peraturan Menteri.