Tahukah teman-teman bahwa Pemerintah Indonesia baru mulai bisa mengatur Pengadaan Barang/Jasa-nya (PBJ) secara khusus setelah Indonesia memasuki era Reformasi setelah kejatuhan Rezim Orde Baru? dan tahukan anda bahwa Kebijakan PBJ begitu seksinya serta sarat kepentingan sehingga jika dirata-ratakan maka terdapat sangat banyak perubahan kebijakan pertahunnya baik dilevel Norma maupun di petunjuk pelaksanaanya.
Melanjutkan artikel sebelumnya bagaimana Porsi PBJ pada APBN, dimana rata-rata Pengeluaran/Belanja PBJ negara pada 3 tahun terakhir sebesar Rp.534 T pertahun. Dan Besaran Belanja yang ditetapkan di APBN adalah merupakan Keputusan politik yang ditetapkan para Politisi Senayan bersama Pemerintah. Bisa dibayangkan bagaimana alotnya Proses pengajuan anggaran Pengeluaran/ Belanja dimulai, diusulkan, disetujui, direncanakan, ditentukan penyedianya, dikerjakan dan sampai pembayaran. Sangat banyak pihak yang berkepentingan baik di eksekutif, legislatif terutama Pengusaha (Penyedia). Mengingat hampir ¼ belanja negara adalah PBJ, menurut saya Idealnya Regulasi yang mengaturnya harusnya sekelas Undang-undang, sedangkan saat ini PBJ baru diatur Peraturan Presiden nomor 12 tahun 2021 dan Peraturan Pemerintah nomor 14 tahun 2021, namun meskipun begitu patut kita syukuri jika dibandingkan dengan zaman sebelum-sebelumnya.
Berikut adalah kebijakan Pengadaan yang dilakukan pada setiap era Presiden sebagai Penangunggungjawab Pengelolaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara:
☝Silahkan klik untuk membuka artikel lebih detail.
Sebagai rangkuman dari setiap Peraturan Presiden terkait PBJ dari awal dibentuk sampai yang saat ini yang berlaku (update Juni 2024), maka coba saya rangkumkan sebagai berikut:
Kebijakan PBJ di Negara Indonesia menurut saya harus dirombak secara Total Fundamental, bukan menuduh tapi data berbicara bahwa 70% kasus Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) adalah terkai masalah PBJ, malah jika dikaitkan maka 100%-nya pasti terkait PBJ. Untuk hal ini saya telah melakukan penelitian dalam rangka pembuatan tesis dimana hasilnya sangat bersesuaian dengan Hipotesa pandangan KPK, Lembaga Survey maupun Pejabar Negara. Jika tertarik silahkan dibaca artikel saya pada Social Science Research Network (SSRN) atau langsung diklik pada link berikut :
Salam Kebijakan Publik
Perhatian :
Seluruh atau sebagian dari konten ini sangat memungkinkan menjadi bagian dari Makalah, Tesis ataupun Disertasi saya terkait Kebijakan Publik, mohon mengkomunikasikan kepada saya apabila hendak dipakai di forum resmi demi menghindari Praktek Plagiatisme. Terimakasih.